Unordered List

6/recent/ticker-posts

Air Kehidupan

 

Beberapa minggu yang lalu, saya coba membaca kembali sebuah buku lama yang ditulis oleh G.P.Sindhunata, SJ. Judul buku, “Air Penghidupan” (Peziarahan Mencari Diri). Isi buku ini bertolak dari pengalaman religus dalam konteks Jawa dengan iman Kristiani. Refleksi itu bertolak dari perjumpaan dengan mereka yang kecil, miskin dan sederhana. Refleksi filosofis-teologis dengan mengedepankan sumur sebagai pusat  perjumpaan orang-orang yang menimbah air. Pengalaman pribadi Romo Sindhunata dan refleksi terdalam tentang Bunda Maria dan air kehidupan, menjernihkan pemikiran para pembaca, walaupun untuk memahami isi buku itu begitu sulit.

Sebagai manusia sekaligus sebagai peziarah hidup ini, perlu mencari sumber air kehidupan agar dahaga yang dialami di tengah terik matahari itu bisa terhapus. Air dan kehidupan manusia tidak terpisahkan antara satu dengan yang lain. Tanpa air, kehidupan di sekitar menjadi kerontang dan tidak menawarkan kehidupan itu berlanjut. Air menjadi sumber utama untuk kebutuhan hidup manusia dan juga kebutuhan untuk makhluk ciptaan yang lain. Air memberikan harapan dan dengan air pula setiap makhluk hidup itu bisa bertahan dalam proses peziarahan hidup ini.  

Kisah sederhana yang tercurah dalam buku itu, memberikan kedahagaan tersendiri bagi setiap insan untuk selalu mencari dan terus mencari. Sumur air yang menjadi pusat refleksi mengingatkan kita bahwa hidup ini perlu dimaknai secara baru dan bahkan perlu disegarkan agar seperti air sumur yang selalu menyediakan air dalam setiap musim. Membaca kisah air sumur dengan mengambil latar di lereng Merapi-yogyakarta, mengingatkan kita akan pengalaman perjumpaan Yesus dengan seorang perempuan Samaria. Kisah pertemuan itu menjadi menarik karena Yesus bertemu dengan seorang perempuan yang berasal dari Samaria, yang di mata orang Yahudi, masyarakat Samaria adalah masyarakat kelas dua.  

Pertemuan antara Yesus dan seorang perempuan Samaria di tepi sumur air, seakan memberikan penyegaran pemahaman baru akan orang-orang Samaria. Bahwa selama ini orang-orang Yahudi, gengsinya menjadi turun ketika berjumpa dan bergaul dengan orang-orang Samaria tetapi dalam perjumpaan itu, Yesus mendobrak sebuah pemahaman yang keliru itu. Yesus menempatkan martabat manusia yang  jauh lebih penting daripada pemahaman orang-orang Yahudi.

Pada momentum berharga itu, Yesus juga memperkenalkan diri sebagai “air kehidupan” dan barangsiapa yang datang pada-Nya tidak akan haus lagi. Yesus mengambil inspirasi sumur air, dan menawarkan diri sebagai air kehidupan, tempat semua orang mencari diri-Nya sebagai penawar dahaga yang abadi.  Yesus memang orang sangat peka terhadap situasi dan bahkan mengambil hai-hal sederhana, termasuk sumur air, sebagai bahan untuk berefleksi dan juga sebagai media untuk memahami siapa diri-Nya.

Mendalami kisah sumur air dan memperhadapkan dengan kehidupan nyata, mengingatkan kita akan sebuah proses untuk mencari dan menemukan sumber air yang memberi kesegaran. Bahwa sumur yang mengandung air, tidak dengan mudah untuk ditemukan tetapi justeru melalui sebuah proses panjang. Ada usaha para penggali sumur, dari hari ke hari menggali dan terus menggali, sampai pada titik tertentu, para penggali bisa menentukan di mana dasar sumber air itu. Pengalaman para penggali sumur itu juga mengingatkan kita bahwa untuk menemukan makna hidup yang sebenarnya, kita ha
rus membenamkan diri dalam terang refleksi iman seperti para penggali sumur yang
 tidak pernah takut memasuki perut bumi untuk mencari air kehidupan itu.  Namun terkadang, dalam proses mencari makna terdalam tentang kehidupan itu, kita lelah dan sulit menemukan arti hidup itu, seperti “menggali sumur tanpa dasar, “ sebuah proses pencarian yang tidak pernah selesai.***(Valery Kopong)    

 

Posting Komentar

0 Komentar