Unordered List

6/recent/ticker-posts

Kisah Taman Doa di Lereng Labalekan Misionaris Amerika Serikat





PASTOR Nicholas Strawn SVD (88 tahun) adalah tentang sejarah hidup perjalanan Paroki Hati Amat Kudus Lerek dan Paroki Santu Joseph Boto. Dua paroki ini berada di bawah otoritas Gereja lokal: Keuskupan Larantuka, Nusa Tenggara Timur. Pater Nicholas lebih akrab disapa Bapa tuan Niko, umat kesayangannya baik di Paroki Lerek maupun Boto. Setelah ditahbiskan menjadi imam di Oelwein, negara bagian Ohio, Amerika Serikat ia langsung menuju Indonesia sebagai misionaris Serikat Sabda Allah atau Societas Verbi Divini (SVD). "Saya baru tiba di Lewoleba. Dari Puor kemarin sore. Saya diundang Pater Niko mengikuti Misa Hari Ulang Tahun ke-66 Imamatnya di Rumah Sakit Bukit Lewoleba. Misa pagi ini (Rabu, 2/2 2022) jam sembilan," ujar Paulina Puka Lamak, umat stasi Santo Petrus Puor, Paroki Sabtu Joseph Boto, Dekanat Lembata.
Ingatan saya menyasar Breta, kebun paten pasangan suami-isteri Aloysius Tana Botoor-Paulina Puka Lamak. Breta berada di lereng gunung Labalekan, Kecamatan Wulandoni, selatan Lembata. Breta berada di bawah rimbunan pohon kemiri dikawal sedikit hamparan padang savana. Di Breta, pasutri Aloysius-Paulina membangun pondok kecil di tengah rimbunan pohon cendana yang sudah beberapa kali dipanen keluarga pasutri ini. Salah satu area kawasan Breta diserahkan kepada Ernie Botoor, putri sulung pasutri ini menjadi milik. Tentu sebagai menantu, saya bangga ada jatah mertua ke menantu. Awalnya, saya keberatan nyonya dikasi jatah lahan bertabur cendana. Saya menyampaikan lahan itu cukup untuk adik-adik ipar agar kelak jika pohon-pohon cendana itu mereka panen memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Toh, kata mertua saya, anak-anak mereka sudah dibagi rata tanpa yang lain diabaikan.
Setiap kali liburan di kampung, Breta menjadi tempat singgah dan wisata gunung saya sekeluarga. Lokasinya lumayan jauh dari Puor, kampung mertua dan Boto, kampung saya. Berada di tapal batas dua desa potensial di selatan Lembata, Breta menyuguhkan panorama alam lain. Tak jauh dari bibir jalan utama Lewoleba, kota Kabupaten Lembata menuju Lamalera, destinasi wisata dunia, Breta menyimpan kisah unik lainnya. Di samping pondok kecil dengan arsitek ala kampung, pasutri Aloysius-Paulina bersama anak-anaknya membangun Taman Doa Mater Dolorosa, tempat devosi dan doa kepada Tuhan sesaat maupun usai menunaikan aktivitas berkebun dan beternak.
"Taman doa ini saya bangun tanggal 12 April 2001. Saya meminta Pater Niko memberkati taman doa kecil ini agar kami berdoa kepada Tuhan dan berdevosi kepada Maria, ibunda Yesus sang Juruselamat. Di sini, kami boleh berserah kepada Tuhan. Di sini, doa dan semua permohonan kami bermuara. Taman doa ini kami jadikan sebagai taman warisan rohani selamanya," kata Aloysius saat kami ngobrol dalam area Taman Wisata Ancol, Jakarta Utara suatu kali.
Nicholas Strawn
Delapan tahun lalu, Ernie Botoor dan Konrad Mangu, menulis sekilas perjalanan Misi Pastor Nicholas Strawn SVD, imam Katolik dari Amerika Serikat, negeri super power dunia pimpinan Presiden Joe Biden menuju Lembata, tanah yang bertabur panggilan yang menyebar di hampir lima benua di dunia. Pater Nicholas mengisahkan, awalnya ia susah masuk Indonesia. Tetapi setelah puluhan tahun berkarya di Indonesia, misionaris ini memilih berada di antara umatnya hingga ajal menjemput. Kini, Pater Niko tinggal di Rumah Sakit Bukit Lewoleba, menghabiskan masa senjanya. “Kedekatanya tidak hanya nampak dalam karya pelayanan patoral, tetapi juga dalam melakukan tugas-tugas sosial lainnya,” ujar Aloysius Tana Botoor, Ketua Dewan Paroki Santu Joseph Boto kala itu.
Pastor Nicholas Strawn SVD lahir di Oelwein, negara bagian Ohio, Amerika Serikat, pada 24 September 1934. Ia adalah putra keenam dari pasangan Loren David Strawn dan Loretta Marry Bauer yang telah almarhum. Benih panggilan menjadi imam tumbuh pada waktu Nicholas berusia 12 tahun. Waktu itu ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar Katolik di tempat kelahirannya. Ia dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama. Ia masih ingat, semasa kecil ibunya membuat altar kecil di rumahnya yang diberi patung Bunda Maria. Di sekitar altar diletakkan bunga-bunga segar. Ia berkisah, setiap selesai makan malam, ibunya mengumpulkan anak-anaknya untuk berdoa. Dalam doa itu ibunya selalu memohon agar salah satu putranya terpanggil menjadi imam. “Kalau Tuhan berkenan, utuslah seorang putraku bekerja di kebun anggur-Mu,” ujar Pastor Nicholas menirukan doa ibunya.
