Larantuka, Gagas Indonesia Satu.com - - - -
Bila
sakitnya kambuh, Yuliana meraskan
seluruh tubuhnya seperti terbakar. Jika demikian, Ia terlihat bertingkah seperti orang gila. Ia berteriak
sekuat tenaga menahan sakit yang
dideritanya sejak 24 tahun silam. Bahkan beberapa kali ia jatuh pingsan tak
sadarkan diri, sejak pertama kali sakit ini menggerogoti tubuhnya di negeri
Jiran Malaysia.
Entah
penyakit apa yang bersarang di dalam perutnya. Namun kian hari, perut Yuliana semakin membesar. Beberapa kali
ia memeriksakan diri ke dokter, dan terakhir pada tahun 2007 silam. Hasil
diagnoasa dokter mengatakan bahwa
terdapat benjolan pada rahim kiri bagian bawah. Namun karena ketiadaan biaya,
Yuliana kini hanya pasrah kepada kehendak Tuhan atas dirinya, dan tidak lagi
memeriksakan sakitnya secara lebih detail ke rumah sakit. Kalau sakitnya kambuh, ia hanya bisa beli
obat penahan perih ke apotik atau dokter.
Hidup
sebatang kara dengan menempati rumah warisan kedua orang tuanya yang telah
meninggal dunia, Yuliana tetap bekerja serabutan untuk menghidupi dirinya.
Meski tubuhnya kian hari tak kuat lagi menopang perutnya yang terus membesar
toh ia masih tetap bekerja agar dapurnya bisa berasap.
Yuliana
memang bukan anak tunggal dalam keluarga. Ia masih memiliki empat orang adik, namun kehidupan ekonomi mereka yang
pas-pasan membuat keempat saudaranya tak bisa berbuat pengobatan Yuliana.
Ia
mengisahkan, sakit yang dideritanya ini pertama kali dirasakan disaat sedang
bekerja di kilang plywood Kota Sandakan, Malaysia Timur tahun 1997. Ketika itu dirinya masuk shift malam. Pada pukul pukul 23.30
ketika sedang bekerja, ia pingsan dan jatuh. Teman-temannya sesama buruh migran
dari Indonesia kemudian membawanya ke rumah sakit setempat dan dirawat selama
dua malam.
Merasa
keadaanya mebaik, Yuliana kembali masuk kerja. Namun sebulan kemudian, penyakitnya
kambuh lagi. Ia pingsan dan jutuh untuk kedua kalinya di kilang Plywoood. Ia kembali di bawa rekan – rekan kerjanya ke
sebuah rumah sakit di Sandakan.
Karena
terus pingsan dan jatuh, pada April 2001 ia memutuskan untuk pulang ke kampung
halamnya di Tabali, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Di
Larantuka, sempat berobat beberapa kali ke dokter dan terakhir pada tahun 2007
lalu, namun hasil analisa dokter menyebutkan kalau di dalam rahimnya Yuliana bersarang
benjolan yang diduga sebagai tumor.
Ia
juga pernah menjual sebidang tanah warisan orang tuanya untuk biaya pengobatan,
namun harga tanah yang tidak seberapa tidak mencukupi biaya pengobatan.
Di
tahun 2018 lalu, ia sudah siap mental untuk menjalani operasi pengangakatan benjolan
yang diduga sebagai tumor yang bersarang di rahimnya. Namun saat itu, Yuliana
yang sudah menginap semalam di rumah sakit itu terpaksa pulang. Selain karena
ketiadaan biaya operasi, juga tidak ada keluarga yang menemaninya. Adik-adiknya
saat itu sedang merantau di luar daerah. Sementara ia hanya ditemani keponakannya
yang masih kecil.
Karena
itu, bila ada orang baik yang siap membantu,
Yuliana sudah siap lahir dan bathin untuk menjalani pemeriksaan kembali
di rumah sakit. Bahkan operasi sakalipun ia rela. Kini perutnya terus membesar
dari hari ke hari dan ia bahkan kadang merasakan sesak di dada. Bila sudah merasa nyeri ia
bertingkah seperti orang gila, teriak dan bicara sembarangan.
Yuliana
beraharap bila ada orang yang memiliki rejeki lebih dan berbaik hati, bisa membantunya untuk biaya operasi
dengan mengirimkan donasinya ke rekening 4680.01.009032.53.9 Bank BRI unit Gelekat Lewo
Larantuka, atas nama Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS). Setiap donasi harap
dikonfirmasi ke nomor WhatsApp 081233780480. (Mans)
0 Komentar