Unordered List

6/recent/ticker-posts

Tukang Kritik

 


Beberapa hari terakhir ini, di media sosial ramai diperbincangkan tentang “meme” yang dibuat dan disebarkan oleh BEM UI. “Meme adalah ide, perilaku atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang dalam sebuah budaya. Meme merupakan neologisme yang diciptakan oleh Richard Dawkins.” Dalam masyarakat yang melek teknologi dan media sosial, kehadiran “meme” menarik perhatian publik. Meme yang sederhana, mirip virus yang bisa menyebar dalam masyarakat biasa maupun masyarakat akademik. Pada meme itu, terpampang foto Presiden Republik Indonesia dan di atasnya tertulis “The King of lip servis.” Kehadiran “meme” ini  membuka ruang perdebatan di media sosial, Ada sebagian masyarakat yang tidak setuju dengan julukan presiden Indonesia dan ada pula yang mendukung apa yang digagas oleh BEM UI.

 

Banyak perdebatan yang muncul, apakah julukan terhadap presiden yang disematkan oleh BEM itu merupakan sebuah kritik atau hanya sekedar nyinyir? Jika kritik yang baik ditujukan pada presiden, mestinya dilandasi pelbagai fakta pendukung dan pada akhirnya memberikan tawaran sebagai jalan solutif terhadap sebuah permasalahan yang sedang dihadapi. Bila merujuk pada “meme” yang beredar luas itu, bagi penulis, itu hanya nyinyir dan kemunculan meme itu memiliki muatan politik tertentu. Meme itu sekedar hadir pada ruang terbuka dan menyulut perhatian publik. Namun publik yang cerdas tidak memandang meme itu sebagai sebuah kritik yang membangun, melainkan sebagai “virus” yang muncul dan mencari media yang tepat untuk bertahan hidup.

 

Tentang kritik, penulis teringat akan Widji Thukul, seorang sastrawan dan aktivis hak asasi manusia. Widji Thukul yang bernama asli Widji Widodo, selalu memberikan kritik pada pemerintahan Orde Baru dengan puisi-puisi bernapaskan kritik sosial. Puisi itu memang lahir dari kesunyian namun rekaman pengamatan atas ketimpangan sosial saat itu terjadi, mengasah nurani seorang Widji Thukul untuk memberikan kritik pada pemerintahan Orde Baru yang dinilai sebagai pemerintahan yang otoriter. Ia pada akhirnya diculik dan sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya. Widji Thukul adalah potret kepolosan seorang penyair dan memberikan kritik-kritik sosial sebagai cara untuk membaharui situasi. Namun di balik kritik yang pedas itu, ia harus menerima resiko, diculik dan entah di mana keberadaannya.  

 

Hidup di alam demokrasi, kritik menjadi penting karena dengan kritik yang dilontarkan pada pemerintah, memberikan “warning” tentang kebijakan  apa yang mungkin sudah dilakukan namun belum mengena pada sasaran dan juga janji-janji politik yang belum dituntaskan. Kritik yang terbuka dan positif, sepertinya memberikan energi  baru pada para pemegang tampuk pemerintahan agar lebih waspada dalam menjalani roda pemerintahan sesuai dengan “rel kebijakan” yang sudah di atur dalam undang-undang.  

 

Tukang-tukang kritik, tidak hanya hidup pada zaman ini tetapi dalam pengalaman masa lampau, di masa hidupnya Yesus, tukang-tukang kritik juga sudah muncul. Ketika Yesus mewartakan tentang Kerajaan Allah melalui kata dan tindakan-Nya, kelompok-kelompok yang menjadi oposisi (penentang) selalu memberikan kritik. Sebagai contoh, ketika Ia (Yesus) menolong orang pada hari Sabat, juga ditentang oleh kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat yang berpegang teguh pada hukum Taurat di mana tidak diperbolehkan untuk menolong orang pada hari Sabat. Namun kritik yang dilontarkan itu tidak menyurutkan nyali-Nya untuk tetap berbuat baik karena pada prinsipnya, Yesus mau mengangkat kemanusiaan yang terkoyak di mata hukum yang kaku itu. Kritik yang lancarkan oleh kelompok-kelompok oposisi, namun sang pengeritik disadarkan oleh tindakan Yesus yang berpihak pada kebenaran Allah. Kritik itu penting  karena hanya dengan kritikan itu, semua mata kita tertuju pada sebuah persoalan yang dibidik dan pada akhirnya publik bisa menilai, mana kritik yang konstruktif dan mana kritik yang destruktif. Namun dalam memberikan kritik, resiko terhadap  si tukang kritik menjadi taruhan.***(Valery Kopong)

Posting Komentar

0 Komentar