Wulanggitang, Gagas Indonesia Satu.com
KETIKA masih duduk di pesantren dimarahi pembimbing asrama. Tidak
hanya dengan kata-kata tapi juga
mendapat pukulan kayu dari pembibing. Alasannya terlambat mengikuti kegiatan
atau lalai dalam melakukan tugas tertentu. Setelah melewati pengalaman itu
kemudian dikaitkan dengan kondisi sekarang memang perlu dipertimbangkan.
“Pendekatan seorang guru bisa berbeda-beda, ada yang dengan
menggunakan pendekatan humanis ada juga kurang pas atau dengan cara merotani
peserta didik yakni dengan kekerasan dilakukan guru mungkin dulu dianggap biasa tapi
sekarang harus dipertimbangkan lagi,’’ demikian Anggi Afriansyah peneliti LIPI yang nenjadi nara
sumber dalam webinar, Minggu ( 21/11/2021).
Kegiatan diikuti sekitar 40 an orang guru, juga dihadiri Ketua PGRI
Kab Flotim, Maksimus Masan Kian S.Pd mengusung tema “Pembelajaran Berbasis HOTS’ menghadirkan
pembicara Peneiliti Sosiologi Pendidikan
Pusat Riset Kependudukan BRIN dan Dr.
Marsel R. Payong, M.Pd (Dosen Unika St
Paulus Ruteng). Acara dimoderatori oleh Geradus Kuma (Sek PGRI Wulanggitang)
dan Ketua PGRI Cbang Wulanggitang, Edward P.A Sayang S.Pd.
Penjelasn
mengenai hal ini ketika menanggapi Aziz Saban, mengajukan pertanyaan tentang
perlunya seorang guru melakukan pendekatan bukan humanis tapi ketegasan, kasar
untuk meneritbkan peserta didik.
Anggi
menyarankan pola pendekatan dengan ‘rotan’ bahkan dengan kekerasan fisik
terhadap anak tidak sesuai dengan prinsip pendidikan. Sebab pendekatan seperti
ini yang dilakukan akan menimbulkan pengalaman tidak senang bagi peserta didik,
bahkan terjadinya aduan orangtua murid kepada pihak –pihak lain. Meskipun seorang guru berniat sangat baik
untuk mendisplinkan anak tapi dalam perkembangan situasi demikian juga menimbulkan persoalan –persoalan lain.
Dosen Unika St Paulus Ruteng, Dr. M Ruben Payong mengatakan pendekatan yang tidak humas,
apalagi dengan kekerasan saat ini menjadi hal yang kontra produktif . Apakah penerapan
cara ini lebih mungkin perlu diteleiti lebih jauh soal ini. Ruben menyarankan
apapun pendekatan yang dilakukan, perlu ada komunikasi antara guru dan orangtua
murid. “Jangan sampai menerapkan suatu pendekatan justru menimbulkan suatu persoalan
lainnya,’’ katanya.
Webinar itu
lebih banyak memberikan ruang untuk Tanya jawab guru dengan nara sumber
berubungan dengan penyusunan soal-soal berbasis HOTS. Kedua nara sumber ini
menekankan perlunya kreatifitas guru untuk melihat realitas lapangan kemudian
menyusun soal-soal berbasis HOTS. Artinya guru diharapkan terus berkreasi,
berinovasi bahkan terus belajar untuk mengembangkan diri termasuk dalam
penyusunan soal soal berbasis HOTS.
Ketua PGRI Cabang
Wulanggitang, Edward P.A Sayang S.Pd mengatakan sekiranya pengalaman ini bisa
diterapkan dalam menjalankan tugas di sekolah tempat guru-guru melaksanakan
tugas. ( Konradus R, Mangu)
0 Komentar