Unordered List

6/recent/ticker-posts

Polres Lembata Diminta Segera Proses Kasus “Dana Wartawan”

 

 

     Matias Ladopurab 

JAKARTA – Ata Lembata, grup WhatsApp warga diaspora Lembata seluruh dunia turun gunung menyoroti kasus kucuran dana Rp. 263.260.000 secara ilegal kepada Chief Executive Officer (CEO) Ake Tode Media (ATM) Doni Kares Asterianus alias Asten Kares. Kucuran dana bernilai 'jumbo' itu dilakukan Kepala Bagian (Kabag) Humas Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Lembata, Petrus Hara Key kepada ATM Group, sebuah konsorsium media di Lembata.

 

“Sebagai warga asal Lembata, secara pribadi saya sangat prihatin dengan ‘kejahatan’ yang dilakukan Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Lembata dengan CEO ATM dan sejumlah media yang bernaung di bawah perusahaan itu. Sejatinya, peran wartawan sangat mulia yaitu ikut membantu rakyat mencegah praktik korupsi dalam sebuah rezim. Kasus Kabag Protokol dengan bos ATM Group justru terbalik karena bersekongkol untuk ‘makan’ uang rakyat di kabupaten miskin itu,” ujar Yohanes Nuban, dosen Universitas Widyagama Samarinda, Kalimantan Timur melalui keterangan tertulis yang diterima Kamis (21/10).

 

Menurut Nuban, kasus "perselingkuhan" bagi-bagi duit antara pimpinan ATM Group bersama sejumlah wartawan lokal di Lembata dengan Petrus Here Kei selaku pejabat sejatinya segera direspon cepat Kapolres Lembata dan Kejari Lembata beserta jajarannya. Dua lembaga penegak hukum itu perlu menjemput bola dan tidak harus menunggu kasus itu dilaporkan terlebih dahulu warga masyarakat.

 

“Langkah menjemput bola penting sebagai wujud komitmen untuk memerangi korupsi yang adalah musuh bersama. Sebagai musuh maka semestinya informasi apapun tentang adanya ‘musuh’ harus ditindaklanjuti segera agar ‘musuh’ tidak loloskan diri. Perlu ada sikap cepat tanggap. Tidak hanya menunggu bola tetapi harus menjemput bola,” tulis Nuban lebih lanjut.

 

Warga Lembata lainnya, Justin L Wejak, mengemukakan bahwa media sebagai corong rakyat belakangan mendapat tamparan keras dan menjadi bahan sindiran publik menyusul dugaan kuat ‘perselingkuhan’ oknum pejabat daerah dengan CEO ATM Group yang menggarong uang ribu ratu (rakyat) susah tanah Lepanbatan. Namun, ujarnya, apakah konten pemberitaan konsorsium media tersebut mencerdaskan atau membodohkan akan kembali kepada khalayak pembaca menilainya.

                                                       Justin Wejak 

 

                                                    Y. Nuban 
“Imbalan atas 'kerjasama' dengan pemerintah, ATM Group mendapatkan ratusan juta rupiah dari APBD Lembata. Sayang, hak tahu publik Lembata akan kontrak kerjasama itu terkesan diabaikan. Padahal uang sebanyak itu justru dari kocek publik atau APBD Lembata. Hingga saat ini latar belakang atau konteks berdirinya ATM Group juga tak diketahui,” kata Justin, dosen Kajian Asia di The University of Melbourne, Victoria, Australia asal kampung Lewokukung-Baolangu.

 

Justin juga menanggapi pemberitaan media tentang kasus ATM Group, termasuk sebuah kepingan opini Jurnalisme Penjilat? yang dimuat aksinews.id (20/10 2021). Pertama, membaca kepingan opini itu pihaknya merasa semakin diyakinkan tentang perlunya ATM Group pimpinan Asten Kares digiring ke ranah hukum. Dugaan korupsi itu bukan perkara sepele. Namun iitu masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian serius dari institusi penegakan hukum.

 

“Menghukum semua pihak yang terbukti bersalah akan memberikan pembelajaran berarti tentang makna tanggung jawab dan pertanggung jawaban publik. Hak rakyat untuk tahu uang mereka dipakai untuk apa dan siapa, itu bukan hal remeh temeh,” kata Justin.

