Renungan kita pada hari ini
bertema: Dia Adalah Pengantin. Di dalam kitab suci profil Tuhan digambarkan
sebagai seorang pengantin, merupakan salah satu tema yang besar. Tuhan
menempatkan posisi sebagai pihak yang dipasangkan dengan mempelai, yang di
dalam pemahaman menurut tradisi kita adalah pihak wanita. Seorang wanita yang
menikah, ia sangat membutuhkan pengantin pria karena ia tidak bisa menikah
dengan ruang kosong. Demikian juga pengantin sangat memerlukan mempelai, karena
ia tidak bisa menikahi dirinya
diri.
Tuhan menjadikan diri-Nya sebagai
pengantin supaya hubungan antara diri-Nya dan kita manusia menjadi suatu
persekutuan. Hubungan itu menjadi seperti suami-isteri yang dipersatukan
melalui sakramen. Berkat sakramen itu adalah rahmat yang menyatukan dan
mengikat sehingga sifatnya untuk selamanya. Begitu yang kita pahami tentang
hubungan suami-isteri dengan perkawinan Kristen. Dengan demikian, Tuhan
berkehendak untuk kawin dengan kita yang percaya kepada-Nya. Buktinya ialah Ia
masuk ke dalam diri kita melalui firman dan tubuh-Nya sendiri sehingga kita
dapat menghasilkan buah-buah.
Ada seorang
biarawati yang baru saja berkaul kekal menghayati hidup hariannya dalam terang
persekutuannya dengan Yesus sebagai sang pengantin. Ia menuturkan bahwa setiap
bangun pagi, ia berusaha untuk menjadikan harinya lebih dari sekedar rutinitas.
Sedang menyiapkan diri untuk ke kapel, pikiranya sudah fokus pada kesadaran
bahwa, di dalam kapel itu ia sudah ditungguh oleh sang pengantinnya, yaitu
Yesus. Ketika ia sudah di kapel untuk kegiatan ibadat dan selanjutnya untuk
Misa, ia membuat dirinya sebagai mempelai yang menyambut sang pengantin.
Ia selalu ingin melibatkan Tuhan
untuk hadir dalam pikiran, kedamaian hatinya, aspirasi, dan keinginannya. Ia
berusaha supaya kesadaran dan pemahamannya tentang Tuhan ada bersamanya dan
tidak hilang entah karena perhatian yang tidak fokus entah karena terbawa
mengantuk. Biarawati ini sungguh menggambarkan betapa mempelai dan pengantin,
atau tepatnya diri kita masing-masing dan Tuhan mesti selalu dalam keadaan
tersambung. Pengantin dan mempelai yang tidak menampakkan suatu relasi
tersambung, saling melengkapi, dan menciptakan persekutuan, tidak dapat
menyandang nama tersebut. Mereka hanya menciptakan hubungan antara laki-laki
dan perempuan.
Tuhan adalah pengantin bagi kita sebenarnya memiliki makna lebih daripada hubungan suami-isteri, karena hubungan itu adalah untuk sebuah kesempurnaan yang melampaui semua ukuran di dunia ini. Para santo dan santa telah memberikan kita kesaksian nyata tentang hubungan seperti ini. Jadi hati dan pikiran kita mestinya selalu ingin bersama dengan sang pengantin, yaitu Tuhan yang kita cintai. (*) Pastor Peter Tukan, SDB
0 Komentar