Bagi masyarakat Honihama khususnya yang pernah melewati pendidikan di jeng sekolah dasar (SD) pasti mengenal sosok Isidorus Peren Lamapaha. Nama ini tidak asing lagi, apalagi yang pernah mengenyam pendidikan di satuan pendidikan SD. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMP Awas Hinga, kemudian melanjutkan pendidikan ke Kupang. Setelah itu mulai tahun 1974 - 1994 ia membaktikan dirinya sebagai pengajar di SD Katolik St Petrus Honihama.
Isidorus Peren Lamapaha akrab
disapa Pak Dorus. Ia dilahirkan di Honihama, Flores, Nusa Tenggara Timur pada
12 Februari 1950 dari pasangan Fidelis Kopong Sait dan Sesilia Kewa Doni. Latar
belakang kehidupan kedua orangtua hanya sebagai petani kecil di desa ini.
Isidorus sebagai anak kelima dari 12 bersaudara.
Semasa kecil, Isidorus melewati
pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Katolik Honihama, kemudian melanjutkan ke SMP Awas Hinga. Jarak antara
Honihama-Hinga sangat jauh karena itu bisa menurungkan niat untuk melanjutkan
ke sekolah menengah pertama di sana. Apalagi ditambah dengan masa-masa di mana
terjadi musim paceklik. Mengenai kesulitan sangat beragam mulai dari kurang
adanya makanan, jarak sangat jauh kemudian keterbatasan biaya sekolah.
Tampaknya semua kesulitan itu
bisa dilewati Isidorus dengan gembira. Pada saat yang sama banyak teman yang
mengurungkan niat untuk melanjutkan sekolah, Isidorus kecil memiliki semangat
yang sangat tinggi untuk melanjutkan pendidikan di SMP Awas Hinga. Meski dengan
segala keterbatasan ia melewati dengan baik. Akhirnya Isidorus berhasil
menamatkan pendidikan di SMP.
Setelah lulus dari SMP
Awas Hinga, Isidorus kembali ke Honihama. Dengan bekal ilmu yang dimilikinya ia diminta menjadi staf
pengajar di SDK Honihama. Beberapa tahun mengajar, guru Isidorus Peren meminta melanjutkan studi ke Kupang.
Mulai membulatkan tekadnya, dengan perahu layar, bersama teman-teman mengarungi Laut Sawu selama satu minggu
baru bisa sampai di Kupang.
Setelah tiba di Kupang Isidorus mendaftar di Sekolah Pendidikan Guru (SPG)
Kupang. Suka duka dilalui bersama teman-teman seperjuangan di kota karang. Diakuinya
tentu banyak dukanya. Ketiadaan
makanan. Kondisi keuangan sangat terbatas. Semuanya tidak jadi penghalang. Usaha dan belajar
yang sungguh akhirnya Ama Peren bisa tamat tepat tiga tahun. Sepulang dari
Kupang Isidorus diterima lagi
sebagai staf pengajar di SDK Honihama. Selang setahun mengabdi, Isidous langsung diangkat sebaga Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Semenjak
pengangkatan sampai pensiun tetap mengabdi pada sekolah yang sama, SDK Honihama.
Istri, Anak Murid
Isidorus Peren melepaskan masa lajangnya pada tahun 1974
ketika ia berusia 24 tahun. Siapakah
perempuan yang menjadi tambatan akhir cintanya? Dia adalah Rosalia Perada Wuun. Gadis manis
keturunan desa Deri-Honihama
ini dinikahinya pada tahun 1974. Sosok Rosalia Perada Wuun adalah
mantan muridnya di SDK Honihama. Uniknya ketika Rosalia duduk di kelas
karena masih sangat kecil ia ditahan di kelas lima oleh Isidorus Rosalia waktu itu memiliki badan sangat kecil. Hehehe... Isidorus Peren Lamapaha menikahi Rosalia yang masih berumur 18
tahun. Mereka dikaruniai tujuh orang anak (4 putera dan 3 Puteri).
Raih Sarjana
Sebagai guru PNS tentu sangat sulit memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Apalagi hidup bersama keluarga besar. Bagi guru Peren, sekolah adalah
segala-galannya. Guru Peren dengan gaji pas-pasan berjuang mati-matian untuk
bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Alhasil, lima
anaknya bisa meraih gelar sarjana. Seorang Brigader Mobil (Brimob). Seorang
lagi sebagai biarawati. Kini anak-anaknya bisa menikmati hasil perjuangan dari
ayah tercinta.
Ayah yang adil
Mengasuh tujuh orang anak memang tidak mudah. Apalagi dengan kepribadian
yang berbeda-beda. Namun bagi guru Peren, hal ini tidak menyulitkan. Ketujuh anaknya dididik dengan adil. Dia
tidak menganakemaskan salah satu. Misalnya, ketika ada makan lauk (daging ayam)
Guru Peren harus membaginya sama rata, sama banyak kepada seluruh anggota
sehingga tidak ada yang dirugikan.
Pencinta kerja tangan
Lahir dari keluarga petani miskin membuat guru Peren belajar banyak keterampilan
secara mandiri. Salah satu karya tangan
yang paling ditekuninya adalah karya tangan dari bambu. Bambu dibelah, diraut,
dan diolahnya menjadi lemari, rak televisi, tempat tidur, dan kandang ayam.
Banyak karyanya dibeli masyarakat.
Akhir Hayat
Isidorus Peren Lamapaha terus bekerja dalam diam. Di dalam diam, dia juga
menyembunyikan penyakit yang dideritanya sejak tahun 1986. Menurut dokter, guru
Peren menderita penyakit TBC. Penyakit ini sempat menghalangi kerjanya sebagai
guru. Lewat pertolongan medis, Guru Peren dapat sembuh dari sakit dan bisa
mengajar kembali. Sekitar tahun 1994 penyakitnya kambuh lagi. Guru Peren
akhirnya memutuskan mengambil pensiun dini. Segala upaya ditempuh untuk urusan
pensiun. Di tahun 1996, guru Peren menerima surat pensiun sebagai guru dan
menjadi masyarakat biasa. Masa-masa pensiun dilalui dengan sukacita meski
kadang sakit yang dideritanya sering dirasakan.
Setelah delapan belas tahun menikmati masa pensiun, pada tanggal 25
September 2014, Bapak guru Isidorus Peren Lamapaha menghembuskan nafas
terakhir. Penyakit TBC yang sudah lama mengancam nyawanya membuatnya terbaring
kaku, tak bernyawa lagi.
Bapak Isidorus layak diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa.
Guru yang sabar dan pengasih. Dalam diam kami akan selalu mengenangmu. Pak Dorus “Sang Maestro” yang
dikenal pencinta karya tangan***
(Seperti dikisahkan Stanislaus
kepada Jurnalis, Konrad Mangu)
Tulisan ini untuk mengenang 75
tahun SDK St Petrus Honihama
keterangan foto: Pak Ben, Isidorus, Sr Isidora dan Ibu Ben Boro Tura
0 Komentar