JAKARTA – Ata Lembata, grup WhatsApp warga diaspora Lembata seluruh dunia turun gunung menyoroti kasus kucuran dana Rp. 263.260.000 secara ilegal kepada Chief Executive Officer (CEO) Ake Tode Media (ATM) Doni Kares Asterianus alias Asten Kares. Kucuran dana bernilai 'jumbo' itu dilakukan Kepala Bagian (Kabag) Humas Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Lembata, Petrus Hara Key kepada ATM Group, sebuah konsorsium media di Lembata.
“Sebagai warga asal Lembata, secara pribadi saya sangat prihatin
dengan ‘kejahatan’ yang dilakukan Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda
Lembata dengan CEO ATM dan sejumlah media yang bernaung di bawah perusahaan
itu. Sejatinya, peran wartawan sangat mulia yaitu ikut membantu rakyat mencegah
praktik korupsi dalam sebuah rezim. Kasus Kabag Protokol dengan bos ATM Group justru
terbalik karena bersekongkol untuk ‘makan’ uang rakyat di kabupaten miskin itu,”
ujar Yohanes Nuban, dosen Universitas Widyagama Samarinda, Kalimantan Timur
melalui keterangan tertulis yang diterima Kamis (21/10).
Menurut Nuban, kasus "perselingkuhan" bagi-bagi duit antara pimpinan ATM Group bersama
sejumlah wartawan lokal di Lembata dengan Petrus Here Kei selaku pejabat
sejatinya segera direspon cepat Kapolres Lembata dan Kejari Lembata beserta
jajarannya. Dua lembaga penegak hukum itu perlu menjemput bola dan tidak harus
menunggu kasus itu dilaporkan terlebih dahulu warga masyarakat.
“Langkah menjemput bola penting sebagai wujud komitmen untuk
memerangi korupsi yang adalah musuh bersama. Sebagai musuh maka semestinya
informasi apapun tentang adanya ‘musuh’ harus ditindaklanjuti segera agar
‘musuh’ tidak loloskan diri. Perlu ada sikap cepat tanggap. Tidak hanya
menunggu bola tetapi harus menjemput bola,” tulis Nuban lebih lanjut.
Warga Lembata lainnya, Justin L Wejak, mengemukakan bahwa media sebagai corong rakyat belakangan mendapat tamparan keras dan menjadi bahan sindiran publik menyusul dugaan kuat ‘perselingkuhan’ oknum pejabat daerah dengan CEO ATM Group yang menggarong uang ribu ratu (rakyat) susah tanah Lepanbatan. Namun, ujarnya, apakah konten pemberitaan konsorsium media tersebut mencerdaskan atau membodohkan akan kembali kepada khalayak pembaca menilainya.
Justin Wejak“Imbalan atas 'kerjasama' dengan pemerintah, ATM Group mendapatkan ratusan juta rupiah dari APBD Lembata. Sayang, hak tahu publik Lembata akan kontrak kerjasama itu terkesan diabaikan. Padahal uang sebanyak itu justru dari kocek publik atau APBD Lembata. Hingga saat ini latar belakang atau konteks berdirinya ATM Group juga tak diketahui,” kata Justin, dosen Kajian Asia di The University of Melbourne, Victoria, Australia asal kampung Lewokukung-Baolangu.
Justin
juga menanggapi pemberitaan media tentang kasus ATM Group, termasuk sebuah
kepingan opini Jurnalisme Penjilat? yang
dimuat aksinews.id (20/10 2021). Pertama, membaca kepingan opini itu pihaknya merasa
semakin diyakinkan tentang perlunya ATM Group pimpinan Asten Kares digiring ke
ranah hukum. Dugaan korupsi itu bukan perkara sepele. Namun iitu masalah serius
yang perlu mendapatkan perhatian serius dari institusi penegakan hukum.
“Menghukum
semua pihak yang terbukti bersalah akan memberikan pembelajaran berarti tentang
makna tanggung jawab dan pertanggung jawaban publik. Hak rakyat untuk tahu uang
mereka dipakai untuk apa dan siapa, itu bukan hal remeh temeh,” kata Justin.
