Oleh : Mans Balawala (SMGM Cabang Larantuka)
Kanada dan Greenland boleh berbagga dengan tradisi berburu
anjing laut dan penguin. Namun di
Lamalera Lembata, ada atraksi perburuaan ikan paus yang memesona dan
mendebarkan jantung. Uniknya ritual perburuaan “raksasa laut” ini memadukan
agama dan budaya setempat. Sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak abad ke
16.
Secara Ilmiah
ikan paus diyakini selalau bermigrasi, namun bagi nelayan Lamalera, kedatangan mamalia raksasa di laut Sawu itu, tak lepas dari ritual pemanggilan yang dikemas dalam tradisi “Le
Gerek” dan juga acara liturgis misa Lefa setiap tanggal 1 Mei, sebagai pertanda
dimulainya perburuan Ikan Paus oleh Nelayan Lamalera. Dalam perayaan misa ini, pastor mendoakan arwah para pemburu paus yang meninggal dimasa silam maupun yang belakangan. Oleh
Pastor semua mereka disebutkan satu persatu dalam misa Lefa ini. Ketika nama
mereka yang meninggal disebutkan satu persatu, isak tangis keluarga nelayan yang meninggal memecah di tengah keheningan
dan kekhusukan doa. Selain mendoakan arwah meraka yang meregang
nyawa ketika berburu Paus, Imam juga memberkati Pledang (perahu yang digunakan untuk berburu paus) dan mendoakan
keselamatan nelayan yang akan turun ke laut berburu Paus.
Adapun Misa Lefa
ini bertempat di Kapel St. Petrus yang letaknya di tepi pantai dan dihadiri semua
umat Desa Lamalera A dan Lamalera B. Selain misa Lefa dan ritual “Le Gerek”, juga ada ritual yang mereka sebut sebagai pelepasan Prasso Sapang yang dilakukan di atas sebuah batu hitam yang sepintas bentuknya menyerupai ikan paus. Batu ini oleh masyarakat Lamalera disebut batu
kerbau bertanduk gading (sora taran bala)
yang terletak di Dusun Lamamanu, gunung Labalekan, sekitar 3 kilometer
dari Desa Lamalera A. Dalam ritual pemanggilan kawanan ikan paus ini, mereka
memberikan kepada leluhur berupa seekor ayam jantan merah, sirih pinang,
tembakau, beras merah dan telur ayam. Setelah ritual ini diadakan, mereka akan
membunyikan sebuah gong kramat.
Dalam perburuan ini, tidak sembarang ikan Paus boleh
ditangkap. Ada pengecualian
menurut aturan adat, yakni Paus jantan besar dan Paus yang
sedang hamil. Penangkapan Paus mulai dari bulan Mei hingga Oktober saat laut tenang dan tidak terlalu
bergelombang. Atraksi penangkapan ikan paus ini biasanya dimulau dari pagi hari dan hari minggu
adalah hari untuk istirahat dan ke gereja.
Sebelum berangkat,
mereka
berdiri
khusyuk di samping pledang (Perahu)
memanjatkan doa memohon keselamatan. Satu
pledang biasnya
terdiri dari 9 - 12 nelayan, dan dalam sekali perburuaan terdapat hingga 10 Pledang. Semua warga Lamalera bebas memilih
Pledang yang akan ditumpangi. Tidak ada syarat
khusus untuk ikut melaut. Semua penduduk Lamalera boleh bergabung, bahkan
anak-anak berusia belasan tahun pun tidak dilarang.
Tugas Masing-masing
Dalam perburuan Paus ini, setiap orang di atas Pledang
memiliki tugas dengan sebutan masing-masing. Yang menjadi juru mudi disebut "lama uri". Dia
bertanggung jawab mengendalikan dan membawa Pledang mendekati Paus sampai jarak
yang aman. “Lama uri” memiliki tempat khusus untuk berdiri yakni di ujung
belakang perahu/pledang. Orang kedua
disebut "lama fa" alias juru tikam. Di Lamalera tidak banyak nelayan
yang bertugas sabagai " lama fa ". Sebagai juru tikam, perannya amat
penting. Tanpa dia, mustahil nelayan menyeret pulang Paus
berukuran besar hingga 20 meter panjangnya. Selama berlayar, “lama fa” harus
terus-menerus berdiri di ujung depan perahu, mengawasi Paus
yang mungkin muncul. Ia dibantu seorang yang disebut " breung alep
" yang bertugas menjaga agar tali yang diikatkan ke “tempuling” tidak kusut. Tempuling
adalah tombak bambu berujung logam tajam yang dipakai menikam ikan Paus. selama
berlayar, " breung alep " akan berdiri di belakang lama fa. Sementara
penumpang lainnya bertugas mendayung perahu
atau menguras air laut yang masuk ke dalam Pledang.
Nelayan pemburu cuma berbekal satu jenis senjata yaitu " Tempuling
". Ini sebuah mata tombak dari besi
sepanjang 60 sentimeter. Di belakangnya diikatkan tali sepanjang sekitar 20-an
meter. Ujung satunya diikatkan ke badan perahu. Bila akan dipakai menikam, Tempuling
dikaitkan ke ujung sebuah bambu sepanjang empat meter, yang berfungsi sebagai
pegangan. Tradisi nelayan lamalera dalam berburu ikan Paus ini
hanya membolehkan mereka membawa Tempuling,
tali dan bambu saja untuk berburu. Metode berburu mamalia
laut raksasa ini sangat tradisional.
Dalam perburuan ini,
bila mereka memergoki sekawanan Ikan Paus yang
asyik bermain sambil sesekali menyemburkan air ke udara, maka juru tikam akan menyiapkan Tempulingnya.
Dengan berdiri tegak di ujung perahu, ia kemudian melempar tombaknya ke arah ikan
Paus. Mata tombak bertali itu pasti akan menembus tepat pada perut paus. Paus
raksasa itu pun akan meronta memberi reaksi atas tikaman itu. Juru tikam akan
berenang lagi menuju pledang untuk menyiapkan tempulingnya lagi. Perahu-perahu
yang lain pun ikut mengepung ikan paus. Sejumlah
tempuling menghujaninya lagi, ikan paus yang marah itu mulai
menyeret sejumlah pledang. Namun hal ini adalah sebuah nuansa tersendiri bagi nelayan Lamalera. Terkadang perahu mereka diseret Paus hingga
jauh, sebelum akhirnya paus kehabisan tenaga dan mati.
Penuh Resiko
Perburuan ikan paus ini tak selamanya mulus. Terkadang
resiko selalu muncul. karena itu, juru tikam (Lama Fa) haruslah orang yang pandai
menikam. Ikan Paus yang
mereka tikam haruslah pada daerah-daerah tertentu, yakni bagian perut, dada
atau disekitar kemaluan. Jika tikaman mengenai bagian ini maka dalam waktu
empat sampai lima jam Ikan Paus akan mati.
0 Komentar