Secara tak sengaja, saya membuka beberapa file yang tersimpan di google drive. Salah satu e-book yang sempat saya buka dan membacanya adalah “Saksi Yang Dibungkam.” Buku yang sudah lama terbit ini mengisahkan perjuangan seorang imam, Romo Frans Amanue, Pr. Semasa hidupnya, banyak hal yang telah diperjuangkan terkait kasus-kasus korupsi pada masa kepemimpinan Felix Fernandez sebagai Bupati Flores Timur. Orang-orang Flores Timur tentu masih ingat bahwa ketika kritik yang dilontarkan oleh Romo Frans Amanue waktu itu, berujung pada pengadilan sang imam. Romo Frans diadili dan pada peristiwa ini, menyulut kesadaran masyarakat untuk berpihak pada kebenaran yang selama ini diperjuangkan.
Membaca “Saksi Yang Dibungkam” yang tertulis dalam buku itu, sepertinya saya tergiring untuk membaca realitas saat ini di mana begitu banyak persoalan tentang korupsi yang sulit dibongkar. Hampir di semua wilayah di Indonesia mengalami persoalan klasik ini tetapi sulit sekali untuk mencari cara baru untuk bagaimana membongkar kasus korupsi agar bisa diselesaikan dan memberikan efek jerah bagi para pelaku. Banyak kalangan masyarakat yang gerah melihat perilaku koruptif ini, tentunya berharap agar suara-suara kenabian mestinya terus digaungkan sebagai cara untuk membangun kesadaran para koruptor untuk tidak lagi mengulangi hal yang sama.
Ketika Romo Frans Amanue menghembuskan nafas terakhir pada beberapa tahun yang lalu, banyak kalangan merasa kehilangan dan bertanya, imam siapakah yang akan menggantikan peran almahrum Romo Frans Amanue dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran? Pertanyaan yang muncul ini merupakan sebuah pertanyaan yang berangkat dari rasa gelisah dan pesimis karena selama ini, Romo Frans merupakan satu-satunya orang di mana ribuan orang menggantungkan harapan pada pundaknya. Memang, kepergian sang imam untuk selamanya juga menyisahkan kepedihan yang mendalam bagi orang-orang kecil yang merasakan pendampingan dan keberpihakan dari Romo Frans Amanue selama menghadapi sebuah masalah.
Di tengah kasus-kasus ketidakadilan dan persoalan korupsi yang mencuat, banyak orang merindukan sosok seorang pejuang keadilan dan berani membongkar masalah korupsi yang sedang dihadapi. Masyarakat saat ini masih membutuhkan peran profetik dan selalu menyuarakan suara kenabian yang menyoroti situasi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Suara-suara kenabian sangat dibutuhkan di tengah masyarakat agar para pemangku kepentingan bijak dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Di tengah situasi di mana masih banyak masalah korupsi dan ketidakadilan yang belum diselesaikan, masyarakat butuh kritikus yang setia menyoroti persoalan yang ada.
Dalam menyoroti kasus-kasus korupsi yang sedang bergulir, peran kenabian sangat dibutuhkan tetapi juga resiko besar yang ditanggung oleh “tukang-tukang kritik.” Tukang-tukang kritik bisa dibungkam dan bahkan diancam oleh penguasa sebagai cara untuk menutupi persoalan yang sedang terjadi. Ketika menyoroti kasus korupsi saat itu, Romo Frans dilaporkan dan diadili. Peristiwa ini mengingatkan kita akan resiko yang harus ditanggung, tetapi sebagai imam, ia tahu bahwa lebih baik mati mempertahankan kebenaran ketimbang harus berkompromi dengan para koruptor. Seperti Kristus yang telah memanggilnya menjadi imam Tuhan, Kristus telah memberikan teladan untuk berani menyoroti ketidakadilan dan kesewenang-wenangan para penguasa. Sang Guru Agung pada akhirnya mati di kayu salib sebagai penyelamat dan sekaligus sebagai korban politik kekuasaan.***(Valery Kopong)
1 Komentar
Mantapppp
BalasHapus