Unordered List

6/recent/ticker-posts

Berburu Paus di Lamalera Memadukan Agama dan Tradisi

 




Oleh : Mans Balawala (SMGM Cabang Larantuka)

 

Kanada dan Greenland boleh berbagga dengan tradisi berburu anjing laut dan penguin.  Namun di Lamalera Lembata, ada atraksi perburuaan ikan paus yang memesona dan mendebarkan jantung. Uniknya ritual perburuaan “raksasa laut” ini memadukan agama dan budaya setempat. Sebuah tradisi yang sudah berlangsung sejak abad ke 16.

 

Secara Ilmiah ikan paus diyakini selalau bermigrasi, namun bagi nelayan Lamalera,  kedatangan mamalia raksasa di laut Sawu  itu, tak lepas dari ritual pemanggilan yang dikemas dalam tradisi   “Le Gerek” dan juga acara liturgis misa Lefa setiap tanggal 1 Mei, sebagai pertanda dimulainya perburuan Ikan Paus oleh Nelayan Lamalera.  Dalam perayaan misa ini, pastor mendoakan arwah para pemburu paus yang meninggal dimasa silam maupun yang belakangan. Oleh Pastor semua mereka disebutkan satu persatu dalam misa Lefa ini. Ketika nama mereka yang meninggal disebutkan satu persatu, isak tangis keluarga nelayan yang meninggal memecah di tengah keheningan dan kekhusukan doa.  Selain mendoakan arwah meraka yang meregang nyawa ketika berburu Paus, Imam juga memberkati Pledang (perahu yang digunakan untuk berburu paus) dan mendoakan keselamatan nelayan yang akan turun ke laut berburu Paus.

 

Adapun Misa Lefa ini bertempat di Kapel St. Petrus yang letaknya di tepi pantai dan dihadiri semua umat Desa Lamalera A dan Lamalera B.  Selain misa Lefa dan ritual “Le Gerek”, juga ada ritual yang mereka sebut sebagai pelepasan Prasso Sapang  yang dilakukan di atas sebuah batu hitam yang sepintas bentuknya menyerupai ikan paus. Batu ini oleh masyarakat Lamalera disebut batu kerbau bertanduk gading (sora taran bala)  yang terletak di Dusun Lamamanu, gunung Labalekan, sekitar 3 kilometer dari Desa Lamalera A. Dalam ritual pemanggilan kawanan ikan paus ini, mereka memberikan kepada leluhur berupa seekor ayam jantan merah, sirih pinang, tembakau, beras merah dan telur ayam. Setelah ritual ini diadakan, mereka akan membunyikan sebuah gong kramat. 

 

Dalam perburuan ini, tidak sembarang ikan Paus boleh ditangkap. Ada pengecualian menurut aturan adat, yakni Paus jantan besar dan Paus yang sedang hamil. Penangkapan Paus mulai dari bulan Mei hingga  Oktober saat laut tenang dan tidak terlalu bergelombang. Atraksi penangkapan ikan paus ini biasanya dimulau dari pagi hari dan hari minggu adalah hari untuk istirahat dan ke gereja.  Sebelum berangkat, mereka berdiri  khusyuk di samping pledang (Perahu) memanjatkan doa memohon keselamatan.  Satu pledang biasnya terdiri dari  9 - 12 nelayan, dan dalam sekali perburuaan terdapat hingga 10 Pledang.   Semua warga Lamalera bebas memilih Pledang yang akan ditumpangi. Tidak ada syarat khusus untuk ikut melaut. Semua penduduk Lamalera boleh bergabung, bahkan anak-anak berusia belasan tahun pun tidak dilarang.

