Para pecinta sepok bola sejagat baru saja menyaksikan kemenangan tim Real
Madrid atas Liverpool dalam laga final Liga Champion yang di helat di Prancis.
Terlepas dari cara bermain dan taktik yang dipertaruhkan oleh masing-masing
pelatih; kemenangan Real Madrid satu nol atas Liverpool semakin menegaskan tim
dari ibu kota Spanyol itu sebagai rajanya Liga Champion. Meskipun tidak
menciptakan banyak tembakan ke gawang Liverpool, tetapi Real Madrid sungguh
memanfaatkan seefisien mungkin setiap peluang yang didapatkan. Satu tembakan ke
gawang yang berbuah gol dari Vini Jr, membuat Liverpool gagal membalaskan dendamnya
atas kekalahan di tahun 2018 silam dalam lagi final Liga Champion di Kyiv.
Euphoria kemenangan di Liga Champion
melengkapi kesuksesan sebagai sang juara setelah memenangi juga Liga Spanyol
tahun ini. Para pendudukung Real Madrid sejagat bergembira. Bahkan terasa
sungguh istimewah karena dua titel juara tahun ini dipersembahkan tanpa
beberapa pemain hebat mereka yang pernah
membawa Real Madrid menjuara Liga Champion secara berturut-turut selama tiga
tahun, 2016, 2017, dan 2018, seperti Ronaldo, Varane, Ramos, Navas. Selain itu,
gelas top scorer di dua liga yang diraih, dipersembahkan oleh pemain yang sama
yaitu Karim Benzema. Benzema menjelma menjadi penyerang top dunia yang ditakuti
oleh setiap penjaga gawang. Dua gelar liga dan dua gelar top scorer adalah
bukti yang spektakuler. Dengan demikian, bukan hal yang mustahil jika kelak Benzema
dinobatkan sebagai peraih Ballond d’Or tahun ini.
Laga final yang berakhir kemenangan
satu nol itu mengingatkan saya akan kemenangan di lapangan Gelora Samador di
tahun 2016 tim U-23 Arsenal Ledalero atas tim U-23 San Pedro Ritapiret dalam
laga semifinal dalam turnamen U-23 yang diselenggarakan oleh ASKAB Sikka pada
tahun 2016. Kedua tim ini adalah tim kuat di
kabupaten Sikka. Para pemainnya adalah para frater, para calon imam SVD
dan juga keuskupan. Tim Arsenal mempertahankan dominasinya atas San Pedro,
terutama dalam tiga pertemuan terakhir, yang selalu dimenangkan Arsenal. Tim Arsenal
kemudian keluar sebagai juara setelah di laga final menang dengan muda atas
lawannya.
Prancis dan Maumere. Dua tempat yang
sangat berbeda dengan dua liga yang sangat berbeda pula. Tetapi hal yang
menarik adalah euforia kemenangan Arsenal di final U-23 yang diselenggarakan
oleh ASKAB, dinodai dengan tanpa adanya pemberian tropi pada lagi final itu. Juara
tanpa tropi pada laga final adalah satu hal yang tidak biasanya.
Ini istimewah. Istimewah karena baru kali ini terjadi di turnamen U23
yang diselenggarakan oelh ASKAB Sikka. Istimwah karena Kabupaten Sikka baru
saja menjuarai Turnamen El Tari Memorial Cup yang berlangsung di stadium yang
sama pada tahun 2015. Istimewah karena turnamen ini diselenggarakan di dua
lapangan; Gelora Samador dan San Pedro Ritapiret. Istimewah karena sang juara
Arsenal tidak pernah mendapatkan jadwal untuk bertanding di lapangan San Pedro.
Istimewah karena karcis masuk hanya diberlakukan untuk pertandingan yang
diselenggarakan di Gelora Samador. Kejuaraan di turnamen ini tetap istimewah
bagi tim Arsenal Ledalero. Tim Arsenal menjadi sang juara tanpa pernah mengalami
kekalahan sekalipun. Meskipun tanpa tropi di laga final, tetapi euphoria dan
pawai kemenangan tetap dibuat. Kota Maumera dan sekitarnya sore itu diusik
dengan sorak kemenangan dari tim Arsenal hingga berakhir di kecamatan Nita.
Ini kemenangan semua yang berada di bukit Ledalero, bukit matahari
bersandar. Kemenangan ini tetaplah istimewah karena tim Arsenal bisa mengakhiri
puasa gelar setingkat kabupaten. Tropi juara baru diberikan beberapa bulan
kemudian di pantai Krokowolon, dalam acara syukuran dan rekreasi pesta keluarga
Ledalero. Para pembimbing dan tim pelatih serta para pemain tetap merayakannya
dengan senang hati. Juara tanpa tropi pada laga final tetap istimewah, karena
akan selalu dikenang dalam sejarah Arsenal, dan mungkin juga ASKAP Sikka.
