|
Setelah merampungkan pendidikan di satuan pendidikan guru di SPGK Podor
Larantuka, Bernadus Bayo (53) memilih mengabdi di Desa Klibang, Adonara Tengah,
Flores Timur, Nusa Tengggara Timur (NTT). Selain untuk memenuhi keinginan kedua
orangtua juga memenuhi tawaran kepala sekolah setempat. Dus, demikian akrab ia
dipanggil menjadi pengajar di sekolah itu dengan honor setiap bulan lima ribu
rupiah.
Merasa kurang sepadan dengan pengabdiannya sebagai guru Dus Bayo
berhenti mengajar dan menjadi petani. Ia mengurus dan mengolah ladang. “Saya
capai apalagi dengan penghasilan lima ribu rupiah per bulan,’’ ujar Dus melalui
telepon seluler saat dihubungi Kamis ( 13 Januari 2022).
Kisah selanjutnya tahun 1995 atas informasi dari staf pemerintah daerah Flotim, sekitar 26 orang calon guru yang akan diangkat menjadi Pegawai Negera Sipil (PNS). Guru yang berjumlah 26 orang itu menurut rencana akan diangkat menjadi PNS, mengisi lowongan. Langkah ini biasa dilakukan untuk menunggu jadwal test penerimaan guru yang biasa dilaksanakan setiap tahun di wilayah tersebut.
Dus mengaku banyak uang yang telah dikeluarkan namun urusan itu tidak
membuahkan hasil. Ia merasa sangat kecewa namun ia juga sadar bahwa tanpa ada
kenalan ‘orang dalam’ ia akan menghadapi nasib yang sama. Sebelumnya, ia sudah
3 - 4 kali mengikuti test PNS namun selalu tidak berhasil.
Gagal mengisi lowongan guru, Dus merantau (=melarat, pergi Malaysia).
Melarat, sebutan masyarakat umum ke luar kampung untuk mencari pekerjaan, memperbaiki ekonomi lebih
baik.
Ia sempat berpikir jikalau uang yang telah ditabung cukup maka ia memilih kembali ke kampung halaman. Sebagai perantau ia berpikir saatnya untuk kembali untuk mengabdi untuk kampong, walaupun dengan menjalani pekerjaan sebagai guru honor.
Tahun 2000 ada progam pemerintah pusat adanya tenaga kontrak ia
mengikuti seleksi. Jumlah seluruh guru kontrak 216 peserta. Setelah tiga tahun
Dus menjadi peserta guru kontrak. Setengah dari jumlah tersebut akhirnya
diangkat jadi PNS. Sisanya dari jumlah itu boleh dibilang masa ‘emas’. Ibarat
mendapat angina surge, mereka diangkat hanya dengan syarat mengumpulkan berkas.
Dus menjalani ‘perustusan’ semula di SDK Kilbang selanjutnya Sk
penempatan di SDK Leter, Rita Wolo, Bukit Seburi. Di tempat ini ia mengabdi
selama enam tahun, dua bulan (2007-2013). Setelah itu alumni Podor 1989
mendapat tugas di SD Inpres Lewobele (2013-2019). Selanjutnya 2019 hingga kini
menjadi staf guru di SD Polugedong, Kec. Adonara Tengah.
Panggilan
Dus mengakui ia bersyukur karena boleh memilih jalan hidup sebagai
seorang guru. Ia menekuninya sebagai suatu panggilan, maka ia memiliki
tanggungjawab menjaga dan merawat nama alumni SPG Katolik Podor Larantuka.
Lewat lembaga pendidikan milik Frateran Bunda Hati Kudus (BHK) ia
menekuni banyak hal termasuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Saat ia
menjadi guru honor di Klibang, Dus Bayo sungguh –sungguh mengabdikan dirinya
sebagai guru penuh pengabdian tulus, tidak hanya di sekolah tapi pengabdian di
tengah-tengah masyarakat luas.
Dus memaknai perjalanan yang diawali dengan guru honor, guru kontrak lalu menjadi guru PNS
defenitif adalah semata-mata buah dari ketekunannya ia bekerja. Sewaktu guru
honor ia menjadi Ketua Dewan Stasi, Ketua Dewan Wilayah. “Maka apa yang saya
dapatkan adalah kasih kemurahan Tuhan,’’ kata pria yang kini memiliki tiga cucu
ini.
Sesungguhnya Dus telah menunjukan kesetiannya dalam perkara-perkara
kecil dan kini telah menang dan melewati perkara besar. Tuhan mengabulkan doa –doanya
bahwa ia ingin membahagiakan ibunda juga anak serta istrinya. Ketika ia
mengenang 33 tahun silam dengan honor 5000 rupiah per bulan, sesungguhnya
pengalaman ini bermakna menguji kesetiaan menjalani panggilan hidup sebagai
seorang guru yang merenda masa depan demi masa depan gereja bangsa dan negara.
***
Konrad
R Mangu
Keterangan foto; Dus Bayo
0 Komentar