Keluarga memberi pengaruh besar pada panggilan imamatnya. Panggilannya juga di kuatkan oleh Pastor William Bauer SVD, pamannya yang ia sangat kagumi. Pastor Bauer sering berkunjung ke rumah Nicholas. Diam-diam Nicholas yang saat itu masih kecil mengagumi Pastor Bauer, sosok imam yang berbudi luhur, bijaksana, dan berpenampilan menarik ini. Lama kelamaan ia memutuskan untuk menjadi imam.
Pada 1948, dalam usia 14 tahun Nicholas masuk seminari lalu akhirnya ditahbiskan sebagai imam SVD pada 2 Februari 1962. Kerinduannya menjadi misionaris untuk berkarya di Indonesia terwujud. Tetapi kemauannya untuk masuk ke Indonesia tidaklah mudah. Situasi politik Indonesia tahun 1960-an tidak kondusif menyusul konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Tetapi setelah berusaha keras akhirnya Pastor Nicholas berhasil mendapatkan visa Indonesia. Ia tiba di Jakarta pada 26 November 1963. Oleh karena kondisi Ibu Kota Negara kurang kondusif, ia pergi ke Ende, Flores yang merupakan pusat Provinsial SVD. Uskup Larantuka Mgr Anton Thijssen menugaskannya di Paroki Lerek, Pulau Lembata. Di paroki ini ia mengabdi selama 24 tahun sebelum akhirnya ke Paroki Boto selama 17 tahun.
Pastor Nicholas mengawali tugasnya di Lerek dengan berat. Selain berkarya sendirian, ia sulit berkomunikasi dengan umatnya dalam bahasa Indonesia karena umatnya berbahasa daerah. Tetapi ia belajar secara otodidak. “Meskipun berat, tapi saya mengalami kebaikan hati dari umat Lerek. Mereka sangat terbuka dengan saya dalam pelayanan,” kata Pastor Nicholas. Setelah merayakan pesta perak imamatny di paroki ini pada 2 Februari 1987, ia dipindahkan ke Paroki Santu Joseph Boto, Lembata.
Prinsip mol
Setelah selama 40 tahun bertugas di Lerek dan Boto, Pastor Nicholas menyadari bahwa ia tidak sendirian tetapi selalu bersama orang lain. Ia merasa dirinya diselamatkan oleh umatnya dan konfrater yang bertugas di Lembata. “Setelah saya merefleksikan perjalanan imamat, ternyata ada teman-teman sesama imam yang justru memperkuat kesatuan dan sikap persaudaraan antara kami,” kata Nicholas penuh syukur.
Dalam melayani umatnya, Pastor Niko mempunyai perinsip mengajak umat untuk selalu mendahulukan orang lain, yang dalam bahasa setempat di sebut mol, duluan. Dalam kehidupan antarumat, sebaiknya saling memperhatikan dan mendahulukan pelayanan satu dengan yang lain. Maka mol dalam konteks ini berarti juga mestinya umat bisa mengembangkan diri, saling menolong, memupuk toleransi, dan mengutamakan kepentingan bersama.
“Tanpa nilai-nilai itu masyarakat yang sejuk sulit tercipta,” pesannya. Ia menyitir surat Paulus kepada umat di Korinthus, ‘Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Tuhan memberi pertumbuhan’. Pastor Niko mengungkapkan, perikop ini terjadi di Lerek. Setelah ia menyiram selama 24 tahun, ternyata Tuhan memberi pertumbuhan. Kini jumlah imam yang berasal dua paroki ini sekitar 50 orang. Seorang di antara mereka adalah Uskup Jayapura, Mgr Dr Leo Laba Ladjar OFM. Selain itu juga para suster yang jumlahnya jauh lebih banyak.
Cita-cita lainnya yang sedang diperjuangkannya adalah memantapkan kelompok umat basis (KUB) yang kuat dan kokoh. Ia berharap melalui KUB ini umat merasakan dan menikmati kemandirian dalam beriman kepada Yesus sebagai pusat kehidupan cinta yang abadi. Ia tak henti-hentinya mengajak umat mengikuti jalan kasih Yesus. “Umat saya ajak untuk mengikuti Yesus dengan tangan dan hati terbuka,” ujar Pater Nicholas.
Puluhan tahun berkarya di Indonesia, pastor yang murah senyum ini merasa dipenuhi rahmat melimpah. Ia tidak merasa kecewa datang ke Indonesia karena umat dan masyarakat di tempatnya berkarya sangat mengasihinya. Setiap kali ia pergi ke Amerika kakaknya selalu bertanya. ‘Kapan adik pulang ke Amerika?’ Ia selalu menjawab, “Saya akan tetap tinggal di Indonesia selama masih mampu dan umat membutuhkan tenaga saya.” Nah, hari ini Pater Nicholas Strawn SVD merayakan HUT ke-60 Imamat. Selamat HUT Imamat, bapa tuan Niko. Semoga sehat selalu dan penuh berkat Tuhan. Terima kasih untuk cinta dan baktimu untuk kami umat Paroki Boto. (*** Ansel Deri, Wartawan asal Boto, Lembata)

Posting Komentar

0 Komentar