Hari Sabat adalah hari untuk Tuhan. Dalam konteks hukum
Taurat, hari Sabat mendapat tempat terpenting dan mempengaruhi seluruh
aktivitas orang-orang Yahudi. Segala kegiatan ditiadakan, termasuk menolong
orang pada hari Sabat. Pemahaman yang sangat kaku ini sepertinya melekat dalam
benak orang-orang Yahudi yang menempatkan Sabat sebagai hari yang sangat
penting dan siapa pun yang melanggar aturan di hari Sabat, pasti mendapat
kecaman dari para kelompok oposisi. Menjadi pertanyaan penting bagi kita adalah
apakah pemberlakuan aturan hari Sabat untuk kepentingan Allah ataukah memang
menjadi celah untuk menjerat masyarakat pelanggar?
Jika dilihat dalam sepak terjang kehidupan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, kita melihat bahwa penerapan hukum Taurat secara kaku, terutama pemberlakuan hari Sabat. Hari Sabat dan segala ketentuan yang diberlakukan itu, terkesan melampaui segala-galanya dan pasti bahwa Sabat telah menjadi alat untuk menjerat para pelanggar, sekaligus juga terjadi dehumanisasi. Sabat memang sebuah aturan tetapi aturan itu dibuat untuk kepentingan manusia dan karena itu, pemberlakuan hari Sabat dengan segala aturan yang ketat mestinya bertindak untuk berpihak pada kepentingan umum.
Dalam Injil Matius 12: 1-8, Yesus bersoal jawab dengan orang-orang Farisi, yang mengedepankan apa yang dilakukan oleh para murid Yesus di hari Sabat, yang menurut orang Farisi, tindakan para murid Yesus itu melanggar aturan Sabat. Namun Yesus dengan cerdas memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh Daud, maupun juga para imam lain. Apa yang dikatakan oleh Yesus tidak sekedar membungkam mulut para ahli Taurat dan orang Farisi tetapi juga mau mengatakan bahwa para pemangku kepentingan dan penjaga hukum Taurat juga berbuat salah, hanya tidak dihukum. Sementara itu, jika masyarakat biasa melanggar aturan hari Sabat maka hukum Taurat seolah memberikan penekanan yang lebih bahkan berlebihan.
Yesus sebagai orang Yahudi tentu paham tentang
aturan yang ada dalam hukum Taurat dan bagaimana menerjemahkan hukum itu dalam
kehidupan sehari-hari. Keberadaan hukum Taurat,
mestinya menjadi payung hukum bersama untuk mengatur segala hal yang berkaitan
dengan gerak laku masyarakat. Hukum atau aturan mestinya menjadi pengayom agar
dalam menjalankan hidup yang sesuai aturan, setiap orang merasa enjoy, tidak
berada dalam tekanan hidup. Barangkali hal ini berbeda dengan apa yang
ditampilkan dalam masyarakat Yahudi, di mana hukum Taurat ditafsir secara
berbeda bahkan salah dalam penerapannya. Hukum Taurat terutama yang berbicara
tentang hari Sabat, seakan jauh dari sentuhan kemanusiaan karena ketika melihat
apa yang dilakukan oleh para penjaga hukum Taurat, mereka memberikan tekanan yang luar biasa pada
para pelanggar. Hukum Taurat sudah menjadi alat kepentingan para “ahli surga”
untuk melegitimasi diri sebagai orang benar dan masyarakat umum sepertinya
tidak tahu apa-apa dengan hukum, karena itu para pelanggar sepertinya tidak
berdaya di hadapan mereka yang pandai berbicara tentang Sabat. Sabat di mata
Yesus harus diperbaiki karena “Sabat” bukan dijadikan sebagai alat untuk
menekan orang lain tetapi menjadikan orang
lain sebagai “Sahabat di hari Sabat,” karena Yesus lebih menekankan aspek
kemanusiaan dengan menolong orang lain di hari Sabat itu.***(Valery Kopong)
0 Komentar