Ketika diminta oleh Ibu Vera, koordinator BIR (Bina Iman
Remaja) Gereja Gregorius sebagai pemateri dalam acara temu BIR secara daring.
Atas permintaan itu, saya langsung menyanggupinya. Tema yang disodorkan adalah
“Maria Bunda Allah.” Bagi saya, tema ini terkesan sederhana dan bertepatan
dengan bulan Maria maka cocok dibicarakan bersama dengan anak-anak remaja yang
sedang mencari jati diri. Dalam proses persiapan materi ini cukup menyita waktu
karena persoalan tentang gelar Maria sebagai Bunda Allah bukanlah persoalan
sederhana tetapi dalam sejarah perjalanan Gereja, justeru gelar ini mendapat
pertentangan terutama oleh aliran Nestorian.
Mengapa aliran Nestorian ini menentang gelar ini? Karena bagi para penganut Nestorian, Maria hanya melahirkan Yesus maka lebih tepat kalau dikatakan sebagai Bunda Kristus. Pandangan ini mengacu pada konsep Christotokos. Namun dalam pandangan Theotokos, Bunda Maria pantas diberi gelar Bunda Allah dengan mengacu pada teks Injil Lukas1: 35. “Seruan Elisabet itu menegaskan kata-kata Malaikat Gabriel kepada Maria: “Sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” Gelar Maria sebagai Bunda Allah ditetapkan pada konsili Efesus dengan juga mangacu pada ajaran uskup Cyrillus dari Yerusalem. Gelar ini mengacu pada konsep theotokos, Bunda Allah, sebuah gelar yang diberikan pada Bunda Maria karena melahirkan Yesus, Sang Putera Allah. Ajaran St. Cyril dari Yerusalem (350) menegaskan bahwa “Banyaklah saksi sejati tentang Kristus. Allah Bapa memberi kesaksian tentang Putera-Nya dari Surga, Roh Kudus turun dengan mengambil rupa seperti burung merpati: Penghulu malaikat memberikan kabar gembira kepada Maria: Perawan Bunda Allah memberikan kesaksian …..” ((St. Cyril dari Jerusalem, Catechetical Lectures, X:19 – c. A.D. 350))
Gelar lain juga diberikan kepada Bunda Maria, yakni sebagai
“Tabut Perjanjian.” Dalam Perjanjian Lama, kita tahu bahwa Tabut Perjanjian itu
begitu berharga di mata bangsa Israel. Dalam Tabut Perjanjian itu, berisikan:
roti manna, tongkat Harun dan dua loh batu. Bunda Maria, mengandung dan
melahirkan Yesus sebagai roti hidup. Roti hidup yang diperkenalkan oleh Yesus
berbeda dengan roti manna yang diberikan Allah kepada bangsa Israel selama 40
mengembara di padang gurun sebelum
mencapai tanah Kanaan. Roti manna hanya memberikan kekenyangan sesaat tetapi
roti hidup yang adalah Kristus sendiri, memberikan jaminan untuk hidup kekal. “Akulah
roti hidup yang telah turun dari surga. Barang siapa minum darah-Ku dan makan
dagingKu, ia memperoleh hidup yang kekal.”
Yesus telah mengorbankan diri-Nya untuk manusia merupakan pengorbanan
diri secara utuh. Bunda Maria juga menunjukkan ketaatan-Nya pada Allah, seperti
bangsa yang taat dan hidup teratur karena dituntun oleh sepuluh perintah Allah
yang termuat pada dua loh batu. Bunda Maria juga melahirkan Sang Imam Agung,
Yesus Kristus, yang menuntun kawan domba-Nya dengan tongkat kegembalaan.
Kita bisa belajar dari Maria yang berani mengambil bagian
dalam karya keselamatan. “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut
perkataan-Mu.” Maria menaruh harap dan berpasrah pada kehendak Allah. Ia berani
menjawab “ya” atas tawaran Allah untuk menjadi Ibu Tuhan dan tidak memikirkan
segala resiko yang akan ditanggungnya. “Semua perkara kutanggung dalam Dia.”
*** (Valery Kopong)
0 Komentar