Unordered List

6/recent/ticker-posts

Membongkar Kebohongan Klarifikasi Edy Mulyadi




KATANYA sebagai Wartawan Senior, saudara Edy Mulyadi sejatinya tahu bahwa apapun yang diberitakan termasuk apapun yang disampaikan selalu berada pada konteks yang saling terkait. Termasuk seharusnya lebih paham bahwa sebuah ungkapan yang sudah biasa bagi daerah tertentu tidak serta merta bisa diteima di daerah lain.

Masyarakat Indonesia dalam hal ini masyarakat adat memiliki kearifan lokal termasuk didalamnya memiliki norma-norma sosial yang menjadi “batasan” sosial di dalam bertutur kata dan berperilaku. Maka ketika Edy membenarkan pernyataannya yang kemudian dibela oleh sekutu tukang fitnah dan penyebar kebencian dengan mengatakan bahwa pernyataan yang ia kemukakan adalah hal biasa di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagaimana dalam video klarifikas dan permintaan maaf beberapa hari ini mengungkapkan bahwa klarifikasi dan permintaan maaf Edy hanya menegaskan kesomobongannya bahkan dengan terang dan jelas menodai dunia jurnalistik yang sejatinya mewartakan kebenaran yang selalu memiliki batasan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat maupun daerah tertentu.
Dan yang lebih memperihatinkan lagi adalah Edy mencoba membelokan pernyataannya yang sekali lagi untuk membenarkan diri dengan menyamakan tempat “jin membuang anak” sebagai tempat yang jauh. Sederhananya Edy mencoba mengaburkan konteks pembicaraan dengan mengindentikan tempat “jin buang anak” sebagai tempat yang jauh.
Secerdik apapun si Edy, bahkan dengan label wartawan senior, Edy sengaja membangun opini publik baru dengan indentifikasi tersebut, namun sayang Edy tidak sadar bahwa pernyataannya yang kemudian ditambahkan oleh seseorang di sampingnya memiliki konteks. Ada konteks dalam hal ini tempat yang sedang Edy cs bicarakan hingga memunculkan ujaran kebencian berbau SARA dari Edy cs.
Semoga Edy cs sadar dan berani mengakui “kebohongan” klarifikasinya serta permintaan maafnya bahwa konteks yang sedang mereka bicarakan sebagaimana yang tersebar dalam video yang menjadi viral dan memicu gerakan kebangkitan masyarakat adat Dayak di seluruh Kalimantan adalah terkait dengan pembicaraan mereka mengenai Ibu Kota Negara baru (IKN) di Kalimantan tepatnya di Kalimantan Timur di wilayah Kabupaten Paser-Penajam. Dan itu nampak jelas dari pertanyaan Edy kepada seseorang disampingnya;
“Sampeyan tinggal di mana om Asam. Tinggal di mana? Di mana Jakartanya? Mana mau dia tinggal gunung sari pindah ke Kalimantan-Penajam sana untuk beli rumah di sana. Gue mau jadi warga ibu kota negara baru. Mana mau?” (VIVACOID-youtube, Jan 23, 2022).
Dari pernyataan Edy sudah sangat jelas bahwa konteksnya adalah Kalimantan yang telah disahkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru, lalu bagaimana mungkin Edy hendak membela diri bahwa pernyataannya itu tidak menghina warga Kalimantan melainkan menunjukan tempat yang jauh. Bahkan pernyataan saudara Edy soal tempat yang jauh, tempat “jin buang anak” dipertegas dan diperjelas kembali dengan pernyataan kepada Asam; “Mana mau Mana mau dia tinggal gunung sari pindah ke Kalimantan-Penajam sana untuk beli rumah di sana.”
Lantas menurut Edy daerah yang jauh itu daerah mana dan apa namanya? Kalau Edy memang wartawan senior maka salah satu unsur dalam dunia jurnalistik yang tidak bisa dilupakan adalah terkait dengan WHERE (dimana) yang berhubungan dengan nama tempat. Dan disitu Edy dengan jelas menyebutkan nama tempat. Kok tiba-tiba dalam klarifikasi dengan seenaknya melupakan konteks pernyataan sebelumnya dengan mengatakan yang dimaksud adalah tempat yang jauh.
Maka dari klarifikasi Edy yang katanya wartawan senior Edy tidak hanya menghina dan melecehkan masyarakat Kalimantan dalam hal ini masyarakat adat Dayak tetapi juga melecehkan dunia jurnalistik dengan membangun sebuah kebohongan baru atas pernyataannya yang mengandung ujaran kebencian berbau SARA.
Oleh karena itu menurut hemat saya pribadi; klarifikasi dan permintaan maaf Edy adalah sebuah kebohongan dan kepalsuan karena secara sadar mengaburkan konteks yang ia sendiri bicarakan dengan teman-temannya. Salam omong kosong dan palsu Ed! ***(Tuan Kopong, MSF)

Posting Komentar

0 Komentar