MELBOURNE, Gagas Indonesia Satu.com
Sejumlah
tim peneliti lintas-disiplin dari The University of Melbourne atau Universitas
Melbourne, Victoria, Australia sedang melakukan penelitian di Kabupaten
Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Para peneliti itu dari disiplin
antropologi, geografi, ekologi dan pertanian.
Ketua
tim peneliti dari Universitas Melbourne, Victoria Dr. Justin Laba Wejak
mengemukakan, fokus penelitian tim peneliti dari universitas tertua kedua di
Australia yang berdiri pada tahun 1853 setelah Universitas Sydney (berdiri
tahun 1850) itu adalah pengetahuan lokal mengenai makanan tradisional dan
tumbuhan-tumbuhan herbal di Desa Lewokukung-Baolangu, Kecamatan Nubatukan,
Kabupaten Lembata, NTT, Indonesia.
Menurut
Justin, penelitian ini dimaksudkan untuk mendengarkan cerita-cerita setempat
mengenai pengetahuan dan praktik-praktik lokal terkait makanan tradisional
maupun tumbuhan-tumbuhan herbal. Pilihan lokasi penelitian di
Lewokukung-Baolangu mengingat masyarakat ini memiliki banyak kisah dan praktik
lokal turun-temurun menggunakan tanaman dan tumbuhan-tumbuhan herbal pengganti
cara penyembuhan medis modern maupun obat-obatan jauh sebelumnya.
“Komunitas
masyarakat Lewokukung-Baolangu juga memiliki kebiasaan unik di mana mereka
selalu hidup dan bersahabat kental dengan alam bahkan abai memperlakukan alam
sebagai musuh. Selain ada ketergantungan melalui tanaman maupun tumbuhan
herbal, kebiasaan sare dame, berdamai
dengan alam dan sesama selalu dipegang teguh demi menjaga relasi sosial serta
harmoni kehidupan,” kata Justin, yang juga dosen Kajian Indonesia di
Universitas Melbourne dalam keterangan tertulis yang diterima dari Melbourne,
kota multibudaya itu, Sabtu (26/2).
Justin
menambahkan, saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata tengah menggelar
kegiatan Eksplorasi Budaya Lembata, di mana di dalam eksplorasi budaya itu ada
kegiatan sare dame yang merupakan
salah satu bentuk mini menggali kekayaan budaya di semua kampung di seluruh
wilayah kabupaten itu.
Namun,
sesungguhnya bila dilihat lebih jauh hampir semua kampung maupun desa di dalam
komunitas masyarakat Lembata terdapat pengetahuan dan praktik hidup
turun-temurun atau kearifan lokal (local
wisdom) demi menjaga kesehatan manusianya bersumber dari tanaman maupun
tumbuhan herbal selain dunia medis modern. Praktik-praktik itu, termasuk
keyakinann kepada alam beserta tumbuhan adalah ciptaan Tuhan yang memiliki daya
penyembuh bagi manusia.
Justin,
kolumnis sejumlah media dan peneliti asal Lembata, menjelaskan komunitas
masyarakat Lewokukung-Baolangu sangat akrab dengan aneka jenis kacang-kacangan
maupun umbi-umbian baik yang ditanam di kebun maupun yang tumbuh liar di hutan
dan percaya bahwa semuanya memiliki khasiat menyembuhkan.
“Di
Desa Lewokukung-Baolangu terdapat aneka jenis kacang dengan nama lokal seperti delaj, wetem, uta mekjawa, sura mojek, sura engal, sura koles,
dan lain-lain. Begitu juga ada aneka jenis tumbuhan obat seperti kweluk, malu, kleruk, liaru, kebelu, leptaka mera, dan
lain-lain. Saat virus korona kian mengglobal, komunitas masyarakat
Lewokukung-Baolangu dan desa-desa lainnya di Lembata malah berbalik lalu
bersandar pula pada tanaman dan tumbuhan-tumbuhan herbal di wilayahnya
masing-masing,” kata Justin Wejak, alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik
(STFK) Ledalero, Maumere, Flores.
Menurut
Justin, selain berbagi cerita-cerita setempat tentang makanan tradisional dan
tumbuhan-tumbuhan obat, proyek ini meneliti bagaimana pengetahuan lokal
diproduksi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proyek
penelitian ini merupakan upaya untuk memahami peran-peran “gender” dan
“generasi” dalam memproduksi, mewariskan, dan melestarikan
pengetahuan dan praktik-praktik lokal mengenai makanan tradisional dan
tumbuhan-tumbuhan obat dalam masyarakat agraris setempat.
Pada
bagian lain, Justin menambahkan, ada dua pertanyaan umum untuk penelitian
tersebut. Pertama, bagaimana masyarakat Desa Lewokukung-Baolangu melestarikan
pengetahuan dan kearifan lokal mereka terkait makanan tradisional dan
tumbuhan-tumbuhan obat dalam sejarah lingkungan dan proses perubahan ekologis?
Kedua,
apa peran “gender” dan “generasi” serta hubungan kekerabatan dalam produksi
pengetahuan lokal terkait makanan tradisional dan tumbuhan-tumbuhan obat?
Penelitian ini menggunakan pendekatan “partisipatif” di mana para peneliti
terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Melalui
keterlibatan itu para peneliti mendengarkan, mengamati, dan berdialog secara
terbuka dengan warga setempat tentang makanan-makanan tradisional dan
tumbuhan-tumbuhan obat. Menghabiskan waktu bersama dengan para partisipan dalam
penelitian ini sangatlah penting untuk belajar tentang praktik-praktik
sehari-hari mereka,” kata Justin Wejak yang sejak 1990 tinggal di negeri
kanguru itu.
Menurutnya,
proyek ini diharapkan akan meningkatkan rasa kepemilikan warga setempat atas
cerita-cerita tentang pengetahuan dan praktik-praktik mereka serta
mempromosikan pentingnya makanan-makanan tradisional dan tumbuhan-tumbuhan obat
untuk kesehatan dan pelestarian pengetahuan dan kearifan lokal.
“Selain itu proyek penelitian ini diharapkan menjadi batu loncatan untuk penelitian-penelitian kolaboratif di wilayah-wilayah lain di bagian timur Indonesia. Penelitian ini berlangsung selama tahun 2022. Kami melibatkan beberapa warga lokal untuk membantu kami mengumpulkan data mengingat musim Covid-19 yang belum berlalu,” ujarnya. (Ansel Deri, Jurnalis di Jakarta)
0 Komentar