Unordered List

6/recent/ticker-posts

Panggilan Menjadi Guru Agama Katolik

 

“Menjadi guru itu sebuah panggilan,” demikian Romo Eko menegaskan makna panggilan di hadapan guru-guru Agama Katolik yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk wilayah Kabupaten Tangerang, kota Tangerang dan kota Tangerang Selatan. Seminar yang dilaksanakan secara daring pada beberapa waktu yang lalu ini menggugah para guru Agama Katolik untuk melihat kembali sepak terjang perjalanan hidupnya sebagai seorang pendidik. Menjadi guru adalah sebuah panggilan maka insiatif datang dari Tuhan sendiri yang memanggil. Guru-guru Agama Katolik yang bersedia dipanggil harus membuka diri terhadap panggilan itu. Panggilan untuk menjadi guru agama Katolik tidak sekedar mengajar dalam ruang-ruang kelas tetapi lebih dari itu, mewartakan Kristus pada ruang-ruang terbuka.

Jika kita menelusuri kisah panggilan yang dialami oleh para murid Yesus, terkesan aneh dan mereka yang dipanggil sepertinya tertawan oleh suara orang yang memanggil itu. “Mari ikutlah Aku,” inilah penggalan kalimat yang keluar dari mulut seorang Yesus dan memiliki daya tarik yang luar biasa. Kata-kata penuh wibawa ini menjadi magnet untuk menarik mereka mengikuti dan memahami, siapa itu Yesus yang sebenarnya. Orang-orang dipanggil oleh Yesus untuk murid-Nya berasal dari kalangan sederhana, terutama dari kaum nelayan. Sehari-hari mereka bekerja mencari ikan dengan menggunakan jala, tetapi ketika Yesus memanggil mereka, jala dan perahu yang merupakan sesuatu yang berharga dalam kehidupan mereka terpaksa dilepaskan untuk mengikuti Dia yang memanggil.

Dalam proses panggilan itu, “berarti Tuhan yang mau untuk memilih dan memanggil dan bukannya berasal dari manusia. Demikian juga menjadi guru Agama Katolik merupakan  kehendak dan rancangan Tuhan. Para murid Yesus berani meninggalkan keluarga dan pekerjaan mereka untuk mengikuti-Nya. Sebuah keputusan radikal yang harus dibangun oleh seseorang yang dipanggil Tuhan. Ia harus menyangkal diri, melepaskan segala kesenangan duniawi dan pergi mengikuti Kristus. Perlu disadari bahwa menjadi guru Agama Katolik harus membangun nilai pengorbanan diri sebagai cara untuk bisa menyapa dan menyatu dengan siswa-siswi yang diajarnya dan juga berhadapan dengan umat yang dilayani. Guru agama juga berani menanggalkan waktu dan kegembiraan dalam keluarga, agar boleh bergembira dengan orang-orang yang diajarnya. Guru agama juga berani menanggalkan pola lama dalam mewartakan Kristus tetapi berani membaur dengan perkembangan teknologi untuk dijadikan sebagai sarana pewartaan yang paling efektif.


Dalam mengemban tugas sebagai Guru Agama Katolik, harusnya diterima dalam suasana suka cita. Karena menjadi seorang  pewarta Sabda dan sekaligus pengajar, pertama-tama harus menerima tugas sebagai pengajar dalam suasana batin penuh suka cita agar dalam membawa kabar gembira, kabar itu menyapa semua orang dalam kegembiraan itu. Kabar gembira itu terus diwartakan dalam hidup, agar DIA yang memanggilmu sebagai Guru Agama Katolik, dikenal orang-orang yang menerima kabar suka cita itu.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar