Unordered List

6/recent/ticker-posts

Ada Waktu Untuk Menulis


Beberapa waktu lalu, saya ditanya oleh seorang teman berkaitan dengan tulisan-tulisanku yang beredar di media online yang hampir menghiasi hari-hari hidupku. “Apakah punya waktu untuk menulis?” Tanya temanku itu. Dengan nada santai saya menjawab bahwa saya selalu menyediakan waktu untuk menulis, kapan dan di mana saja saya bisa menulis. Menulis bagiku adalah “ruang pergulatan” untuk memadukan realita hidup dan olahan batin yang pada akhirnya bermuara pada tulisan-tulisan itu. Ketika kedalaman refleksiku menukik dan tajam untuk memburuh sebuah gagasan maka tulisan-tulisanku memiliki bobot penuh reflektif. Menulis bagiku juga merupakan sebuah “ritual harian” untuk menuangkan gagasan-gagasan itu dalam pelbagai bentuk karakter tulisan, entah dalam bentuk opini, feature dan juga renungan yang berlandaskan pada teks kitab suci.

Bagi mereka yang sering menulis, kesibukan bukan merupakan sebuah alasan untuk tidak menulis. Saya sendiri berpegang pada prinsip yang dianut oleh orang-orang Jerman bahwa semakin kita sibuk maka pada saat yang sama kita semakin pandai mengatur waktu. Dalam kesempatan yang sempit pun, jika ada ide atau gagasan yang terlintas dalam benak, tentu saya segera memburunya sebagai dasar pijak saya dalam menulis. Memang menulis itu tidak sekedar menulis tetapi perlu membekali diri dengan membaca sebagai referensi penting dalam memperkuat konstruksi ide atau gagasan. Dengan membaca buku-buku referensi, saya bisa membangun ruang imajinasi dan bisa melahirkan gagasan-gagasan baru. Dengan banyak membaca maka perbendaharaan kosa kata kita semakin diperkaya dan dipergunakan dalam merangkai kalimat yang utuh penuh makna.

Dengan banyak menulis, si penulis semakin dikenal oleh banyak kalangan. Pramoediya Ananta Toer pernah mengatakan bahwa bila seseorang tidak pernah menulis maka ia gampang dilupakan oleh sejarah dan arus pusaran zaman. Kata-kata Pram ini memberikan sebuah peringatan penting bagi kita agar bisa dikenang oleh masyarakat maka perlulah menulis. Kita bisa melihat hal nyata bahwa para sastrawan yang melahirkan begitu banyak buku, kini mereka sudah meninggal dunia tetapi para pembaca tetap mengenangnya tatkala membaca buku-buku karya sastera yang dihasilkan. Pemikiran-pemikiran cerdas yang dituangkan dalam bentuk tulisan tetap abadi dan penuh makna untuk dipelajari dari generasi yang satu ke generasi yang lain.  

Tentang bagaimana mendampingi para penulis pemula, saya memiliki pengalaman tersendiri ketika diminta untuk menjadi pelatih jurnalistik di salah satu sekolah SMP swasta Katolik. Ketika berhadapan dengan puluhan anak yang ikut dalam ekskul jurnalistik, saya bisa menilai, bagaimana masing-masing mereka bisa berusaha melatih diri dalam menulis berita, feature dan juga opini. Di antara anak-anak SMP yang sedang berlatih diri menulis bersama saya, hampir semua membawa laptopnya sebagai sarana untuk melatih menulis. Hanya ada satu anak saat itu, tidak memiliki laptop dan ia hanya menulis pada sebuah buku yang telah disediakannya. 

Peserta ekskul jurnalistik yang tidak mempunyai laptop waktu itu, bersama Rapco. Keseriusan Rapco untuk melatih diri dan bergulat dengan dunia tulis-menulis sangat tinggi. Setiap hari ia selalu membuat tulisan, entah berupa opini, berita ataupun catatan-catatan harian dengan berdasar pada pengalaman hidup. Ketidakpunyaan laptop karena keterbatasan kemampuan ekonomi orang tua, tidak menjadi halangan baginya untuk menulis. “Tak ada rotan,, akar pun jadi.” Pepatah ini cocok disematkan pada diri Rapco yang selalu menulis di buku hariannya.

Dengan ketekunan ini, mengantarkan seorang Rapco untuk bisa bersaing di dunia pendidikan. Ia telah menyelesaikan pendidikan pada sekolah teologi Kristen dan kini menjadi guru di sebuah sekolah internasion

sumber foto: https://www.pexels.com/

al. Menulis sangat membantu setiap orang untuk bisa menuangkan ide atau gagasan dan pada akhirnya bisa membantu seseorang untuk bisa berbicara di depan umum dengan modal gagasan-gagasan yang tertulis itu. Kegiatan menulis setiap hari merupakan cara sederhana untuk melatih dalam menyusun kalimat sebagai secara menerjemahkan sebuah ide. Menulis bagiku merupakan sebuah ziarah pembebasan batin dari ide atau gagasan yang bersarang dalam benakku dan bergulat dalam batinku.*** (Valery Kopong)  

Posting Komentar

0 Komentar