Beberapa
hari belakangan ini para politisi sibuk menafsir apa yang menjadi pernyataan
terbuka SBY tentang pemilu nanti. Pernyataan ini sulit ditafsir karena yang
bisa menafsir dan memaknainya, hanyalah SBY sendiri. Beberapa pengamat politik
menyoroti kecurangan pemilu, seperti yang diprediksi oleh SBY yang bakal
terjadi di tahun 2024 nanti sebagai sebuah khayalan belaka karena kenyataannya
pemilu belum berlangsung dan pihak-pihak mana saja yang melakukan kecurangan,
belum beraksi.
Walaupun pernyataan itu hanyalah sebuah rekaan, namun dilihat sebagai sebuah magnet yang memikat para politisi untuk menafsirkannya. Pernyataan yang tidak memiliki dasar yang kuat itu menjadi sebuah awasan bagi penyelenggara pemilu nanti agar pemilu bisa dilaksanakan secara jujur dan adil. Pemilu yang akan berlangsung pada 2024 nanti, menurut prediksi SBY penuh dengan kecurangan dan tentunya hanya dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung nanti.
Apa yang dikatakan oleh SBY itu merupakan sebuah “drama politis” berlakon tunggal yang mengumbar di tengah ruang publik. Banyak pengamat politik menilai bahwa apa yang dilakukan oleh SBY, baik itu pernyataannya maupun akan segera turun gunung, tidak lain adalah upaya untuk bisa mempersiapkan anak kesayangannya AHY agar bisa bertarung di tengah perhelatan politik praktis nanti.
“Turun Gunung” tidak dimaknai sebagai sebuah perjalanan dengan mengandalkan fisik tetapi sebuah bahasa kiasan yang mengungkapkan sebuah keterlibatan penuh SBY untuk memberikan spirit dan menggugah kesadaran para politisi Demokrat untuk berjalan bersama sambil memperlihatkan sebuah perhelatan yang bakal terjadi. Namun dalam perhelatan demokrasi itu, apakah AHY sanggup bersaing dan mempunyai nilai jual pada para ketua partai? Pertanyaan ini menjadi penting karena mengingat bahwa AHY belum menunjukkan keberhasilan sebagai seorang pemimpin dalam dunia pemerintahan.
Menjadi calon pemimpin saat ini, tidaklah mudah karena masyarakat saat ini semakin cerdas dan menagih prestasi dari calon-calon yang bakal bertarung merebut kursi kekuasaan. AHY belum menempuh proses itu dan terkesan sebagai politisi dadakan karena memiliki kendaraan partai politik. Jauh lebih baik apabila AHY yang usianya masih muda, mencoba bertarung pada perhelatan politik, sebagai calon wali kota atau bupati sebagai bagian penting dari sebuah proses yang dilalui dalam mematangkan kepemimpinannya.
Sumber gambar: https://warta-online.com/
AHY
boleh berharap pada ayahnya SBY tetapi belum tentu bisa memuluskan langkah
politiknya untuk nanti menjadi calon presiden. Persoalan PT 20 % menjadi
hambatan utama dan Demokrat sebagai kendaraan politiknya tidak bisa mengusung
sendiri calonnya. Hal ini akan menjadi berbeda dengan PDIP yang bisa mengusung
calonnya sendiri tetapi PDIP harus membangun koalisi dengan partai lain karena
kekuatan mesin partai berpengaruh juga pada perhelatan nanti.***(Valery Kopong)
0 Komentar