Mencermati seorang fotografer yang sedang membidik sebuah obyek untuk diambil fotonya, terkesan menarik. Ia harus mencari posisi yang tepat untuk bagaimana mengambil sudut pandang yang menarik agar hasilnya memang memuaskan. Memang, kerja seorang fotografer adalah membidik obyek yang menarik dan juga berusaha menyiapkan latar belakang yang menarik pula sebelum memotret orang. Seorang fotografer sibuk untuk mengurus hal-hal di luar dirinya bahkan ia lupa dengan dirinya sendiri. Seorang fotografer boleh memotret orang lain dengan sudut pandang yang menarik tetapi coba kita bertanya pada fotografer, berapa foto milik fotografer?
Fotografer begitu sibuk dengan orang lain. Sibuk menyiapkan peralatan yang perlu dan berhasil membidik obyek yang menarik. Ia selalu lupa untuk memotret dirinya sendiri. Kalaupun ia memotret dirinya sendiri, hasilnya pasti tidak memuaskan, kecuali seorang fotografer difoto oleh fotografer lain. Ilustrasi kecil ini membantu saya untuk memahami sisi kehidupan ini, yang terkadang kita terlalu sibuk dengan diri sendiri untuk pada akhirnya lupa dengan orang lain. Atau sebaliknya seorang fotografer sibuk dengan orang lain, sampai lupa dengan dirinya sendiri.
Hidup
ini memang butuh keseimbangan dalam memberikan perhatian pada diri sendiri dan
orang lain. Keberadaan orang lain menjadi penting bagi kita karena hanya dengan
keberadaan orang lain, kita bisa menegaskan diri, siapa kita yang sebenarnya.
Karena itu tidak salah jika membaca cuplikan filsafatnya Martin Heidegger, “aku
menjadi aku karena aku-ku yang lain.” “Aku-ku” yang lain dibaca sebagai orang
lain yang tidak lain menjadi bagian dari kehidupan kita. Atau secara radikal,
Yesus membahasakan, “cintailah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Yesus
mengajarkan kita untuk melihat ke dalaman diri tentang siapakah aku dan
bagaimana saya membangun relasi dengan orang lain.
Memaknai
dua sisi kehidupan ini, menjadikan kita untuk berpikir secara seimbang. Kita
boleh sibuk mengurus diri sendiri tetapi juga jangan lupa, perlu untuk memperhatikan
orang lain yang membutuhkan perhatian kita. Hanya dengan melayani orang lain,
kehidupan kita menjadi bermakna. “Bersahabatlah dengan diri sendiri dan orang
lain agar semesta memelukmu.” (Valery Kopong)
0 Komentar