Larantuka, Gagas Indonesia Satu.com
Kisah sukses komunitas pekerja migran Lembata yang melakukan Survey Perlindungan Sosial, Kondisi dan Potensi Ekonomi pekerja migran purna di enam wilayah Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi), sesungguhnya tidak semuda membalikan telapak tangan. Beragam tantangan dihadapi para surveyor di lapangan ketika melakukan pendataan. Lantas apa saja tantangan yang dihadapi,. dan bagaimana pula mereka mengatasi tantangan itu? ikuti nukilan kisahnya berikut.
Terik menyengat tubuh, kala 40 orang enumerator turun ke lapangan melakukan survey perlindungan sosial, kondisi dan potensi ekonomi. Mereka menyasar enam Desbumi yang merupakan wilayah kerja Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS) dalam program INKLUSI. Sebuah program kemitraan Australia – Indonesia yang ingin memastikan, bahwa tak ada satupun yang terabaikan dalam program pembangunan.
Dibekali pelatihan selama dua hari, para enumerator kemudian dibagi dalam dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok sebanyak 20 orang. Satu kelompok melakukan survey perlidungan sosial dan kelompok yang satunya melakukan survey kondisi dan potensi ekonomi.
Sementara yang menjadi responden survey adalah purna migran dengan kriteria yang sudah ditetapkan. Karena itu tidak semua pekerja migran purna yang tersebar di enam desa masing-masing, Dulitukan, Tagwiti, Beutaran, Lamatokan, Lamawolo dan Bao Lali Duli, bisa menjadi responden. Selain itu, responden survey perlidungan sosial, tidak otomatis menjadi responden di survey ekonomi. Begitu juga sebaliknya. Semuanya dibatasi kriteria yang telah ditentukan dalam survey.
Survey ini pun dilakukan dengan aplikasi Kobo Collect. Karena itu, enumertor harus memiliki android plus keterampilan mengoperasikan aplikasi Kobo Collect sebagai instrumen pendataan. Namun itu tidak masalah. Dalam dua hari pelatihan, 40 enumerator telah pula dibekali keterampilan menggunakan aplikasi bebasis andorid ini.
Sebelum melakukan pendataan, para surveyor terlebih dahulu melakukan identifikasi responden di lapangan. Hal ini memudahkan enumerator, agar di saat survey mereka tinggal mendatangi rumah – rumah yang sudah diidentifikasi awal, dimana responden pekerja migran purna dengan tahun kepulangan 2017 – 2022. Dari sini baru di identifikasi lagi mana pekerja migran purna yang memenuhi kriteria menjadi reponden.
Dalam pelaksanaan pendataan, beragam kesulitan pun dialami surveyor. Rosa Dalima Nini Kokomaking misalnya mengaku kesulitan ketika mendapatkan responden yang disabilitas. Karena yang bersangkutan seorang disabilitas, ia membutuhkan waktu beberapa hari untuk proses wawancara, namun disisi lain responden bersangkutan malah marah-marah ketika didatangi berulang kali untuk maksud yang sama. Namun dengan kesabaran ia mampu menghadapi karakter responden yang demikian hingga wawancara bisa diselesaiakan dengan baik meski harus dilakukan beberapa hari.
Pengalaman yang sama dialami Rismawati Gatong, yang mengaku dimarahi reponden karena mengganggu waktunya untuk sebuah wawancara beberapa hari. Wawancara berulang yang dilakukan Risma, demikian perempuan ini disapa, karena kesalahan teknis dalam mengoperasikan aplikasi sehingga data yang dikirim tidak terekam di server yang berpusat di Migrant Care Jakarta. “Saya juga tidak tahu, apakah karena ini dipengaruhi jaringan internet atau hal lainnya, tapi data yang sudah terekam dalam aplikasi dan sudah saya kirim ternyata tidak terbaca, karena itu saya harus melakukan wawancara ulang. Ini yang menyebabkan responden saya marah karena terus menyita waktunya untuk sebuah wawancara,” ujar Risma.
Kisah Rosa dan Risma adalah gambaran tantangan kecil yang dihadapi enumerator ketika melakukan survey perlindungan sosial dan ekonomi. Banyak enumerator lain memiliki kisah lapangan yang sama. Menghadapi penolakan, mendatangi responden hingga ke pondok nun jauh di kebun, bahkan harus mendata di malam hari setelah reponden kembali dari kebun.
Toh demikian, banyak ceritera-ceritera gembira yang tak kala menarik dialami semua enumerator. Maria Paskalina K . Ina Wae misalnya, mengaku mendapatkan banyak pengalaman dan hal baru dimana bisa bertemu dengan orang-orang baru dan bisa membangun kominikasi yang akrab dengan para responden.
Uniknya lagi, banyak responden juga curhat soal kehidupan mereka dengan enumerator. Emiliana Pasan malah mendapat ceritera tentang suka duka yang dialami responden ketika menjadi pekerja migran. Bahkan mendapatkan ilmu gratis bagaimana prosedur dan mekenaisme bermigrasi yang baik dan benar dari reponden yang di wawancara. (Resty)
keterangan foto: Enumerator ketika melakukan pendataan di lapangan
0 Komentar