Unordered List

6/recent/ticker-posts

Filosofi Sandal Jepit

 

Sebuah video  beredar di media sosial, berisi tentang  penangkapan Munarman oleh Densus 88 anti teror, ada satu hal yang bisa dilihat bahwa keinginan Munarman untuk memakai sandal tidak dipenuhi oleh densus 88. Setelah itu beredar foto sandal di media sosial  sebagai cara untuk mengingatkan publik akan peristiwa penangkapan itu. Mengapa sandal menjadi heboh dan bahkan setelah peristiwa penangkapan itu, terkuak balada cinta antara Sofia Lily dan Munarman. Publik pada akhirnya mengaitkan sebuah merk sandal lily yang pernah laris di pasaran pada masa lampau.  Penulis tidak membahas tentang sosok Munarman sebagai pentolan FPI, sebuah organisasi yang sudah dibekukan oleh pemerintah. Penulis hanya menyoroti “sandal” dalam terang refleksi filosofis.

Semua orang pasti tahu tentang sandal itu. Semua orang pasti mengenakan sandal saat sedang bepergian keluar rumah. Sandal menjadi alas kaki, dan bersedia menyanggah raga sang pemilik sandal itu. Ke mana pun engkau pergi, pada saat yang sama, sandal selalu melekat pada alas kaki. Ia diinjak dan tak pernah mengeluh. Ia digesek bersama tanah dan lumpur sekalipun, ia (sandal) itu tak pernah mengeluh. Ia menyadari tugas sebagai sandal yang lalu membuka diri pada telapak kaki sang pemilik. Dalam terang refleksi filosofis, bisa dilihat bahwa sandal selalu menyediakan waktu untuk kapan saja jika sang tuan itu memakainya. Ia tak berkomentar dan jika sandal itu bernyawa, tentu ia membuka mulut dan berbicara bahwa ia cape karena sang tuan tak pernah berkompromi dengannya dan yang ada adalah menggunakannya dengan cara menginjak sampai dalam kurun waktu tertentu.  Ia (sandal) harus mengalami aus karena gesekan dengan tanah.

Di mata sandal, “Setiap detik adalah final bagi kehidupan.” Filosofi ini mau menjunjung tinggi telapak kaki sang tuan tanpa perlu kompromi. Hidupnya sandal adalah final dan dedikasinya tanpa mengenal waktu.  Baginya waktu bukanlah uang tetapi waktu baginya adalah untuk telapak kaki sang tuan. Pertarungan sandal adalah sebuah pertarungan di batas ruang dan waktu. Dedikasi sandal pada sang tuan, merupakan dedikasi sepanjang waktu sampai dirinya aus dibuang oleh sang tuan. “Habis manis sepah dibuang.” Ini merupakan adagium klasik tetapi tetap memberi makna pada sandal yang terlihat berguna pada  masa masih terlihat bagus dan siap disingkirkan sewaktu-waktu jika aus dan tentunya sesuai selera sang tuan.

Ia (sandal) menyadari bahwa kelekatan telapak kaki sang tuan dengan dirinya bukanlah relasi mutualistik tetapi semata-mata karena dedikasi purna waktu tanpa imbalan. Berkorban untuk orang lain, itulah filosofi hidup sandal jepit. Kehidupannya tidak berbeda jauh dengan kehidupan sebatang lilin yang harus bernyala untuk mengusir kegelapan dan pada akhirnya lilin pun membakar diri demi mereka yang tidak mau berada dalam kegelapan

Kisah hidup sandal adalah kisah korban yang tak pernah selesai diurai. Walau  posisinya sebagai korban untuk siap diinjak, sandal selalu menunjukkan kesetiaan tanpa mengenal lelah. Ia hadir untuk menyanggah telapak sang tuan dan demi “raga yang lain.” ***
(Valery Kopong)

 

Posting Komentar

1 Komentar