Jakarta, Gagas Indoesia Satu.com
Peningkatan kualitas sumber daya manusia memerlukan peran penting dunia pendidikan. Guru berperan sangat strategis dan sentral dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Guru adalah profesi yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peran guru dalam mendidik anak bangsa tidak akan pernah tergantikan dengan mesin secanggih apa pun. Setidaknya ini terbukti ketika pandemi Covid-19 menghantam dunia pendidikan kita. Guru dan siswa belajar dari rumah dengan pembelajaran jarak jauh selama hampir dua tahun. Terekam dari berbagai survei yang dilakukan banyak lembaga, bahwa para siswa merindukan sekolah bertemu sesama teman dan guru. Para orang tua pun banyak yang menginginkan agar sekolah dibuka dan pembelajaran tatap muka kembali dilaksanakan. Peran guru masih sangat dirindukan dan dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan.
Indonesia mengalami darurat kekurangan guru. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data yang pernah dirilis dalam RDP Komisi X DPR RI dengan Kemendikbud Ristek tahun 2021 bahwa jumlah guru saat ini berjumlah 2.735.784 dengan persebaran 1.226.460 merupakan guru PNS dan 1.509.324 bukan merupakan guru PNS. Khusus untuk sekolah negeri jumlah guru adalah 2.063.230 terdiri dari 1.236.112 (60%) guru PNS, 742.459 (36%) guru Non PNS, 63.264 (3%) guru CPNS, dan 34.954 (1%) guru PPPK. Jumlah ini masih kurang dari kebutuhan seharusnya jumlah guru di sekolah negeri yang seharusnya berjumlah 2.268.716. Artinya masih terjadi defisit guru sejumlah 947.945. Hal ini semakin diperparah jika memprediksi jumlah guru yang pensiun antara 2022 sampai 2024 ini diperkirakan mencapai 222.081 guru dengan rata-rata 74.027 guru yang pensiun setiap tahunnya. Belum lagi melihat kemungkinan guru-guru mengalami mutasi dan bahkan wafat sebelum masuk usia pensiun membuat laju penurunan guru semakin menunjukan disparitas jumlah dan penyebaran yang kurang merata di seluruh Indonesia. Jika ketersediaan guru mengalami kelambatan atau bahkan tidak terpenuhi, maka dapat dipastikan akan terjadi stagnasi kualitas pendidikan di Indonesia.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sejak lama mengharapkan agar pemerintah fokus pada tata kelola guru yang lebih substansial, komprehensif, dan berkelanjutan. Pemenuhan jumlah guru, distribusi, dan peningkatan kompetensinya harus menjadi perhatian utama pemerintah untuk segera ditindaklanjuti. Rencana penghapusan tenaga honorer menuai polemik di kalangan guru honorer, sebagaimana disampaikan pemerintah melalui Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 bahwa pokok surat menyatakan hingga November tahun 2023, tidak ada lagi tenaga honorer yang bekerja di lnstansi pemerintah dan pemerintah daerah.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PGRI yang dilaksanakan secara virtual pada Kamis 28 Juli 2022, yang diikuti pengurus PGRI di semua tingkatan secara nasional menghasilkan beberapa poin sebagai berikut.
1. Rencana Pemerintah menghapus tenaga honorer (guru honorer) di semua instansi pemerintah pada November tahun 2023 agar dibarengi pengangkatan ASN (PNS dan PPPK) dengan memprioritaskan pengangkatan dari seluruh guru honorer yang ada. Dalam pengangkatan ASN PPPK, Pemerintah agar mengalokasikan gaji dan tunjangan guru PPPK bersumber dari APBN, dikarenakan kemampuan APBD yang terbatas.
2. Meminta agar pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemetaan dan kajian secara komprehensif tentang kebutuhan guru dalam jangka pendek dan menengah.
3. Memohon agar proses perekrutan guru sebagai ASN terpisah dari program perekrutan ASN lainnya mengingat kebutuhan akan tenaga guru sangat mendesak dan memerlukan penanganan cepat dan progresif. Keadaan darurat kekurangan guru dalam jangka waktu lama dan berlarut-larut dalam proses penanganannya sangat merugikan dunia pendidikan di tanah air. Akselerasi peningkatan kualitas pendidikan sulit terwujud apabila pemenuhan jumlah guru dan peningkatan kualitasnya tidak segera terwujud.
4. Kembalikan proses sertifikasi guru (Pendidikan Profesi Guru atau PPG) melalui jalur portofolio seperti dulu untuk menuntaskan penyelesaian proses sertifikasi guru dalam jabatan sebagaimana amanat UU 14 Tahun 2005. Selain itu, sesuai amanat UUGD Nomor 14 Tahun 2005 diharapkan melibatkan organisasi profesi dalam proses PPG. Bagi guru-guru swasta yang telah tersertifikasi, diharapkan Pemerintah kembali melakukan penyetaraan dengan guru ASN melalui proses inpassing.
5. Meminta Pemerintah Daerah memberikan tambahan penghasilan pada guru ASN Daerah sebagaimana amanat PP Nomor 12 Tahun 2019 dan memohon Kemendikbud Ristek merevisi Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022.
6. Penyusunan RUU Sisdiknas tidak perlu tergesa-gesa dan harus diawali dengan penyusunan peta jalan pendidikan untuk jangka menengah dan panjang agar Kebijakan dunia pendidikan dapat simultan dan berkelanjutan. Dalam penyusunan RUU Sisdiknas peran guru harus diperteguh agar guru menjadi profesi yang berwibawa dan bermartabat, diantaranya melalui keterlibatan wajib guru di organisasi profesi dan penetapan upah minimum yang mengarah pada kesejahteraan guru.
7. Kurikulum Merdeka jangan sampai ditetapkan tergesa-gesa secara nasional. Keberadaan Kurikulum Merdeka masih perlu kajian komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan diuji hasil implementasinya sebelum diterapkan secara nasional. Perubahan kurikulum jangan sampai menambah beban administratif serta berimbas pada pemenuhan beban mengajar dan tunjangan profesi guru.
Hasil Rapat Koordinasi PB PGRI Pusat itu dilaksanakan 28 Juli 2022 yang ditandatangani Ketua Umum PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd dan Sekjen, Drss. H.M Ali Arahim, M. Pd. (Humas PGRI)
keterangan foto: Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
0 Komentar