Ketika melihat aktivitas warga
menjelang Lebaran, tidak hanya momentum puasa yang menjadi sorotan tetapi lebih
dari itu, membangun kerinduan untuk pulang kampung (mudik) seperti yang
dilakukan pada tahun-tahun sebelum diterpa pandemi ini. Pemerintah secara resmi
melarang mudik pada Lebaran di tahun 2021 ini. Memang berat memutuskan untuk
tidak terlaksananya mudik ini karena dua tahun berturut-turut, pemerintah masih
menghimbau agar gerakan mudik ditunda. Ada pro dan kontra yang muncul dalam
perdebatan, tidak hanya dalam perdebatan secara offline tetapi juga perdebatan
di dunia maya. Bisa dipahami dari debat atas nama kerinduan pulang kampung
karena mudik menjadi sebuah tradisi yang melekat dan bahkan telah mendarah
daging.
Di masa pandemi ini dengan terpaan virus corona gelombang kedua yang mematikan itu, mudik perlu dimaknai secara baru. Mudik dalam konteks hari ini bukanlah perjalanan pulang secara ragawi tetapi dipahami dalam gerakan spirit untuk membangun kepedulian dengan menahan diri di rumah. Mudik dalam genggaman spirit keberimanan, disadari sebagai gerakan pembebasan untuk diri dan orang lain. Dengan ada di rumah masing-masing dan bertahan dalam gerak keprihatinan atas pandemi ini, mudik memberi makna untuk mengekang penyebaran dan mudik itu sendiri membawa manfaat bagi orang banyak.
Bagaimana bisa menjalin silahturahmi dengan keluarga yang jauh? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan penting dan menjadi esensi utama dalam gerakan mudik fisik yang dilakoni pada tahun-tahun sebelum adanya virus corona ini. Untuk bisa menjawabi kerinduan terbesar untuk ada dan saling menyapa satu sama lain, sangat dianjurkan supaya relasi untuk menghubungkan dengan keluarga yang berada di kampung melalui virtual. Kecanggihan teknologi memberikan peluang bagi kita untuk mudik secara daring dan saling menyapa dalam terang persaudaraan satu sama lain. Membangun nilai persaudaraan di balik mudik virtual ini tidak menghilangkan kesejatian nilai persaudaraan. Dalam momentum dunia yang mencekam karena adanya persoalan virus corona yang tidak tahu, kapan selesainya ini, perlahan dan pasti bahwa para pemudik virtual untuk memahami bangunan persahabatan secara daring yang tidak kalah pentingnya dengan jalinan silahturahmi secara langsung.
Apa esensi mudik bagi para pemudik di saat Lebaran? Mudik menjadi momentum berkumpul untuk merayakan hari raya Idul Fitri. Mudik menjadi bagian penting untuk “menarik diri” dari keramaian dan masuk dalam suasana hening “sungkeman.” Mudik untuk kemudian ada bersama dengan anggota keluarga menjadi moment yang dinantikan karena hanya melalui itu, nilai-nilai penting yang selama ini rapuh, bisa dipulihkan kembali dalam terang semangat baru. Mudik membangun ingatan personal tentang suasana desa dan tentunya ingat akan rumah yang memberikan begitu banyak kenangan nostalgik. Mudik juga menjadi sarana rohani untuk membangun kenangan masa lampau bersama dengan orang-orang yang dikasihi. Di sini bisa dipahami bahwa mudik sepertinya menyatukan tiga dimensi waktu, yakni masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Masa lalu ketika seseorang dibesarkan dalam lingkup keluarga, ia tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak dan merasa bahwa akarnya nilai-nilai hidup tertanam kuat di rumah itu.
Sumber foto: www.kompas.com
Rumah dan kampung halaman menjadi
“pemantik” untuk mengenang masa lampau yang penuh dengan suka dan duka. Kini,
dalam kondisi yang tidak memungkinkan kita untuk berjumpa secara langsung
dengan anggota keluarga, ingatan kita akan kampung halaman dan kenangan masa
lampau tetap tergurat pada ingatan para pemudik. Konsep pemudik masa kini harus
membangun “rumah imajinasi” sebagai ruang perjumpaan dengan mereka yang
disayangi. Rumah imajinasi tidak lain adalah rumah virtual yang disorot oleh
peralatan teknologi sebagai upaya mudik virtual dan sekaligus membangun
kenangan kembali di momentum Lebaran tahun ini. Walaupun pemerintah telah
berupaya untuk menghimbau agar tidak mudik demi keselamatan umat dari terpaan
virus corona, namun banyak pemudik juga menerobos demi menggapai kampung
halaman. Selamat Idul Fitri bagi yang merayakan.***(Valery Kopong)
0 Komentar