Renungan kita pada hari ini bertema: Melawan Iri Hati dan Cemburu. Orang sering menaruh dua kelemahan manusiawi ini sebagai sifat-sifat yang mirip bahkan sama. Namun sebenarnya keduanya jelas berbeda. Seorang yang iri hati dapat terlihat ketika dirinya sakit hati dan marah karena sesamanya jauh lebih pintar dan punya
banyak relasi, sedangkan dirinya tidak pintar dan selalu mendapat julukan dungu oleh orang-orang di sekitarnya. Jadi iri hati adalah sifat yang timbul karena ada kekurangan pada diri sendiri. Orang yang dikuasai sikap iri hati selalu tidak aman, terusik atau terganggu karena kebaikan, keberhasilan atau keunggulan orang lain.
Sedangkan seorang yang cemburu mengalami kekacauan hati
yang berbeda. Misalnya Leah, seorang gadis remaja yang pintar, sopan dan baik
hati. Segala yang positif pada dirinya itu membuatnya percaya diri. Kedua orang
tuanya begitu sayang dan sangat mendukungnya. Ia mendapatkan segala perhatian
dari orang tuanya. Tetapi pada saat yang sama ia juga merasa kurang nyaman dan
kuatir, jangan-jangan perhatian dan kasih sayang orang tuanya itu terbagi-bagi
juga kepada sepupunya yang tinggal bersama mereka. Oleh karena itu Leah menjadi
cemburu kepada sepupunya itu.
Jadi perbedaan antara iri hati dan cemburu ialah ini: kita
cemburu terhadap apa yang ada pada orang lain, sedangkan kita iri hati terhadap
apa yang ada pada diri kita. Keduanya kalau tidak diatur dengan baik akan
berbuah menjadi marah, benci dan tidak suka. Itu semua adalah dosa. Maka Tuhan
Yesus berkata bahwa kita tidak boleh iri hati karena semua kemurahan berasal
dari Bapa. Setiap orang dikarunia segala sesuatu cukup untuk ia dapat hidup,
bertumbuh, berkembang dan selamat. Yang penting kita masing-masing tetap
berterima kasih kepada Bapa dan berusaha mewujudkan kehendak Tuhan yang ada
pada kita.
Injil pada hari ini memberikan contoh konkret bagaimana
Yesus berhadapan dengan sikap negatif para rasul karena sifat iri hati dan
cemburunya. Mereka melihat orang lain yang bukan bagian dari kelompoknya
berbuat baik dan melayani orang lain. Tuhan membela dan mendukung pihak yang
lain itu, jelas membuat mereka cemburu. Mereka menyadari bahwa orang lain
tersebut ternyata berbuat mirip atau bahkan lebih baik, sehingga sifat iri
hatinya muncul dengan begitu kuat. Mereka bahkan nekat untuk mencegah pihak
lain tersebut.
Bagaimana untuk melawan iri hati dan cemburu itu, Surat
Yakobus dalam bacaan pertama mengajarkan kita untuk hidup dalam rasa syukur,
bahwa Tuhan menghendaki kita untuk memiliki sesuatu dan berbuat sesuatu sesuai
kemampuan masing-masing pribadi. Hidup yang nyata saat ini dan di tempat ini. (Pastor Peter
Tukan, SDB)
0 Komentar