Unordered List

6/recent/ticker-posts

Ia Harus Menderita (Sebuah catatan menjelang seminar)

 


Ketika menyodorkan tema seminar, “Yesus: Korban Politik Kekuasan,” sudah cukup banyak reaksi datang dari para nitizen yang melihat info tentang seminar pada dinding FB dan IG saya. Ada salah satu follower saya dari Ambon sempat mengkritisi tentang judul seminar yang terpampang pada dinding dunia maya. Menurutnya bahwa politik berarti sudah termasuk dalam kekuasaan. Saya mencoba untuk menjawab bahwa yang tidak berkuasa pun memiliki kesempatan untuk berpolitik.

Politik dalam pandangan sederhana bisa diartikan sebagai seni untuk menata kehidupan bersama. Kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat perlu ditata secara baik dan ini memerlukan sebuah seni dan bahkan strategi agar masyarakat terlayani secara maksimal. Memang tidak gampang untuk memposisikan diri sebagai politisi dan bahkan menjadi seorang penguasa. Seorang penguasa gampang terseret oleh arus kepentingan golongan dan hal ini bisa mengorbankan kepentingan masyarakat umum.

Bagaimana kondisi masyarakat pada zaman di mana Yesus hadir secara nyata, berkarya untuk mewartakan kabar sukacita? Pada awal kehadiran Yesus di dunia ini, membuat Herodes ketakutan akan kehilangan kekuasaan. Kisah ini bisa dibaca dalam Injil terutama berkaitan dengan tiga raja dari Timur yang hendak menemui bayi Yesus dan membawa persembahan untuk-Nya. Dengan kelahiran Sang Mesias ini membuat Herodes geram dan memerintahkan untuk membunuh bayi-bayi yang tak berdosa itu.

Kehadiran Yesus di dunia membongkar sebuah kemapanan hidup dari mereka yang menamakan diri sebagai penguasa dan juga para ahli Taurat. Ketika hukum Taurat dijalankan secara radikal, justeru Yesus harus berseberangan pandangan dan melaksanakan sesuatu yang bertolak belakang dengan aturan itu. Di sini, bisa dilihat bahwa Yesus lebih mementingkan aspek kemanusiaan yang terkadang disingkirkan demi sebuah aturan yang kaku. Atas ajaran dan tindakan-tindakan-Nya yang berpihak pada mereka yang lemah dan tertindas, maka para ahli Taurat dan orang-orang Farisi berusaha mengajukan pertanyaan-pertanyaan jebakan sebagai cara untuk menjatuhkan Yesus.

Memang sudah waktunya Yesus dihukum mati. Ada dua proses pengadilan yang harus dihadapi oleh Yesus, yakni pengadilan Yahudi dan pengadilan Romawi. Walaupun dalam proses itu, tidak ditemukan kesalahan namun karena para pejabat tidak mau kehilangan jabatannya maka Yesus dikorbankan sebagai cara untuk mempertahankan “status quo.” Jika dilihat secara manusiawi, seluruh proses pengadilan yang dijalani Yesus penuh dengan kebohongan, tetapi dalam kaca mata iman, kita meyakini bahwa seluruh proses yang terjadi dan dialami oleh Yesus merupakan sebuah desain yang dirancang oleh Allah sendiri. Ia harus menjalani proses hukuman mati supaya bisa masuk dalam ruang penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya dari alam maut. Hanya melalui cara tragis ini, Yesus menyatakan kecintaan-Nya pada manusia dan ketaatan-Nya pada Allah. Ia menjadi penebus bagi seluruh umat manusia.*** (Valery Kopong)

Posting Komentar

0 Komentar