Berbicara tentang kitab
suci, sepertinya tak pernah selesai untuk dibahas, ibarat “menggali sumur tanpa
dasar.” Ada banyak hal yang perlu diulas secara sederhana untuk membantu para
pembaca memahami secara baik tentang kitab suci. Pada bagian pertama, kita telah
berbicara tentang injil sinoptik, tiga injil yang memiliki kemiripan cerita. Ketika bertanya tentang apa alasan
penempatan keempat Injil itu, terutama Injil Matius yang ditempatkan pada
bagian awal. Kalau melihat sejarah penulisan yang saya dapatkan dari beberapa
literatur dan juga penjelasan dari seorang penyuluh Agama Katolik, saya memperoleh
informasi bahwa alasan mendasar, Injil Matius ditempatkan pada bagian awal
karena memuat silsilah Yesus. Prolog injil Matius mengisahkan tentang silsilah
keturunan Yesus dan karena memuat silsilah inilah maka Injil Matius berada pada
bagian terdepan.
Banyak ekseget (ahli kitab suci) memandang bahwa Injil Matius ditempatkan pada bagian awal sekaligus menjadi “jembatan” yang menghubungkan perjanjian lama dan perjanjian baru. Bahwa dalam perjanjian lama, ramalan nabi Yesaya tentang kedatangan seorang Mesias bisa terpenuhi dalam diri Yesus. “Seorang perempuan muda akan melahirkan seorang Mesias.” Ini adalah ramalan Yesaya yang memperlihatkan perempuan muda, yakni Bunda Maria yang memiliki peran penting dalam sejarah keselamatan manusia. Bunda Maria bersedia untuk menerima tawaran dari Allah melalui malaikat Gabriel. Maria hanya merunduk pasrah pada Allah dengan mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku, menurut perkataan-Mu.”
Dalam silsilah itu, kita tahu bahwa Yesus berasal dari keturunan Daud. Yesus lahir dalam kesederhanaan, menunjukkan penghampaan diri-Nya. Mengapa Yesus dilahirkan di kandang hewan? Ini pertanyaan sederhana tetapi memiliki kedalaman makna di balik pertanyaan itu. Maria dan Yosef ketika berada di Betlehem, berjalan dari rumah yang satu ke rumah yang lain untuk mencari penginapan dan kalau memungkinkan, menjadikan rumah sebagai tempat yang layak untuk melahirkan Sang Putera. Tetapi upaya ini tidak membuahkan hasil. Tak ada tempat bagi mereka (Maria dan Yosef) untuk menginap di rumah warga.
Kelahiran Yesus di kandang hewan, memperlihatkan suasana natal yang sederhana. Tak ada lampu yang bisa menerangi mereka saat terjadi kelahiran. Tak ada orang penting yang menjadi saksi nyata kelahiran-Nya. Hanya para gembala kecil yang menjadi saksi kelahiran-Nya. Sang bayi Yesus dibaringkan dalam palungan, yang setiap saat dijadikan sebagai tempat untuk menampung makanan ternak. Peristiwa Yesus dibaringkan dalam palungan ini juga menunjukkan bahwa ketika beranjak dewasa, Yesus menjadi gembala dan bahkan menjadikan diri-Nya sebagai santapan rohani. Ia tidak hanya menjadikan diri-Nya sebagai “palungan” tetapi sekaligus menjadi “makanan rohani” bagi domba-domba-Nya.***(Valery Kopong)
0 Komentar