Ketika melihat sebuah pertandingan bola, para pemain dari masing-masing kesebelasan biasanya berdoa di lapangan hijau sesuai dengan agamanya. Ada yang berdoa secara diam-diam dan membatin tetapi ada pula yang berdoa dengan memperlihatkan identas agama tertentu. Dalam sebuah anekdot, dikisahkan bahwa suatu waktu, Yesus menonton bola. Dua klub bola yang hendak bertanding, semuanya Katolik. Masing-masing pemain menandai diri mereka dengan tanda salib sebagai tanda kemenangan Kristus. Melihat identas agama yang dianut dan dibuatnya tanda salib, Yesus pun bingung. Yesus yang hadir dalam pertandingan bola dan menonton itu dibuatnya bingung karena membawa nama-Nya dalam arena bola dan berharap agar Yesus merestui kemenangan pada masing-masing klub yang juga menandai dirinya dengan tanda salib, sebelum berlaga di medan pertandingan. Terlihat Yesus yang juga sedang menonton bola itu tidak memberikan reaksi apapun.
Dengan duduk diam sebagai penonton,
Yesus selalu memantau pergerakan bola dan strategi bermain bagi para pemain.
Selang beberapa menit, ada kebobolan gawang yang dilakukan oleh lawannya. Yesus
berdiri dan tepuk tangan atas score yang baru dicetak itu. Tak lama kemudian,
klub yang barusan kebobolan itu, juga membalas dengan membobolkan gawang lawan sehingga kedudukan menjadi 1-1. Melihat
keberhasilan tendangan menerobos gawang itu, Yesus pun berdiri dan tepuk
tangan. Semua penonton bingung dan bertanya, kesebelasan mana yang menjadi
favorit-Nya? Kedua kesebelasan yang bertarung di lapangan hijau itu juga
sama-sama mengandalkan Tuhan karena itu Tuhan yang hadir menjadi bingung.
Ceritera anekdot di atas menunjukkan kepada kita bahwa dalam setiap kesempatan, kita melibatkan Tuhan. Tanda salib sebagai tanda kemenangan Kristus tidak sekedar menjadi ciri yang memperlihatkan identitas kekatolikan tetapi lebih dari itu membahasakan sebuah ketergantungan pada penyelenggaraan Ilahi. Dalam anekdot itu pula, memperlihatkan cara pandang Yesus sangat netral dan tak bisa digiring atau bahkan disogok oleh manusia. Kedua kesebelasan yang memperlihatkan kebolehan dengan membobolkan gawang, membuat Yesus sebagai penonton itu pun senyum bahkan mengapresiasi dengan tepukan tangan.
Yesus berdiri pada titik tengah untuk menunjukkan bahwa Ia tidak memihak siapa-siapa dalam pertandingan itu. Pertandingan bola itu tidak hanya mengandalkan Tuhan untuk terlibat dan berpihak tetapi lebih dari itu juga ada peran keseimbangan dari bobot para pemain dalam membangun strategi untuk bisa mematahkan lawan. Permainan bola yang diperlihatkan, mengedepankan seni dalam bermain sehingga bisa menarik minat para penonton yang hadir.
Anekdot di atas sebagai ilustrasi sekaligus memberikan pemahaman yang utuh dalam memaknai hidup ini. Hidup ini juga tidak lebih sebagai sebuah permainan. Masing-masing kita memiliki peran tersendiri dan melalui peran itu, sang pemain memperlihatkan kebolehan dalam batasan-batasan yang wajar sesuai aturan permainan. Dalam hidup beriman, Kristus menjadi pusat perhatian kita. Jika iman kita dibangun secara kokoh maka kita tetap berakar pada Kristus agar kita tak mudah goyah bila mendapatkan kesulitan hidup. Kristus itu ibarat bola dalam permainan. Ia selalu dicari dan dikejar oleh para pemain untuk mendapatkannya. Mampukah aku untuk tetap menjadikan diri sebagai “pemain” agar punya keinginan untuk mengejar bola? ***(Valery Kopong)
0 Komentar