Di atas meja kerja para guru itu ada “celengan bambu,” yang terbuat dari
aluminium. Pada pinggiran celengan itu tertulis sejarah awal munculnya gagasan “celengan
bambu,” yakni tahun 1966 dengan pendirinya Tzu Chi, Master Cheng Yen. Gagasan sederhana tetapi
memberikan kontribusi yang begitu besar dalam pelbagai bidang kehidupan. Dengan
celengan bambu itu, setiap guru dan murid-murid diminta untuk menyisihkan
recehan dan memasukannya dalam celengan itu. Memang, cara ini terlihat
sederhana tetapi dampak dari terkumpulnya uang itu bisa dimanfaatkan untuk
membantu orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup.
Ketika setiap hari berhadapan dengan celengan bambu itu, saya sepertinya diingatkan untuk berbuat baik kepada orang lain dengan cara sederhana, yakni memasukan uang recehan ke dalam celengan itu. “Dana Kecil – Amal Besar,” demikianlah tulisan yang terpampang pada dinding celengan itu. Danaku kecil karena aku berasal dari keluarga sederhana. Dana kecil mengingatkan aku akan tindakan kecil, yang mungkin di mata publik tidak diperhitungkan tetapi dana kecil bisa menopang proyek-proyek kemanusiaan jika ada gerakan bersama untuk saling bahu-membahu, dalam menyisihkan sedikit rezeki dan memasukannya dalam celengan itu.
“Celengan bambu” telah mengajarkan banyak hal tentang ketulusan dan keiklasan dalam berbagi. Celengan bambu juga mengingatkanku untuk bertindak kapan pun, dan tidak harus berbuat baik hanya pada saat menjadi orang kaya. Sekecil apa pun pemberianmu bisa mengubah hidup orang lain. Memang, celengan bambu adalah sebuah gerakan bersama, gerakan berpihak dan gerakan yang mengedepankan nilai kemanusiaan yang utuh. Celengan bambu ini nantinya setiap tiga bulan akan dikumpulkan dan bisa dibayangkan, berapa uang yang terkumpul? Uang yang terkumpul pasti banyak karena dilakukan dalam gerakan bersama.
Beberapa waktu yang lalu, sempat terlihat pada layar kaca tentang kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Budha Tzu Chi. Apa yang dilakukan untuk mengatasi kemanusiaan yang terkoyak sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka terhadap para tangan yang telah mendonasikan dana kecil pada celengan bambu itu. Danaku memang kecil dan mungkin tidak berarti di mata dunia tetapi jika dikelola untuk kepentingan kemanusiaan, ada rasa lega dan berani mengatakan bahwa “aku juga menjadi bagian dari aksi kemanusiaan.” Celengan bambu telah mengetuk “celengan hati” untuk berbuat baik. Hanya dengan berbuat dan berbagi kepada orang lain, kehidupan yang dijalani ini menjadi bermakna.***(Valery Kopong)
0 Komentar