Unordered List

6/recent/ticker-posts

Kisah Petani Pepaya Demi Masa Depan Anak

 


NAMA lengkapnya Rahman Sabon Kedang (53). Pria ini berasal dari Desa Kolilanang Kec. Adonara Flotim, Nusa Tenggara Timur (NTT), kini mengolah kebun      di Plebo dekat Desa Adonara, yang ditanami jenis pepaya Thailand dan hasil penjulannya digunakan juga untuk membiayai kuliah anak-anaknya.  Semua dilakukan demi masa depan anak-anaknya. Hal ini terungkap saat bincang-bincang melalui  saluran telepon seluler belum lama ini.  

 

Alumni SMAN 468 Larantuka, menuturkan, awalnya kebun seluas 1 hektar ditanami dengan jambu mente, namun kini tidak produktif lagi, maka diganti dengan papaya. Setelah tanaman mente dipotong, maka dibiarkan kosong selama 4 tahun, dan kesempatan itu Rahman  merantau ke Papua untuk mencari peluang kerja. Selama satu tahun di tanah rantau, Rahman memilih kembali ke kampung, dan pada tahun (2019), Rahman mulai membudidayakan pepaya.  Bibitnya diperoleh dari Siprianus Kopong, mantan Kedas Kolilanang periode 2016-2022) yang dibawa dari Malaysia. Menurut Rahman, papaya jenis Thailand yang dipilih karena tekstur buahnya lebih kenyal, daging  buahnya lebih tebal dan enak, demikian menurut Rahman, suami dari Khadijah Bengan Manuk.

 

Singkat cerita, Rahman mulai usaha budidaya papaya pada lahan miliknya, dan pada tahap awal ditanami sebanyak 300 pohon di kebun yang dinamai Plebo, orang Koli biasa menyebut demikian, merupakan suatu kawasan lahan yang cukup luas dan subur karena dialiri air dari mata air yang sangat mendukung pengembangan pertanian. Dengan demikian, pembudidayaan tanaman papaya ini pun hanya mengandalkan kemurahan alam yang begitu subur, tanpa pupuk kimiawi. Pupuk, diperoleh dari lapukan material-material berupa rerumputan dan dedaunan yang berperoses secara alamiah.

 

Kendala yang dihadapi yaitu kawasan Plebo banyak mengandung air, sehingga sangat menghambat pertumbuhan pohon papaya. Banyak air, maka akarnya menjadi hancur dan bahkan tanaman menjadi mati. Untuk mensiasatinya, digunakan cara tradisional yang diwariskan nenek moyang yaitu  pada batang pohon papaya ditusuk menggunakan bilahan bambu sampai tembus, sehingga mengurangi kadar air yang ada dalam batang papaya. Dan pada bulan kesembilan, tanaman pepaya mulai berbuah dan dapat dipanen.

           

Seperti tampak dalam gambar ini, pohon pepaya yang dibudidayakan oleh Rahman di kawasan Plebo ini, tumbuh cukup subur dan menghasilkan buah lebat, memberikan harapan yang cukup menjanjikan. Buah papaya yang sudah matang dipanen dan dicari peluang pasar baik di Larantuka maupun di pasar Waiwadan. Pepaya yang sudah berbuah, dalam satu periode kurang lebih tiga bulan berproduksi.



“Dan mulai saat itu, setiap hari dipanen dan menghasilkan uang bersih rata-rata Rp.400.000 ribu selama tiga bulan panen”, tutur Rahman meyakinkan.  Setelah produksi habis pada suatu periode, maka Rahman mulai melakukan peremajaan untuk menjaga kesinambungan produksi pepaya.

 

Menurut  pengakuan Rahman,  hasil penjualan pepaya digunakan untuk membiayai kuliah anak-anak. Hal ini juga diakui oleh anaknya, Asmiaty dalam perbincaagan dalam perjalanan Kupang-Adonara pada liburan mudik lebaran tahun 2022 lalu.  Asmiaty, anak keduanya, kini menempuh pendidikan pada FKIP Undana jurusan Pendidikan Matematika. Dan pada tahun 2022, anak nomor tiga, Apriyani Kidi Doni, kini mencoba peruntungan mengukuti seleksi Fakultas Kedokteran Hewan Undana Kupang, yang mana semua pembiayaan kuliah mengharapkan dari hasil panen pepaya dan tanaman hortikultura lainnya yang sekarang dikembangkan oleh Rahman.

