Lewoleba, Gagas Indonesia Satu .com- Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Herman Yoseph Taran Piraq, S.Kep.NS menegaskan kekosongan stok Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang saat ini terjadi di sejumlah puskesmas di Kabupaten Lembata lebih disebabkan karena berbarapa faktor termasuk masalah perbedan harga, pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan e-katalog. Harga pada e- Katalog jelas Piraq, lebih tinggi dari pada yang ada di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Selain
perbedaan harga, beberapa jenis obat yang dibutuhkan belum tayang di e-katolog. Bahkan pada proses lelang BMHP
mengalami hambatan karena dalam tahap pertama e-katalog tak ada satupun
penyedia yang mengkonfirmasi, meskipun sudah diminta sebelumnya. Bahkan setelah
dilelang, tidak ada satupun rekanan yang melamar karena harga satuan yang
terlalu rendah. Selanjutnya, setelah dilakukan penyesuaian harga dan dilakukan
lelang kedua, baru ada rekanan yang melamar. Tak Cuma itu, kendala lainnya adalah usulan dari puskesmas
tidak terdapat di Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).
Menanggapi
beberapa item BMHP yang dikalim sejumlah puskesmas tidak diusulkan namun
diadakan, Piraq menjelaskan, semua
pengadaan merujuk pada Rencana Usulan Kegiatan (RUK) yang diajukan puskesmas.
“Jadi semua
pengadaan yang dilakukan tahun ini berdasarkan RUK dari puskesmas tahun sebelumnya
yakni 2020. Karena itu tidak ada item BMHP
yang diadakan di luar RUK. Sedangkan ada
puskesmas yang mengklaim tidak mengusulkan alkohol tapi diadakan, itu berarti
ada puskesmas lain yang mengusulkan, sehingga diadakan. Ada yang memang mengusulkan alkohol swab, sedangkan alkhol
cair dipakai puskesmas lain ” tukas Piraq
enteng dan menambahkan bahwa Dinkes hanya menginput RUK yang disusun dan dikirim oleh tim perencanaan
tingkat puskesmas (PTP).
Dijelakan,
saat ini sekitar 80% BMHP sudah ada di Dinas Kesehatan. BMHP ini dibawa dengan
kapal fery yang sandar di Lewoleba, Rabu (29/9/21). Bila tidak ada halangan, Kamis (30/9/21) akan
diadakan pengecekan dan setelah itu
langsung didistribusikan ke puskesmas.
“Vendor maunya
setelah pengadaan 100 % baru dikirim. Namun karena dibutuhkan kita desak untuk
dikirim yang ada dulu. Sisanya akan menyusul,”tambah Piraq lagi.
Ia juga
membatah bahwa dalam setiap proses
pengadaan barang dan jasa dirinya tidak pernah mengintervensi Kabid Sumber Daya Kesehatan (SDK), Sino Petading. Piraq, lagi-lagi menegaskan dirinya tidak
pernah melakukan hal itu. Dirinya bekerja sesuai tupoksi yang ada selaku Kabid Yankes, dan juga Pejabat
Pengadaan Barang dan Jasa sesuai SK yang ada padanya.
Sementara itu
sejumlah Puskesmas melalui pesan WhatsApp kepada media ini mengaku belum
menerima BMHP sebagaimana yang dijanjikan Kadis dalam pertemuan yang digelar
Selasa, (28/9/21) lalu. Mereka masih
mengalami kekurangan sejumlah BMHP sebagaimana diberitakan media ini
sebelumnya. Salah seorang dokter yang tidak mau namanya disebutkan membenarkan
pihak Puskesmas sudah melakukan pertemuan terkait sejumlah stok BMHP yang saat
ini tidak tersedia di sejumlah puskesmas beberapa minggu belakangan ini.
“Ia pak untuk
masalah ini sudah dilakukan pertemuan antara kepala puskesmas, penanggung jawab
farmasi dengan kepala dinas bersama staf yang bertanggung jawab. Tapi hasilnya kita tidak tahu,” kata salah
seorang dokter sembari menjelaskan bahwa selama ini bila ada pasien yang
membutuhkan penanganan dan BMHP –nya tidak ada maka pihaknya terpaksa merujuk
pasien bersangkutan. Sementara ada pasien yang membeli sendiri BMHP di Apotek. Ia
bahkan mengaku kalau sejak Januari lalu mereka tidak bisa melakukan pemeriksaan
urin untuk tes kehamilan karena ketiadan
alat tes.
Seorang dokter
lainnya yang juga engan menyebutkan namanya mengaku di puskesmas tempatnya
bekerja juga mengalami kekurangan sejumlah BMHP. Misalnya untuk infus set
karena saat ini kosong maka, mereka menggunakan infus anak-anak untuk orang
dewasa. Untuk cairan infus, kasa mereka biasanya pinjam tahan dari apotik
swasta. Dirinya mengaku bingung bila BMHP yang dipinjam dari apotik swasta juga
habis. Sementara untuk handscoen steril
saat ini tidak tersedia. Karena itu mereka menggunakan handscoen non steril.
“Waktu saya
baru bertugas di Lembata pertama kali
saya baru tahu kalau direktur RSUD bisa belanja Alkes Dinkes. Itu salh
satu contoh. Dan tim pengadaan Alkes
isinya kepala-kepala dinas bidang non
kesehatan. Ini waktu saya bertugas pertama di Lembata. Kalau sekarang mungkin
sudah lain. Tapi kepala gudang obatnya tidak bisa kelola obat. Kabidnya juga
sama. Kepala dinas kesehatannya bukan dokter manusia. Jadi rumitnya bertahap
dari paling bawah sampai paling atas kacau semua. Kalau mau benahi, ya mulai
dari Kadisnya dulu deh. Kalau bisa pilih
dokter manusia, jangan dokter hewan,” katanya melalui pesan whtasApp. (manskal)
0 Komentar