Unordered List

6/recent/ticker-posts

Dia Adalah Pengantin

 


 

Renungan kita pada hari ini bertema: Dia Adalah Pengantin. Di dalam kitab suci profil Tuhan digambarkan sebagai seorang pengantin, merupakan salah satu tema yang besar. Tuhan menempatkan posisi sebagai pihak yang dipasangkan dengan mempelai, yang di dalam pemahaman menurut tradisi kita adalah pihak wanita. Seorang wanita yang menikah, ia sangat membutuhkan pengantin pria karena ia tidak bisa menikah dengan ruang kosong. Demikian juga pengantin sangat memerlukan mempelai, karena ia tidak bisa menikahi dirinya diri.

 

Tuhan menjadikan diri-Nya sebagai pengantin supaya hubungan antara diri-Nya dan kita manusia menjadi suatu persekutuan. Hubungan itu menjadi seperti suami-isteri yang dipersatukan melalui sakramen. Berkat sakramen itu adalah rahmat yang menyatukan dan mengikat sehingga sifatnya untuk selamanya. Begitu yang kita pahami tentang hubungan suami-isteri dengan perkawinan Kristen. Dengan demikian, Tuhan berkehendak untuk kawin dengan kita yang percaya kepada-Nya. Buktinya ialah Ia masuk ke dalam diri kita melalui firman dan tubuh-Nya sendiri sehingga kita dapat menghasilkan buah-buah.

 

Ada seorang biarawati yang baru saja berkaul kekal menghayati hidup hariannya dalam terang persekutuannya dengan Yesus sebagai sang pengantin. Ia menuturkan bahwa setiap bangun pagi, ia berusaha untuk menjadikan harinya lebih dari sekedar rutinitas. Sedang menyiapkan diri untuk ke kapel, pikiranya sudah fokus pada kesadaran bahwa, di dalam kapel itu ia sudah ditungguh oleh sang pengantinnya, yaitu Yesus. Ketika ia sudah di kapel untuk kegiatan ibadat dan selanjutnya untuk Misa, ia membuat dirinya sebagai mempelai yang menyambut sang pengantin.

 

Ia selalu ingin melibatkan Tuhan untuk hadir dalam pikiran, kedamaian hatinya, aspirasi, dan keinginannya. Ia berusaha supaya kesadaran dan pemahamannya tentang Tuhan ada bersamanya dan tidak hilang entah karena perhatian yang tidak fokus entah karena terbawa mengantuk. Biarawati ini sungguh menggambarkan betapa mempelai dan pengantin, atau tepatnya diri kita masing-masing dan Tuhan mesti selalu dalam keadaan tersambung. Pengantin dan mempelai yang tidak menampakkan suatu relasi tersambung, saling melengkapi, dan menciptakan persekutuan, tidak dapat menyandang nama tersebut. Mereka hanya menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan.

 

Tuhan adalah pengantin bagi kita sebenarnya memiliki makna lebih daripada hubungan suami-isteri, karena hubungan itu adalah untuk sebuah kesempurnaan yang melampaui semua ukuran di dunia ini. Para santo dan santa telah memberikan kita kesaksian nyata tentang hubungan seperti ini. Jadi hati dan pikiran kita mestinya selalu ingin bersama dengan sang pengantin, yaitu Tuhan yang kita cintai. (*) Pastor Peter Tukan, SDB 

Posting Komentar

0 Komentar