 

Kedua, pernyataan pengacara Petrus Bala Pattyona bahwa ATM Group harus segera dimejahijaukan, lanjut Justin, seyogianya ditanggapi serius pihak Kejaksaan Negeri Lembata. Jika pihak Kejaksaan berani menindaklanjutinya, maka dipastikan banyak pihak akan bersorak riang mendukung langkah hukum itu.

 

“Hal ini penting mengingat rakyat Lembata lama muak dan jenuh dengan proses hukum atas perkara-perkara tertentu yang melibatkan si kuat dan si kaya, misalnya alm Bupati Lembata, Yance Sunur. Contoh-contoh perkara hukum masa lalu tak perlu diurai satu demi satu di sini. Jika kasus kasus ATM Group dibawa ke ranah hukum dan diselesaikan di ruang pengadilan, itu akan memberikan a sense of public confidence atau rasa kepercayaan publik terhadap sistem dan praktik hukum di Lembata,” kata Justin, alumni STFK Ledalero, Maumere, Flores.

 

Advokat dan pengacara Matias J Ladopurab, SH mengingatkan, Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Lembata terhadap Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Lembata Petrus Hara Key sudah sangat jelas terjadi “persekongkolan” dengan ATM Group bersama sejumlah media di bawah grup usaha ini.

 

“Saya mendengar informasi pagu anggaran belanja modal dan barang dalam APBD 2021 senilai Rp. 1.050.000.000 (satu miliar lima puluh juta) direncanakan Dinas Komunikasi dan Informatika Lembata namun penggunaannya dialihkan ke Bagian Humas Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Lembata. Sesuai berita media publik tentu tahu ada 11 media sudah membangun kerjasama dengan Pemkab Lembata. Namun, nota fiktif tim APIP Inspektorat Lembata malah menemukan nota fiktif pada dana media yang sudah disalurkan Petrus Hara Key senilai 263.260.000 tanpa nota kesepahaman kerjasama atau MoU,” kata Ladopurab.

 

Menurut Ladopurab, pihaknya juga mendengar kabar bahwa wartawan yang menerima ratusan juta tanpa MoU terlebih dahulu dari Petrus Hara Key malah mencerca tim auditor dengan sebutan ‘anjing’ karena menanyakan ke media mana saja dana itu mengalir,” lanjutnya.

 

“Kasus ini sudah terang-benderang di mana bukti permulaan sudah ada yaitu penerimaan uang dan keterangan dari kepala protokoler. Karena itu, kasus ini harus segera ditindaklanjuti. Dalam KUHAP pasal 184 ayat 1 menyebutkan bahwa alat  bukti yang sah di antaranya  keterangan dan petunjuk yaitu kwitansi penerimaan uang. Jika kasus ini didiamkan pihak penyidik dari Polres Lembata, saya jamin sampai kapanpun Lembata tetap saja seperti saat masih bergabung dengan Flores Timur 22 tahun lalu,” ujar Ladopurab, pengacara kelahiran Ile Ape.


                                            Petrus Bala Pattyona.  

Petrus Bala Pattyona meminta aparat hukum menyeret Petrus Here Kei dan para wartawan yang menerima dana secara ilegal bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2021. “Kasus korupsi itu jelas sekali merupakan kejahatan yang terang benderang di depan mata sehingga Kapolres maupun Kejari Lembata segera menjemput para pelakunya,” ujar Bala Pattyona, beberapa waktu lalu. 

 

Menurutnya, kerusakan dalam mengurus Lembata untuk kepentingan ribu ratu (rakyat) juga didukung oleh oknum orang yang mengaku wartawan. Padahal, tak jelas asal usul pendidikan jurnalistiknya. Hebatnya, oknum wartawan ini bisa memperdaya Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Petrus Here Kei untuk mencari keuntungan dengan menerima sejumlah pembayaran hingga ratusan juta.

 

“Perbuatan Kabag Protokoler Petrus Here Kei membayar sejumlah uang tanpa suatu perjanjian kerjasama, apalagi dasar hukumnya jelas merupakan perbuatan korupsi dalam kategori menyalahgunakan jabatan, memperkaya diri sendiri dan atau orang lain atau menguntungkan orang lain,” kata praktisi hukum kelahiran kampung Kluang, Desa Belabaja (Boto).*** Rad Bahy 

 

Posting Komentar

0 Komentar