Kedua,
pernyataan pengacara Petrus Bala Pattyona bahwa ATM Group harus segera
dimejahijaukan, lanjut Justin, seyogianya ditanggapi serius pihak Kejaksaan
Negeri Lembata. Jika pihak Kejaksaan berani menindaklanjutinya, maka dipastikan
banyak pihak akan bersorak riang mendukung langkah hukum itu.
“Hal
ini penting mengingat rakyat Lembata lama muak dan jenuh dengan proses hukum
atas perkara-perkara tertentu yang melibatkan si kuat dan si kaya, misalnya alm
Bupati Lembata, Yance Sunur. Contoh-contoh perkara hukum masa lalu tak perlu
diurai satu demi satu di sini. Jika kasus kasus ATM Group dibawa ke ranah hukum
dan diselesaikan di ruang pengadilan, itu akan memberikan a sense of public confidence atau rasa kepercayaan publik terhadap
sistem dan praktik hukum di Lembata,” kata Justin, alumni STFK Ledalero,
Maumere, Flores.
Advokat
dan pengacara Matias J Ladopurab, SH mengingatkan, Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat
Kabupaten Lembata terhadap Kabag Protokol dan
Komunikasi Pimpinan Setda Lembata Petrus Hara Key sudah sangat jelas
terjadi “persekongkolan” dengan ATM Group bersama sejumlah media di bawah grup
usaha ini.
“Saya
mendengar informasi pagu anggaran belanja modal dan barang dalam APBD 2021
senilai Rp. 1.050.000.000 (satu miliar lima puluh juta) direncanakan Dinas
Komunikasi dan Informatika Lembata namun penggunaannya dialihkan ke Bagian Humas Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat
Daerah Lembata. Sesuai berita media publik tentu tahu ada 11 media sudah
membangun kerjasama dengan Pemkab Lembata. Namun, nota fiktif tim APIP
Inspektorat Lembata malah menemukan nota fiktif pada dana media yang sudah
disalurkan Petrus Hara Key senilai 263.260.000 tanpa nota kesepahaman kerjasama
atau MoU,” kata Ladopurab.
Menurut
Ladopurab, pihaknya juga mendengar kabar bahwa wartawan yang menerima ratusan
juta tanpa MoU terlebih dahulu dari Petrus Hara Key malah mencerca tim auditor
dengan sebutan ‘anjing’ karena menanyakan ke media mana saja dana itu
mengalir,” lanjutnya.
“Kasus
ini sudah terang-benderang di mana bukti permulaan sudah ada yaitu penerimaan
uang dan keterangan dari kepala protokoler. Karena itu, kasus ini harus segera
ditindaklanjuti. Dalam KUHAP pasal 184 ayat 1 menyebutkan bahwa alat bukti yang sah di antaranya keterangan dan petunjuk yaitu kwitansi
penerimaan uang. Jika kasus ini didiamkan pihak penyidik dari Polres Lembata,
saya jamin sampai kapanpun Lembata tetap saja seperti saat masih bergabung
dengan Flores Timur 22 tahun lalu,” ujar Ladopurab, pengacara kelahiran Ile
Ape.
Petrus Bala Pattyona
meminta aparat hukum menyeret Petrus Here Kei dan para wartawan yang menerima
dana secara ilegal bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Tahun Anggaran 2021. “Kasus korupsi itu jelas sekali merupakan kejahatan yang
terang benderang di depan mata sehingga Kapolres maupun Kejari Lembata segera
menjemput para pelakunya,” ujar Bala Pattyona, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kerusakan
dalam mengurus Lembata untuk kepentingan ribu
ratu (rakyat) juga didukung oleh oknum orang yang mengaku wartawan.
Padahal, tak jelas asal usul pendidikan jurnalistiknya. Hebatnya, oknum
wartawan ini bisa memperdaya Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat
Daerah Petrus Here Kei untuk mencari keuntungan dengan menerima sejumlah
pembayaran hingga ratusan juta.
“Perbuatan Kabag
Protokoler Petrus Here Kei membayar sejumlah uang tanpa suatu perjanjian
kerjasama, apalagi dasar hukumnya jelas merupakan perbuatan korupsi dalam
kategori menyalahgunakan jabatan, memperkaya diri sendiri dan atau orang lain
atau menguntungkan orang lain,” kata praktisi hukum kelahiran kampung Kluang,
Desa Belabaja (Boto).*** Rad Bahy
0 Komentar