Ketika
sedang mengajar pelajaran Agama Katolik di SMP Insan Teratai, ada seorang anak
bertanya pada saya tentang kondisi keluarganya. “Menurut bapak, dosa engga,
kalau seseorang yang sudah dibaptis dan menerima sakramen krisma tetapi setelah
itu pindah agama karena mengikuti calon istrinya yang bukan beragama Katolik?”
tanya siswi itu. Terhadap pertanyaan
ini, saya sebagai guru agama Katolik, harus hati-hati memberikan jawaban terhadap
salah satu siswi yang bertanya itu.
Saya mencoba menjawab dan memulainya dari kisah persoalan cinta. Cinta itu melampaui batas dan sekat-sekat primordial. Dengan memilih calon pasangan hidup atas dasar cinta, membawa pelbagai konsekuensi. Atas nama cinta, dua insan yang sebelumnya berbeda agama bisa disatukan. Memang cinta menembus segala arah dan cinta juga bisa menggoyahkan pilihan iman seseorang.
Realitas sudah berbicara banyak tentang cinta dan perbedaan agama. Banyak pasangan yang pada akhirnya memilih membangun rumah tangga dengan perbedaan agama dan membuktikan kepada dunia bahwa berbeda agama dan menikah itu bukanlah sebuah masalah yang perlu dipertentangkan.
Kepada anak yang bertanya itu, saya menyarankan agar keluarganya tetap berpegang teguh pada iman kekatolikan dan bagi calon pasangannya, juga tetap pada agamanya. Dalam Gereja Katolik, dikenal ada pasangan menikah beda Gereja dan ada juga pasangan yang menikah beda agama. Gereja Katolik masih menghargai hak asasi pasangan yang berbeda agama atau berbeda Gereja untuk tetap dengan keyakinan agamanya. Berlangsungnya perkawinan, baik beda Gereja maupun beda agama, itu sah secara Katolik tetapi belum sakramental karena salah satu pasangannya belum dibaptis secara Katolik.
Memang, banyak persoalan yang dihadapi oleh umat terutama anak-anak muda yang sedang menjalin relasi dengan lawan jenis di luar kelompok agamanya sendiri. Memilih untuk pindah agama, itu merupakan sebuah pilihan. Dosa atau tidaknya atas pilihan itu, bukanlah manusia yang menilai. Manusia hanya punya kewajiban menjalankan tugas sesuai dengan kehendak Tuhan dan pada akhirnya seluruh keputusan manusia itu dikatakan dosa atau tidak, hanya Tuhan yang bisa menentukan. ***(Valery Kopong)
0 Komentar