Melihat
sepak terjang partai Golkar saat ini,
saya sendiri teringat akan skripsi yang ditulis untuk memenuhi tuntutan akademik
di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik – Ledalero. Menulis tentang kiprah Golkar
pada masa Orde Baru memang menarik karena peran Golkar di zaman Orde Baru
sebagai mesin politik kekuasaan. Namun setelah lengsernya Soeharto, arah perpolitikan
Golkar menjadi ambigu dan terancam bubar di masa transisi reformasi.
Jika hari ini kita mengenal Golkar sebagai sebuah partai politik, namun pada masa Orde Baru hanya dikenal sebagai Golkar Karya, jauh dari sentuhan embel-embel partai. Mengapa tidak menggunakan partai untuk Golkar saja di zaman Orde Baru? Penamaan Golongan Karya ini juga menandakan sebuah trik yang dimainkan oleh rezim Orde Baru untuk mematahkan lawan politik sekaligus mau mengatakan bahwa namanya partai berarti ada kepentingan dengan partai komunis yang digaungkan oleh Orde Baru sebagai monster yang menakutkan. Memang ada sejarah panjang munculnya partai Golkar. Awalnya hanya dibentuk Sekber Golkar para tahun 1964-1971, di akhir masa pemerintahan Presiden Soekarno. Kehadiran Sekber Golkar saat itu sebagai tawaran alternatif gagasan untuk menjembatani sebuah kepentingan di tengah polarisasi politik dan ideologi yang berkembang saat itu.
Namun, dalam perkembangannya, organisasi ini digunakan oleh golongan militer, khususnya Angkatan Darat, bersama puluhan organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan nelayan, sebagai senjata anti Partai Komunis Indonesia (PKI). Pasalnya, lahirnya Sekber Golkar juga tidak terlepas dari adanya rongrongan dari PKI beserta ormasnya yang semakin merajalela. Pada 20 Oktober 1964, didirikan Sekber Golkar oleh Soeharto dan Suhardiman, sebagai respons dari Peraturan Presiden No. 193 Tahun 1964 yang menginstruksikan seluruh organisasi di dalam Front Nasional bergabung dengan parpol atau membentuk organisasi sendiri. Sekber Golkar pun berdiri sebagai wadah dari golongan karya yang tidak berada di bawah pengaruh politik tertentu.
Dari
kisah perjalanan panjang ini membahasakan betapa Golkar lihai dalam berpolitik.
Untuk bisa meraih suara pada setiap kali pemilu di masa Orde Baru, Golkar menjauhkan
diri dari aroma “partai” karena itu di masa Orde Baru kita hanya mengenal
Golongan Karya. Pada masa Orde Baru, kita hanya mengenal dua partai dan satu
golongan karya yang bertarung pada setiap kali pemilihan umum. Ada Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia dan Golongan Karya. Apabila
kita melihat pertarungan politik pada masa Orde Baru, bisa terbaca bahwa dua
partai yang mengikuti perhelatan demokrasi saat itu hanya sekedar sebagai
hiasan saja karena sebelum pemilihan berlangsung, hasil akhir kemenangan sudah
bisa diprediksi.
Golongan Karya selalu menang karena memiliki lumbung suara, seperti pegawai negeri sipil yang pada zaman Orde Baru, secara otomatis menjadi pemilih tetap Golongan Karya berlambang beringin itu. Keberadaan Golkar dan para politisi dari waktu ke waktu, memperlihatkan kematangan berpolitik. Selama perjalanan waktu, baik sebagai Golongan Karya dan saat ini sebagai sebuah partai, Golkar tak pernah memposisikan diri sebagai oposisi dalam demokrasi. Golkar lebih nyaman memilih untuk pro dengan pemerintah dan mengurusi persoalan bangsa.***(Valery Kopong)
0 Komentar