Unordered List

6/recent/ticker-posts

Cinta dan Pengampunan

                                   


Sumber Inspirasi: Yoh. 17: 1-11

Beberapa tahun yang lalu, Paus Yohanes Paulus II ketika mengadakan kunjungan,  dia mengalami sebuah peristiwa yang menimpah dirinya.  Ia ditembak oleh seseorang yang bernama Ali Aqca. Dalam peristiwa tragis itu,  Paus Yohanes Paulus II segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.  Peluru yang menembus tubuhnya pada akhirnya bisa diambil dan ia diselamatkan.  Dalam peristiwa itu banyak dugaan muncul  bahwa ia mestinya meninggal karena ditembak pada jarak yang tidak terlalu jauh. Namun Tuhan berkehendak lain. Ia masih selamat dalam peristiwa maut itu. Segera setelah peristiwa itu, Ali Aqca, si penembak jitu, pada akhirnya ditangkap dan dipenjarakan. Tragedi yang memilukan ini mengundang reaksi dunia dan bahkan dunia mengutuki pelaku yang menembak paus.

 

Setelah peluruh yang bersarang pada tubuhnya itu diambil, Paus Yohanes Paulus II yang masih terluka itu berusaha mengunjungi si penembak di dalam penjara. Sebuah kunjungan yang tidak umum dan bahkan tidak lazim. Bagaimana mungkin seorang yang terluka karena ditembak, harus mengunjungi orang yang menembakinya? Ia membawa luka kepada si penembak, walaupun momentumnya pemberian pengampunan oleh Paus Yohanes Paulus II, tetapi secara tersirat beliau mau mengatakan bahwa luka yang dialami karena tembakan itu merupakan sebuah luka yang sangat sakit. Kunjungan orang terluka kepada si penembak ini juga membahasakan bahwa melalui perjumpaan itu, si penembak mendapat pengampunan dan merasa diri lebih layak di mata seorang pengampun. Jika sebelumnya dunia mengecam dan bahkan mengutuk si penembak tetapi melalui kunjungan itu, martabatnya sebagai manusia sedikit dipulihkan kembali.

 

Kunjungan Paus Yohanes Paulus II merupakan kunjungan pemulihan. Ia tidak membenci si penembak bahkan berusaha melupakan peristiwa tragis itu dan merangkulnya kembali sebagai seorang sahabat. Karena luka tembakan itu, menjadi bukti otentik dalam membangun rasa dan memulihkan kembali pemahaman tentang nilai kemanusiaan yang perlu dirawat. Kehadirannya di penjara sebagai bentuk “kunjungan pastoral” sekaligus mengangkat dan menempatkan kembali derajat kemanusiaannya yang koyak akibat ulah brutal sang penembak itu.

 

Dalam Injil hari ini, Penginjil Yohanes mengulas tentang bagaimana Allah memuliakan Putera-Nya di dunia ini dengan cara paling tragis. Kehadiran-Nya harus memikul salib derita sebagai ungkapan kasih kepada umat manusia. Tak ada  kasih yang lebih sempurna, selain pengorbanan diri seorang Yesus pada manusia. Tetapi dengan jalan ini, Allah yang mengutus-Nya seakan menguji kesetiaan-Nya terhadap tugas berat yang harus dipikul-Nya. Melalui jalan sengsara ini, Allah sedang mempermuliakan Dia. “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” (Yoh. 17: 4). Allah memuliakan Sang Putera di dunia ini ketika Sang Putera menyelesaikan segala tugas di dunia ini secara paripurna. Misi perutusan Bapa terhadap Yesus Putera-Nya, yakni menyelamatkan manusia dan cara yang ditempuh Yesus untuk menyelamatkan manusia merupakan cara yang tidak lazim. Ia harus menjalani jalan derita karena hanya dengan jalan itu, Ia dipermuliakan oleh Allah. Yesus tahu bahwa apa yang dijalani itu bukan “jalan frustrasi” seorang anak manusia tetapi jalan penuh makna yang membawa keselamatan bagi banyak orang. Hanya melalui cara yang pilu itu, martabat keilahian-Nya  dimuliakan oleh Allah yang mengutus-Nya. Di balik luka dan sengsara, ada pengampunan yang tulus dari mereka yang memahami esensi terdalam dari cinta. Cinta itu hadir untuk memberi pada yang lain dan terkadang, atas nama cinta, semua yang terluka itu menjadi mulia.***(Valery Kopong)  

Posting Komentar

0 Komentar