           

Selain budidaya pepaya, Rahman juga menanam jagung hibrida pada lahan lainnya untuk dijual. Jagung ditanam dua kali pada setiap musim tanam dengan hasil penjualan sebesar               Rp. 3.000.000 setiap kali panen. Selain dijual tetapi ada sisa untuk memenuhi kebutuhan harian. Rahman juga menanam lombok dan tomat di sela-selah tanaman pepaya, yang semuanya tentu mempunyai nilai ekonomi.  Walau kecil, tetapi cukup  memberikan makna bagi ekonomi keluarga.

 

Dalam upaya pengembangan pertanian  secara umum, khususnya kawasan Plebo, Rahman mengharapkan intervensi pemerintah melalui pengadaan sumur bor untuk mendukung pengembangan pertanian di kawasan tersebut. Dengan pengadaan sumur bor, maka akan memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada saat musim kemarau, sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian.  

 

Dalam perbincangan ini, Rahman tak urung berbicara tentang peluang ekonomi yang dapat dikembangkan di wilayah Koli, karena melihat peluang yang cukup menjanjikan. Dan untuk menularkan tradisi bertani kepada masyarakat khsusunya anak muda, tidak perlu  melalui suatu gerakan semisal  pembentukan kelompok tani atau sosialisasi, tetapi lebih efektif yaitu memberikan teladan melalui contoh nyata.

 

“Karena dengan kelompok tani yang ujung-ujungnya mengharapkan bantuan pemerintah, maka setelah habis bantuan  maka selesailah kelompok tani”, tutur Rahman. Maka dengan contoh nyata ini, apakah ditiru atau tidak, tergantung pribadi masing-masing. Di samping itu, bisa dikembangkan usaha burung wallet, keripik pisang, tepung terigu (tapioca) yang dulu pernah dikembangkan oleh KUD Kluba Golit, namun nasib akhirnya tidak tentu. Atau juga, usaha minyak goreng dari kelapa lokal.  “Ketika Indonesia mengalami krisis minyak goreng dari bahan kelapa sawit beberapa waktu lalu,  maka sebenarnya kita tidak perlu panik. Kita memiliki potensi kelapa yang bisa menghasilkan minyak goreng untuk kebutuhan harian. Mengapa kita tidak berbuat itu”, tanya Rahman retoris. “Dalam pengembangkan usaha, kita harus kreatif menciptakan pasar’, himbau Rahman. 

 

Jauh sebelum itu, Rahman pernah bergelut dalam usaha mebel (kursi, meja, lemari) dengan bahan dasar bambu dan pernah mengikuti perlombaan yang dikenal dengan nama manajemen pengendalian mutu atau gugus kendali mutu. Dalam perlombaan yang diselenggarakan di Kupang, Rahman berhasil meraih prestasi Juara III, sehingga tidak berhasil mewakili NTT dalam ajang yang sama di Jakarta.

 

Dalam manajeman kendali mutu/gugus kendali mutu, Rahman menjelaskan bahwa untuk mernghasilkan suatu produk yang berkualitas tinggi, ditentukan oleh tiga hal yaitu alam, manusia (SDM) dan alat. Alam berkaitan dengan hasil material yang berkualitas baik, manusia berkaitan dengan keahlian dan ketrampilan mengerjakan suatu produk dan alat yang digunakan pun harus tepat dan sesuai.  Ketiga faktor ini sebagai unsur kendali yang menentukan hasil produksi bermutu tinggi. “Namun usaha mebel bambo, terpaksa gulung  tikar karena kalah saing dengan produk mebel dari luar yang harganya lebih murah”, kata Rahman dengan nada  merendah.

 

Inilah sekilas kiprah Rahman dengan budidaya tanaman hortikultura di Plebo, kawasan yang cukup berkesan bagi masyarakat wilayah Koli. Dari usaha sederhana ini, dapat memberikan makna dan arti bagi pribadi seorang Rahman juga keluarga kecilnya. Bisa ada intervensi pemerintah juga gerakan kesadaran pribadi-pribadi untuk mengembangkan kawasan Plebo menjadi areal pertanian juga peternakan yang cukup menjanjikan karena didukung oleh akses jalan yang sudah memadai yang telah dirintis oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya yang menghubungkan Larantuka-Adonara-Lembata) mulai Tanah Merah/Tobi Lota-Waiwadan-Koli-Kluba Golit-(Waiwerang)-Witihama-Ile Boleng terus ke Lewoleba dalam suatu rantai ekonomi yang berkesinambungan. Semoga.(Eska Seran/Anggota IKA Kosama-Kupang).

Posting Komentar

0 Komentar