Beberapa
waktu yang lalu, saya berjumpa dengan seorang teman yang pernah saya kenal saat
ia menjadi juri dalam sebuah festival lagu-lagu rohani. Ketika bertemu, teman
saya ini masih berprofesi sebagai guru dan juga dipercayakan sebagai kepala
sekolah pada sebuah sekolah swasta. Namun beberapa waktu lalu saat bertemu dan
menanyakan tentang bagaimana perkembangan sekolah yang dipimpinnya, ia menjawab
dengan santai, bahwa “saya tidak lagi jadi kepala sekolah. Saya sudah keluar
dari sekolah itu dan kini saya berkecimpung pada “Merdeka Belajar” yang
memberikan pelatihan-pelatihan pada sekolah-sekolah. “Merdeka Belajar”
memberikan pelatihan pada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Cerita ini memang menarik bahwa seorang guru yang sebelumnya hanya bergerak pada ruang-ruang kelas di satu sekolah, tetapi setelah berada pada “Merdeka Belajar” yang merupakan kumpulan orang-orang kreatif dan peduli terhadap sekolah, memberikan energi baru untuk memberikan pelatihan pada sekolah-sekolah lain. Secara sepintas, “Merdeka Belajar” memberikan ruang kebebasan siswa-siswi untuk melakukan ekspresi diri dan menciptakan kreasi baru dari proses yang dialami di sekolah. Untuk bisa menunjang daya kreatif anak-anak, perlu adanya pembimbing yang handal yang tidak hanya melihat sekolah tempat untuk menadah ilmu saja tetapi ilmu yang didapatkan itu bisa merangsang cara berpikir seseorang.
Kelompok guru yang membentuk paguyuban “Merdeka Belajar” secara langsung mendukung pemerintah Indonesia saat ini yang lebih berkonsentrasi pada pendidikan tepat sasar dan memenuhi tuntutan dunia kerja. Dengan model pendidikan yang berbasis pada cara kerja digital memberikan kesempatan pada generasi milenial untuk mematangkan pengetahuan dalam dunia digital dan akan berhadapan secara langsung dengan dunia kerja dengan tuntutan ekonomi pasar digital. Orientasi pendidikan yang demikian, dinyatakan oleh Nadiem secara terang-benderang dengan menggunakan istilah link and match pendidikan (Media Indonesia, 24/10/2019).
Sudah waktunya Indonesia merancang pola belajar kreatif dan bisa dijadikan sebagai bekal sebelum terjun ke dunia kerja. Apa yang dilakukan oleh Nadiem ini mengarah pada negara-negara maju yang menetapkan ciri khas keunggulan dalam bidang tertentu. Sebagai contoh, Thailand yang dikenal sebagai negara penghasil beras, menghidupkan dunia pertanian yang menjadi produk unggulan. Penegasan negaranya sebagai negara agraris, berpengaruh pada pola pendidikan yang juga mendukung bidang pertanian. Kurikulum yang dirancang tentu mendukung daya kreasi sebagai petani modern yang mengandalkan teknologi yang bisa mendukung dunia pertanian.
Sumber gambar: www.merdeka.com
Dahulu, Indonesia
dikenal sebagai negara agraris. Konsentrasi pada dunia pertanian menjadi
perhatian pemerintah Orde Baru. Indonesia bahkan pernah mengalami swasembada
pangan. Sampai saat ini Indonesia belum menegaskan diri secara terbuka, apakah
menjadi negara agraris ataukah menjadi negara industri? Penegasan diri ini
menjadi penting untuk mendukung orientasi belajar dan pola pengembangan
kurikulum. Tetapi saat ini ketika mengikuti perkembangan kurikulum, lebih
mengarah pada teknologi digital, karena hanya dengan mengandalkan teknologi digital,
bisa membantu sistem ekonomi dan pemasaran. Siapa yang belajar teknologi
berbasis internet maka dengan merebut pasar dunia.***(Valery Kopong)
0 Komentar