Unordered List

6/recent/ticker-posts

Fikri Zulfikar : Banyak Hal Positip dari Keterlibatan Saya Jadi Enumerator

 


Ile Ape, Gagas Indonesia Satu.com 

Adalah Muhammad Fikri Zulfikar.  Pria asal pekalongan Tawa Tengah  yang saat ini menetap di Desa Bao Lali Duli, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Teggara Timur ini mengaku, kalau keberadaanya di di NTT lebih karena tuntutan pekerjaan.

 

Meski baru empat bulan berada di Desa Bao Lali Duli, ia tertarik bergabung dengan kelompok perempuan pekerja migrant purna untuk menjalankan usaha ekonomi produktif.  Ia juga tak pernah merasa sungkan dalam berbagai kegiatan yang dijalankan, meski dirinya adalah satu-satunya kaum adam yang tergabung dalam  kelompok ini. selain itu, sosoknya yang low profile membuat ia cepat menyesuaikan diri meski  beda budaya yang antara Pekalongan dan Ile Ape Timur.

 

Dalam kegiatan Survey  kondisi dan potensi ekonomi yang diadakan Migrant Care dan YKS Agustus lalu, ia pun  mendapat kerpecayaan sebagai salah seorang enumerator bersama 20 orang temannya yang terbagung dalam survey dimaksud.

 

Ketika ditanya ketertarikannya menjadi enumerator, Ia mengaku  kalau semua itu berawal dari dorongan kekasih hatinya yang sama – sama bergabung dalam kelompok usaha ekonomi produktif perempuan purna migran di Desa Bao Lali Duli.

 

“Ketika disampaikan isteri saya untuk melamar menjadi enumerator survey kondisi dan potensi ekonomi, saya sempat menolak karena saya takut tidak bisa membagi waktu saya dalam pekerjaan saya yang sehari hari menjaga  mesin foto copy,” kenang Zulfikar dan menambahkan bahwa dirinya juga belum terlalu paham soal system kerja dalam survey dimaksud.

 

Toh demikian, Zulfikar terus di motivasi isterinya agar mau terlibat sebagai salah seorang enumerator untuk pendataan pekerja migrant di Ile Ape dan Ile Ape Timur.

 

“Berkat pemahaman yang diberikan istri saya dan juga dukungan dari beliau serta rasa ingin tahu, akhirnya saya setuju dan melamar menjadi enumerator dan diterima,” jelas pria berambut lurus ini.

Setelah mantap dengan keputusan karena dorongan isteri dan rasa ingin tahu, Zulfikar kemudian mengikuti pelatihan sebagai enumerator selama dua hari dan setelah itu langsung turun lapangan untuk mengidentifikasi responden terlebih dahulu sebelum melakukan pendataan.

 

Sebagai orang yang saat itu baru empat  bulan berdomisili di Desa Bao Lali Duli, tidak banyak orang yang ia kenal, apalagi  mengenal orang yang pernah menjadi pekerja migran, posisi kediaman mereka dan kapan tahun kepulangannya menjadi pekerja migran. Ini adalah kendala yang dihadapi Zulfikar.

 

Namun berbekal keberanian dan materi yang ia dapatkan dalam pelatihan, ia menyusuri  lorong demi lorong dan masuk ke setiap rumah penduduk desa untuk menanyakan informasi soal pekerja migrant yang memiliki usaha ekonomi produktif. Apalagi setiap penduduk desa yang ia temui belum otomatos menjadi responden survey ekonomi bila yang bersangkutan tidak memenuhi kriteroa lain seperti tahun kepulangan yang sudah ditentukan.


 

“ Dari 10 orang yang saya data, hanya terdapat 7 orang yang memenuhi kriteria,” jelas Zulfikar sembari menambahkan bahwa menemui responden membutuhkan kesabaran ekstra karena perbedaan budaya, waktu dan kesibukan masing-masing. 

 

Banyak Hal Positip

Dibalik tantangan yang dihadapi  Zulfikar, ada banyak hal positip yang ia rasakan ketika menjadi seorang surveyor.  “Saya merasakan ada banyak perubahan dalam diri saya ketika saya terlibat dalam survey.  Misalnya saya haru sebisa mungkin objektif dan terhindar dari bias atau perasaan lainnya yang dapat mengganggu proses pengumpulan data karena akan memberikan dampak positif terhadap isu-isu ekonomi pekerja migrant, saya juga memiliki keterampilan dalam melakukan pendataan menggunakan aplikasi  Kobocollect, mengajarkan kepada saya tanggung jawab yang besar apalagi bekerja dengan batas waktu yang ditentukan,” tuturnya.

 

Ia menambahkan hal positip lain yang ia dapatkan adalah bagaimana ia belajar mendokumentasikan hal lain yang tercecer dari ceritera responden dalam catatan bantu untuk menjadi bahan pembelajaran, dan yang tak kalah penting adalah bagimana kita belajar untuk berkomunikasi yang baik ketika kita sedang menjadi pewawancara dan mengajarkan kejelian dalam mengahadpi responden.

 

“Saat kita sedang melakukan wawancara, kita juga perlu memperhatikan bahasa tubuh yang ditunjukan responden. Kadang mereka memperlihatkan bahasa tubuh yang tidak atau kurang  suka dengan kehadiran kita. Bila demikian yang terjadi maka bisa jadi responden bersangkutan lagi sibuk dan kita harus meminta kesediaan di waktu yang tepat,” ujarnya menjelaskan. (*)

 

 

Nara Sumber        :         Fikri Zulfikar

Pewawancara        :         Theresia Abong

Penulis Ceritera    :         Theresia Abong

 

Posting Komentar

0 Komentar