JAKARTA, GIS-- – Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si mengeritik keras keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memotong alokasi bantuan aspirasi budidaya ikan air tawar sistem bioflok tahun 2021. Menurut politisi muda yang akrab disapa Ansy Lema itu, KKP seharusnya memprioritaskan bantuan konkrit kepada rakyat pembudidaya ikan dan nelayan di tengah pandemi, bukan sebaliknya.
Berdasarkan informasi dari KKP, KKP kembali mengalami refocusing
anggaran karena situasi covid-19. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB)
yang memberikan bantuan bioflok, yang pada awalnya terkena refocusing menjadi
Rp 455 miliar, kemudian mengalami pengurangan anggaran lagi menjadi Rp 423
miliar.
Artinya, terdapat pengurangan anggaran DJPB sebesar Rp 32 miliar.
Akibat dari pengurangan ini, alokasi bantuan bioflok berkurang 50% dari volume
sebelumnya.
“Baru saja saya mendapat info bahwa KKP telah memotong alokasi
bantuan bioflok menjadi setengah. Alokasi bantuan aspirasi bioflok tiap anggota
yang semula empat paket, berkurang menjadi dua paket. Mengapa harus dipotong?
Bantuan bioflok adalah bantuan langsung untuk rakyat pembudidaya ikan tawar,
selain tepat sasaran juga lebih pasti dalam hal penyerapan anggaran, juga memberi
manfaat langsung untuk rakyat,” tegas Ansy Lema di Jakarta, Senin (19/7/2021).
Jangan Potong Bantuan untuk
Rakyat
Ansy membantah tegas alasan realokasi anggaran dan refocusing
kegiatan yang dijadikan alasan KKP untuk memotong alokasi bantuan untuk rakyat.
Saat ini pembudidaya ikan air tawar dan nelayan sangat terpukul karena pandemi.
Karena itu, realokasi anggaran dan refocusing kegiatan bertujuan untuk membantu
rakyat secara tepat, cepat, dan langsung di tengah pandemi. Bantuan bioflok
memberikan keuntungan ekonomis kepada kelompok pembudidaya penerima bantuan,
dan konsumsi sehat masyarakat untuk meningkatkan imunitas tubuh di tengah
pandemi.
“Jangan sampai dengan alasan realokasi dan refocusing, KKP
memotong program konkrit buat rakyat, para pembudidaya atau nelayan kecil, dan
tetap melanjutkan program-program skala besar yang tidak langsung manfaatnya
dirasakan rakyat. Mestinya, krisis pandemi membutuhkan kerja nyata untuk
membantu rakyat, bukan sebaliknya,” jelas Ansy.
Ansy menginformasikan, Rapat Badan Anggaran DPR RI telah
memutuskan bahwa realokasi anggaran dan refocusing kegiatan menyasar pada
perjalanan dinas, biaya rapat dan konsumsi, biaya operasioanal kantor dan
rehabilitasi, biaya honor, dan lain-lain, bukan pemotongan anggaran untuk rakyat.
Justru di saat pandemi seperti saat ini, keberpihakan pada rakyat harus semakin
diperlihatkan. Ansy mendesak KKP menyisir ulang kebijakan realokasi anggaran
dan refocusing kegiatan agar tetap bisa memprioritaskan bantuan bagi rakyat.
“Herannya kebijakan pemotongan alokasi bantuan dilakukan saat
reses, sehingga DPR RI tidak dapat melakukan pengawasan langsung. Maka demi
keberpihakan dan keadilan bagi rakyat pembudidaya ikan, KKP harus tetap
mempertahankan alokasi bioflok, bahkan menambah. Batalkan pemotongan alokasi
bantuan bioflok! Karena ketika saya turun menjumpai masyarakat, mereka sangat
merasakan manfaat dan mengharapkan bantuan budidaya ikan ini,” kata Ansy.
Bantuan Bioflok di NTT
Ansy menceritakan, pada 2020 tiga kelompok penerima bantuan bioflok
di NTT hasil kerja sama dirinya dengan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
KKP telah sukses mengembangkan perikanan budidaya air tawar. Saat ini mereka
telah dua kali memanen bantuan ikan lele untuk dikonsumsi dan dipasarkan kepada
konsumen. Karena kesuksesan tersebut, maka pada tahun 2021, ia telah bekerja
sama dengan KKP untuk mempersiapkan Calon Penerima Calon Lokasi (CPCL) untuk
empat kelompok. Tiba-tiba KKP secara sepihak memotong alokasi bantuan tersebut
menjadi dua paket.
“Bisa dibayangkan betapa kecewanya kelompok calon penerima bantuan
bioflok. Mereka sudah susah payah menyiapkan semua persyaratan, namun
dibatalkan. Dampaknya, anggota DPR dianghap menipu rakyat. Padahal, pemotongan
itu dilakukan setelah pengurusan berbagai persyaratan dipenuhi dan anggota DPR
hanya diinfokan melalui WA. Mengapa tidak disampaikan saat rapat? Bukankah
sudah dibahas saat rapat? Jelas ini memukul semangat kelompok pembudidaya untuk
mengembangkan perikanan air tawar,” tegas Ansy.
Pemotongan anggaran ini mengingatkan Ansy perihal gagal cair
bantuan KKP tahun 2020 lalu. Saat itu, dari 25 kelompok budidaya di NTT yang
akan mendapat bantuan bibit ikan, faktanya KKP hanya merealisasikan bantuan
kepada 6 kelompok. Alasan KKP saat itu, gagal cair karena penolakan pembayaran
dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Kementerian Keuangan. 19
kelompok pun batal menerima bantuan tersebut.
“Padahal, kelompok budidaya di NTT tersebut sudah berjuang sekuat
tenaga untuk memenuhi persyaratan teknis dan sudah membuat buku rekening.
Ironis, mereka tidak mendapat bantuan tersebut,” ungkap Ansy.
Ansy mendesak KKP untuk memprioritaskan berbagai jenis bantuan pro
rakyat, seperti bantuan bioflok karena dapat menolong masyarakat di tengah
pandemi. Selain harus menyasar kepada rakyat, realokasi anggaran dan refocusing
kegiatan harus dilakukan secara profesional, matang dan transparan agar tidak
terjadi kebijakan kontraproduktif di tengah pandemi. Dalam ruang yang terbuka,
kebijakan terkait rakyat akan mudah dirumuskan, diperjuangkan, dan dihasilkan.
“Prinsip pandemi saat ini realokasi dan refocusing harus menyasar
rakyat, bukan menjauh dari rakyat. Di sini KKP harus secara terbuka menerima
masukan agar program-program pro rakyat, terutama kepada pembudidaya air tawar
dan nelayan tangkap menjadi nafas utama dalam setiap kebijakan di tengah
pandemi,” tutupnya.* (Konrad R Mangu)
0 Komentar