Kemenangan dan euphoria kejuaran U-23 ini akan tetap dikenangan dari
generasi ke generasi. Para pemain Arsenal yang menjuarai turnamen waktu itu,
sekarang ada yang sudah menjadi misionaris SVD dan ada yang mungkin sudah
berkeluarga. Kelak akan ada cerita, misalnya, sebagai misionaris, dulu kami
pernah memenangi turnamen U-23 di Kabupaten Sikka tetapi pada laga final tanpa
tropi. Atau akan terkisahkan begini; ayahmu ini di tahun 2016 pernah menjuarai
sepakbola U-23 bersama tim Arsenal Ledalero, tetapi tidak diberikan tropi di
hari final. Jadi perarahkan kejuaraan tetapi tidak ada tropi. Demikian beberapa
kisah yang mungkin akan ada kelak.
Sepak bola dalam tingkatan turnamen apapun tidak hanya tentang berapa
besar tropi ataupun hadiah yang diperoleh. Belajar dari kemenangan satu nol dan
juara tanpa tropi, ada dua nilai penting yang menjadi permenungan yang
dibagikan penulis. Pertama, sepak
bola itu tentang komunikasi dan kerja sama. Dalam komunikasi yang baik di
antara pemain dan juga dengan pelatih, permainan menjadi menarik ditonton dan
memanjakan mata. Para pemain saling mengerti dan tahu cara mengelolah si kulit
bundar dalam kerja sama sebagai sebuah tim demi tujuan bersama. Demikianpun
dalam komunikasi dengan tim lawan yang bertanding. Kesalahan dan kekeliruan dalam
pertandingan antara pemain dan juga hakim lapangan diterima sebagai bagian yang
tidak terpisahkan. Sportifitas dalam pertandingan menjadi dasar yang paling
utama bagi setiap tim yang bertanding.
Semangat dan gairah bertanding tidak pernah terlepas dari kerinduan akan penghargaan dan apresiasi yang akan diterima. Apresiasi yang paling jujur adalah keterbukaan untuk menerima kekurangan dan kesediaan untuk mengakui kelebihan. Para penonton yang hadir, dengan membayar tiket berapa pun, akan merasa senang untuk menyaksikan pertandingan apabila semua elemen dalam pertandingan bertindak jujur dan seharusnya.
Kedua, sepak bola itu tentang cara
menghargai. Semua tim yang terlibat dalam sebuah turnamen harus diperlakukan
sama. Artinya harus ada keadilan; mulai dari pembagian jadwal dan penggunaan
lapangan pertandingan. Panitia penyelenggara misalnya, tidak bisa dengan alasan
apapun bertindak dengan tidak adil terhadap setiap tim yang bertanding; apalagi
dengan menghalalkan segala cara demi kepentingannya sendiri ataupun
golongannya.
Kemurnian dan semangat olahraga akan ternodai jika ada kepentingan-kepentingan
golongan tertentu. Euforia kemenangan akan sempurna jika diperoleh dengan cara
yang jujur, sportif dalam bertanding. Demikian sebaliknya wajah sepak bola akan
tercoreng jika tidak adanya komunikasi dan apresiasi yang sewajarnya, semisal
juara tanpa tropi di final dan juga pembagian lapangan bertanding yang tidak
adil. Tiket masuk lapangan Gelora Samador mungkin tidak seberapa besar dan
orang akan dengan mudah melupakan bahwa Arsenal tidak pernah tampil di lapangan
San Pedro selama turnamen itu. Tetapi ketika juara tanpa tropi di laga final
akan terus dikenangan dan melukiskan gambaran dan warna wajah ASKAP Sikka
dalam turnamen U-23 tahun 2016 akan
terus dikenang; bahkan sampai bergenerasi dan sampai ke pelosok nusantara.
Tim Arsenal, para pelatih dan pemain tetap menghargai apresiasi dari
ASKAB Sikka atas keberhasilan tim. Ini menjadi pelajaran bagi ASKAB Sikka untuk
kemajuan sepak bola di tanah ini nyiur melambai ini. Semoga Sikka nian tana tetap memberi ruang untuk
dunia sepak bola dengan managemen pertandingan yang lebih dewasa dan
professional. Semoga Sikka yang tercinta ini mampu melahirkan pesepak bola muda
yang berbakat, agar kelak tropi El Tari bisa dibawa kembali ke tanah Sikka. Salam.
Penulis
Atel, SVD
0 Komentar