Unordered List

6/recent/ticker-posts

Logos

 

Beberapa hari yang lalu, saya sempat menelpon bapak saya yang ada di kampung Gelong, sebuah kampung yang terpencil, jauh dari jangkauan sinyal. Setelah lama mengobrol melaui video call WhatsApp, saya meminta agar Bapak mendoakan kami yang masih berada di perantauan agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit Covid yang sedang mengintai masyarakat ini. Ketika saya meminta doa dan restu “lewo tanah,” bapak saya mengatakan bahwa “tite ata Adonara, matayet sembarang hala. Tite moritet di koda, matayet di koda.” (Terjemahan: Kita orang Adonara, meninggal tidak sembarangan. Kita hidup karena sabda dan meninggal juga karena sabda). Memang, sabda menjadi sebuah kekuatan dan menopang dalam hidup setiap manusia.  

Koda, sabda yang dikatakan oleh bapak saya sebagai orang kampung dengan pemahaman berdasarkan teologi akar rumput, mengingatkan kita tentang sabda yang memiliki kekuatan melampaui dunia ini. Dalam Perjanjian Lama, kita diingatkan tentang bagaimana kisah penciptaan manusia. Allah bersabda maka segala sesuatu dijadikan-Nya. Dalam proses penciptaan dunia ini, Allah berperan sendiri untuk merancang dan menata  alam semesta ini hanya melalui sabda. Kekuatan sabda menghadirkan segalanya di dunia ini dan melalui sabda juga, alur gerak alam mengikuti kekuatan sabda yang keluar dari mulut Allah sendiri. Allah hanya berfirman (bersabda) maka jadilah terang dan terang itu jadi. Menelusuri kekuatan sabda / firman Allah ini dalam gerak laku dalam kisah penciptaan alam semesta dan manusia, seakan menghentakkan kesadaran kita bahwa sabda itu mengubah segala sesuatu bahkan menghadirkan segala sesuatu yang sebelumnya tidak ada.

Firman, Sabda itu mendapat kepenuhannya dalam Perjanjian Baru, terutama dalam peristiwa inkarnasi. Dalam prolog Injil Yohanes, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya.

Prolog Injil Yohanes yang sulit dipahami karena kedalaman makna teologinya, dilihat juga sebagai sebuah madah meriah yang mau melukiskan Putra Allah yang disebut sebagai LOGOS, artinya Sabda. Sabda yang menjelma menjadi manusia itu, yakni Yesus Kristus yang datang sebagai penyelamat dan menghalau kegelapan dosa dengan membawa terang abadi. Sang Logos itu datang dalam bentuk bayi yang lemah dan dilahirkan dalam kandang hewan, sebuah keputusan untuk ada bersama dengan manusia dan anti kemapanan. Logos itu berpihak pada manusia dan berani menerobos kegelapan dosa itu dan berani menawarkan jalan keselamatan itu melalui jalan sengsara yang harus dilaluinya.


Kisah perjalanan logos yang menjelma menjadi manusia, dalam warta dan karya-Nya di dunia ini memperlihatkan kesesuaian antara kata-kata dan diperkuat dengan tindakannya. Sabda-Nya memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia menghardik angin ribut dan menenangkan laut dan alam pun tunduk pada kuasa sabda-Nya. Dengan sabda pula Ia memulihkan orang-orang sakit dan bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal. Allah yang dulu dirasakan sebagai Allah transenden, tetapi melalui peristiwa inkarnasi itu, di mana LOGOS, sabda itu menjelma menjadi manusia maka kita mengalami Allah yang imanen, Allah berada dekat dengan manusia dan  berpihaknya melalui Yesus Putera-Nya. KODA, LOGOS, SABDA memiliki kekuatan yang sulit dicerna oleh ratio manusia.***(Valery Kopong)

 

 

Posting Komentar

0 Komentar