Unordered List

6/recent/ticker-posts

Hari Guru

 

Ketika melihat dinding-dinding media sosial hari ini, hampir semua dihiasi dengan ucapan “Selamat Hari Guru” bagi para guru. Bekerja sebagai guru tidak sekedar sebagai profesi, melainkan sebuah panggilan. Kalimat ini menunjukkan bahwa menjadi guru itu tidak mudah karena harus mendidik generasi muda sebagai agen perubahan untuk masa depan. Mengingat sosok seorang guru itu begitu penting maka ketika bom meledak di Hirosima dan Nagasaki yang meluluhlantakan bumi Sakura itu, kaisar bertanya dalam keruntuhan itu. Berapa guru yang masih hidup? Pertanyaan ini menjadi penting di tengah tangis dunia akan kehancuran dua kota itu sebagai cermin kebrutalan manusia.

Sosok seorang guru diandalkan untuk menyiapkan generasi untuk terus terlibat dalam menghidupi zaman  yang terus berubah. Tanpa guru, barangkali banyak anak menjadi buta huruf karena tidak diajarkan tentang bagaimana membaca dan menulis. Tanpa guru pula maka tak ada pejabat-pejabat di negeri ini karena mereka bisa melewati jalur pendidikan formal jika ada guru yang membimbing dan menanamkan pengetahuan serta nilai-nilai kehidupan.

 

Hari ini bertepatan dengan peringatan Hari Guru, ada kebanggaan tersendiri bahwa anak-anak yang saya ajarkan, memberikan ucapan tulus sebagai dukungan moril terhadap gurunya yang tanpa henti mendamping mereka. Pada momentum ini juga, saya sendiri mengingat kembali bentangan perjalanan hidupku yang ditempah oleh para guru. Saya teringat akan dua sosok guru saya semasa di bangku SDK Ongabelen-Adonara Timur, yang tidak hanya mengajar di sekolah tetapi terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Guru Rimo dan Guru Narek, dua nama guru ini yang beberapa tahun lalu sudah meninggal dunia tetapi nama mereka tetap abadi. Mikhael Rimo Duli, nama lengkap Guru Rimo dan Marselinus Narek Sugi, nama lengkap dari Guru Narek, begitu akrab dengan orang-orang di kampung. Guru Narek menetap di Ongabelen selama mengabdi sebagai guru SD. Walaupun ia sendiri berasal dari kampung Lamapaha, sebuah desa tetangga namun pengabdiannya di SDK Ongabelen sangat baik dan memberikan warna tersendiri dalam pelayanan, baik di bidang pendidikan dan kemasyarakatan. Guru Narek bersama Guru Rimo berasal dari satu kampung, Lamapaha. Puluhan tahun mereka berdua mengabdi pada satu atap, SDK Ongabelen.


Guru Rimo menetap di Kwaelaga, bertetangga dengan nenek saya. Guru Rimo berperan penting bagi saya dan teman-temanku. Tidak hanya mengajarkan kami di kelas tetapi juga mempersiapkan anak-anak Katolik untuk menerima komuni pertama dan juga krisma. Tanpa mengenal lelah, mereka mendidik dan mendampingi kami. Terima kasih Guru Rimo dan Guru Narek, semoga bahagia di surga. Selamat hari guru.***(Valery Kopong)

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar