Unordered List

6/recent/ticker-posts

Kisah Guru Honor Lima Ribu Rupiah

 



Setelah merampungkan pendidikan di satuan pendidikan guru di SPGK Podor Larantuka, Bernadus Bayo (53) memilih mengabdi di Desa Klibang, Adonara Tengah, Flores Timur, Nusa Tengggara Timur (NTT). Selain untuk memenuhi keinginan kedua orangtua juga memenuhi tawaran kepala sekolah setempat. Dus, demikian akrab ia dipanggil menjadi pengajar di sekolah itu dengan honor setiap bulan lima ribu rupiah.

 

Merasa kurang sepadan dengan pengabdiannya sebagai guru Dus Bayo berhenti mengajar dan menjadi petani. Ia mengurus dan mengolah ladang. “Saya capai apalagi dengan penghasilan lima ribu rupiah per bulan,’’ ujar Dus melalui telepon seluler saat dihubungi Kamis ( 13 Januari 2022).

 Dus mengajar lagi di SDK Klibang, Desa Nuba Lema, Kec. Adonara Barat (kini Kec. Adonara Tengah). Selang tak lama ia mengajar lalu berhenti tahun 1993.

 Kisah selanjutnya tahun 1995 atas informasi dari staf pemerintah daerah Flotim, sekitar 26 orang calon guru yang akan diangkat menjadi Pegawai Negera Sipil (PNS). Guru yang berjumlah 26 orang itu menurut rencana akan diangkat menjadi PNS, mengisi lowongan. Langkah ini biasa dilakukan untuk menunggu jadwal test penerimaan guru yang biasa dilaksanakan setiap tahun di wilayah tersebut.

 ‘’Waktu itu ada nama seperti Jacobus Kia, mantan kepala Dinas P dan K Flotim dan sejumlah aparat lainnya turut membantu mengurus administrasi. Pengurusan administrasi itu dilakukan oleh para staf ini, langsung ke BAKN di Ende. Bahkan kami mengeluarkan uang untuk kelancaran administrasi. Sayangnya sampai dengan waktunya kami tunggu, pengisian lowongan guru itu tidak tereasliasi. Kami tidak jadi mengisi lowongan, semua gagal,’’ kisah Dus Bayo.

Dus mengaku banyak uang yang telah dikeluarkan namun urusan itu tidak membuahkan hasil. Ia merasa sangat kecewa namun ia juga sadar bahwa tanpa ada kenalan ‘orang dalam’ ia akan menghadapi nasib yang sama. Sebelumnya, ia sudah 3 - 4 kali mengikuti test PNS namun selalu tidak berhasil.

 Dikatakan, soal ‘orang dalam’ memang fakta. Banyak orang yang memiliki kedekatan dengan pejabat lalu menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri juga anggota keluarganya. Bahkan ditengarai ada yang diam-diam melakukan praktik menggunakan uang sebagai pelicin. Tujuannya agar keluarganya itu bisa lulus PNS.

 Merantau

Gagal mengisi lowongan guru, Dus merantau (=melarat, pergi Malaysia). Melarat, sebutan masyarakat umum ke luar kampung untuk  mencari pekerjaan, memperbaiki ekonomi lebih baik.

 Dus selanjutnya ke Malaysia. Cita-citanya sudah bulat, ingin bekerja dan memngumpulkan uang. “Saya sudah bertekad bekerja di Malaysia kemudian kembali ke kampung halaman membahagiakan kedua orangtua,’’ kata Dus.

 Tahun 1997  setelah tiba di negeri Jiran (Ladato) ia bertemu  dengan para perantau asal Timor, Flores dan dari tempat lainnya. Bahkan di rantau ia bertemu dengan seorang rekan berasal dari Lembata yang berprofesi sebagai guru di kampung.

 Ia menceritakan, mula-mula ia bekerja di kilang papan kemudian kilang bata. Sebagai karyawan di perusahaan tersebut. Uniknya, pemilik perusahaan atau lazim disebut taoke itu sangat baik kepada Dus. Bahkan gajinya lebih tinggi dari teman-teman yang bekerja bersama dengannya. Inilah yang ia merasakan bahwa dalam pekerjaan selalu dalam lindungan Tuhan Yesus.

 Lama menjalani dua pekerjaan di atas, Dus menjadi karyawan kelapa sawit  yaitu di bagian pemetik kelapa sawit. Uniknya  sebagai karyawan dalam perusahaan kelapa sawit Dus dipercaya menjadi kepala untuk karyawan asal dari Timor dan Flores. “Ada anggota saya dari Belu yang tergabung dalam komunitas perantau asal Timor” kisah Dus Bayo.

 Dikatakan, menjalani kehidupan seperti di Sabah Malaysia selalu dibayang-bayang  dengan ketakutan karena hamper saban hari  polisi di Raja Malaysia selalu mengecek surat-surat kelengkapan kerja seprti paspor dan kelengkapan lainnya. Nah, di sinilah hanya dua ancaman yang dihadapi jika tidak lengkap surat – surat maka siap untuk dideportase dari Malaysia atau membayar sejumlah uang yang sangat mahal.



Ia sempat berpikir jikalau uang yang telah ditabung cukup maka ia memilih  kembali ke kampung halaman. Sebagai perantau ia berpikir saatnya untuk kembali untuk mengabdi untuk kampong, walaupun dengan menjalani pekerjaan sebagai guru honor.

 Setelah menimbang dengan matang tahun 2000 , Dus kembali ke Adonara, Flores. Tidak lama tiba di kampong ia langsung menerima tamu kepala sekolah SDK Klibang. Permintaan tidak lain adalah meminya Dus mengajar kembali di sekolah tersebut. Dua mengakui, hingga saat ini masyarakat khususnya guru-guru senior memilih tamatan Podor untuk mengajar dari pada lulusan dari sekolah lain karena sangat dikenal dalam pelayanan prima bina iman, olahraga dan  musik.

 Guru kontrak

Tahun 2000 ada progam pemerintah pusat adanya tenaga kontrak ia mengikuti seleksi. Jumlah seluruh guru kontrak 216 peserta. Setelah tiga tahun Dus menjadi peserta guru kontrak. Setengah dari jumlah tersebut akhirnya diangkat jadi PNS. Sisanya dari jumlah itu boleh dibilang masa ‘emas’. Ibarat mendapat angina surge, mereka diangkat hanya dengan syarat mengumpulkan berkas.

 Tepat 1 Januari 2007 Dus dinyatakan menjadi PNS. Ia bercerita teman-teman seangakatan Podor 1989 pun diangkat bersamaan. Nama –nama rekannya itu Anatolius Pugel dan Dominikus Domi Doren. Senang sekali rasanya kala itu.

 

Dus menjalani ‘perustusan’ semula di SDK Kilbang selanjutnya Sk penempatan di SDK Leter, Rita Wolo, Bukit Seburi. Di tempat ini ia mengabdi selama enam tahun, dua bulan (2007-2013). Setelah itu alumni Podor 1989 mendapat tugas di SD Inpres Lewobele (2013-2019). Selanjutnya 2019 hingga kini menjadi staf guru di SD Polugedong, Kec. Adonara Tengah.

Panggilan

Dus mengakui ia bersyukur karena boleh memilih jalan hidup sebagai seorang guru. Ia menekuninya sebagai suatu panggilan, maka ia memiliki tanggungjawab menjaga dan merawat nama alumni SPG Katolik Podor Larantuka.

Lewat lembaga pendidikan milik Frateran Bunda Hati Kudus (BHK) ia menekuni banyak hal termasuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Saat ia menjadi guru honor di Klibang, Dus Bayo sungguh –sungguh mengabdikan dirinya sebagai guru penuh pengabdian tulus, tidak hanya di sekolah tapi pengabdian di tengah-tengah masyarakat luas.

Dus memaknai perjalanan yang diawali dengan guru  honor, guru kontrak lalu menjadi guru PNS defenitif adalah semata-mata buah dari ketekunannya ia bekerja. Sewaktu guru honor ia menjadi Ketua Dewan Stasi, Ketua Dewan Wilayah. “Maka apa yang saya dapatkan adalah kasih kemurahan Tuhan,’’ kata pria yang kini memiliki tiga cucu ini.

Sesungguhnya Dus telah menunjukan kesetiannya dalam perkara-perkara kecil dan kini telah menang dan melewati perkara besar. Tuhan mengabulkan doa –doanya bahwa ia ingin membahagiakan ibunda juga anak serta istrinya. Ketika ia mengenang 33 tahun silam dengan honor 5000 rupiah per bulan, sesungguhnya pengalaman ini bermakna menguji kesetiaan menjalani panggilan hidup sebagai seorang guru yang merenda masa depan demi masa depan gereja bangsa dan negara. *** 

                                                                                                                       Konrad R Mangu

Keterangan foto; Dus Bayo

 


Posting Komentar

0 Komentar