Unordered List

6/recent/ticker-posts

Alergi Politik

 

Ketika bertemu dengan beberapa orang dan dalam obrolan santai menyikapi situasi politik saat ini, tiba-tiba salah seorang teman bertanya pada saya. Apakah seorang Katolik bisa berpolitik? Pertanyaan ini menjadi menarik karena melihat minimnya orang Katolik yang terjun ke dalam dunia politik praktis. Bisa dihitung dengan jari, berapa orang Katolik yang mau untuk terlibat dalam kehidupan politik praktis. Melihat kondisi riil seperti ini memunculkan pertanyaan yang mendasar. Mengapa orang Katolik alergi dengan politik?

Dalam sejarah perjalanan perpolitikan, melibatkan diri dalam dunia politik bukanlah sesuatu yang tabu. Kita harus memahami esensi dari politik itu, yakni seni untuk menata kehidupan bersama. Proses penataan kehidupan bersama itu perlu adanya kebijakan politik yang bisa menjadi panduan utama dalam menjalankan roda pemerintahan. Di sinilah peranan seorang politisi sekaligus anggota dewan perwakilan untuk merumuskan rancangan undang-undang yang pada akhirnya diundangkan sebagai produk hukum yang memayungi kebijakan pemerintah.

Melihat kondisi riil di Indonesia, kita perlu menelusuri apa yang menjadi akar permasalahan yang menyebabkan orang-orang Katolik sepertinya tidak punya nyali untuk terjun ke dalam politik praktis. Dari beberapa penuturan yang datang dari teman-teman, kita bisa menentukan benang merah yang menarasikan lemahnya orang-orang Katolik dalam berpolitik. Dalam lingkungan Gereja Katolik, kita melihat ada seksi “Kerasulan Awam” yang bergerak untuk terlibat bersama masyarakat sekitar. Sebenarnya melalui seksi itu, orang-orang Katolik yang memiliki kompetensi dalam bidang politik, bisa dipersiapkan secara matang, sebelum terjun ke dalam dunia politik.  

Kegiatan Kerasulan Awam sendiri masih terlalu minim dan Gereja sendiri lebih melihat dunia politik sebagai dunia yang penuh dengan manipulasi, karenanya perlu dihindari. Memang, dalam beberapa kasus korupsi misalnya, cukup banyak melibatkan politisi yang koruptif dan pada akhirnya menyeret mereka masuk ke dalam penjara. Kebobrokan seperti ini bukan menjadi alasan bagi orang Katolik untuk menghindar dari dunia perpolitikan tetapi justeru kita dituntut untuk “membasuh” yang kotor itu dengan keterlibatan kita sebagai politisi bersih.


Menjadi politisi Katolik berarti menjadi garam dan terang dunia. Perutusan seorang Katolik haruslah membaur agar masyarakat sekitar bisa merasakan nilai-nilai kebaikan itu. Kita harus belajar dari Sang Guru Agung untuk terus terlibat dalam kehidupan sosial politik agar dengannya tahu tentang tindakan-tindakan yang kurang baik dan memberikan kritik yang konstruktif yang mengarah pada perubahan.***(Valery Kopong)

Posting Komentar

0 Komentar