 

Tugas Masing-masing

Dalam perburuan Paus ini, setiap orang di atas Pledang memiliki tugas dengan sebutan masing-masing. Yang menjadi juru mudi disebut "lama uri". Dia bertanggung jawab mengendalikan dan membawa Pledang mendekati Paus sampai jarak yang aman. “Lama uri” memiliki tempat khusus untuk berdiri yakni di ujung belakang perahu/pledang. Orang kedua disebut "lama fa" alias juru tikam. Di Lamalera tidak banyak nelayan yang bertugas sabagai " lama fa ". Sebagai juru tikam, perannya amat penting. Tanpa dia, mustahil nelayan menyeret pulang  Paus berukuran besar hingga 20 meter panjangnya.  Selama berlayar, “lama fa”  harus terus-menerus berdiri di ujung depan perahu, mengawasi Paus yang mungkin muncul.  Ia dibantu seorang yang disebut " breung alep " yang bertugas menjaga agar tali yang diikatkan ke  “tempuling”  tidak kusut. Tempuling adalah tombak bambu berujung logam tajam yang dipakai menikam ikan Paus. selama berlayar, " breung alep " akan berdiri di belakang lama fa. Sementara  penumpang lainnya bertugas mendayung perahu atau menguras air laut yang masuk ke dalam Pledang.

 

Nelayan pemburu cuma berbekal satu jenis senjata yaitu " Tempuling ".  Ini sebuah mata tombak dari besi sepanjang 60 sentimeter. Di belakangnya diikatkan tali sepanjang sekitar 20-an meter. Ujung satunya diikatkan ke badan perahu. Bila akan dipakai menikam, Tempuling dikaitkan ke ujung sebuah bambu sepanjang empat meter, yang berfungsi sebagai pegangan. Tradisi nelayan lamalera dalam berburu ikan Paus ini hanya membolehkan mereka membawa Tempuling, tali dan bambu saja untuk berburu. Metode berburu mamalia laut raksasa ini sangat tradisional.

 

Dalam perburuan ini,  bila mereka memergoki sekawanan Ikan Paus yang asyik bermain sambil sesekali menyemburkan air ke udara,  maka juru tikam akan menyiapkan Tempulingnya. Dengan berdiri tegak di ujung perahu, ia kemudian melempar tombaknya ke arah ikan Paus. Mata tombak bertali itu pasti akan menembus tepat pada perut paus. Paus raksasa itu pun akan meronta memberi reaksi atas tikaman itu. Juru tikam akan berenang lagi menuju pledang untuk menyiapkan tempulingnya lagi. Perahu-perahu yang lain pun ikut mengepung ikan paus. Sejumlah tempuling menghujaninya lagi, ikan paus yang marah itu mulai menyeret sejumlah pledang. Namun hal ini adalah sebuah nuansa tersendiri  bagi nelayan Lamalera. Terkadang perahu mereka diseret Paus hingga jauh, sebelum akhirnya paus kehabisan tenaga dan mati.

 

Penuh Resiko

Perburuan ikan paus ini tak selamanya mulus. Terkadang resiko selalu muncul. karena itu, juru tikam (Lama Fa) haruslah orang yang  pandai  menikam.  Ikan Paus yang mereka tikam haruslah pada daerah-daerah tertentu, yakni bagian perut, dada atau disekitar kemaluan. Jika tikaman mengenai bagian ini maka dalam waktu empat sampai lima jam Ikan Paus akan mati.



 Dalam setahun ada sekitar 20 paus yang mampir ke laut sawu. Dari jumlah ini yang berhasil ditangkap nelayan Lamalera bisa mencapai lima sampai enam ekor. Kesempatan untuk memburu sampai berhasil menikam-paus memang sungguh langkah. Setelah mamalia ini kehabisan tenaga lalu mati, perahu-perahu yang terlibat dalam perburuan itu kemudian dikerahkan untuk menyeret ikan paus ini ke pantai. Sampai di pantai, tubuh ikan paus dipotong-potong sesuai dengan bagian tiap pemburu. Sisanya dibagikan ke seluruh penduduk Lamalera yang tak ikut melaut. Bahkan seorang janda pun berhak mendapat pembagian daging paus. Syaratnya, ia cukup membawa sepiring jagung untuk ditukar dengan daging seberat tiga kilogram. Semua harus kebagian. Malam harinya, seluruh masyarakat Lamalera pun bersuka-ria menikmati daging Ikan Paus sambil mendengarkan kisah heroik para nelayan yang membantainya. (sumber foto  web)

 

 

Posting Komentar

0 Komentar