Unordered List

6/recent/ticker-posts

Titik Balik


  (Sebuah Refleksi Biblis)

Sepuluh tahun lalu saya diminta untuk mencarikan nama pelindung  (Santo / santa) untuk lingkungan

kami yang baru terbentuk.  Ada beberapa nama yang menjadi perhatian saya dan satu persatu saya

memulai  mencari tahu  latar belakang kehidupan rohani.  Namun saya sepertinya tertarik pada nama

Zakheus, seorang tokoh sederhana dalam Injil   yang dikenal oleh masyarakat sebagai pemungut

cukai yang serakah.  Ketertarikanku  pada sosok Zakheus karena ia sendiri memiliki kerinduan yang

sangat kuat untuk bertemu dengan Yesus dan berani membuka diri di hadapan-Nya. Zakheus bahkan

menembus kerumunan massa yang sedang melihat Yesus, yakni dengan cara naik ke atas pohon ara


untuk mengetahui lebih jauh sosok Yesus sebenarnya.

Upaya saya tidak membuahkan hasil. Orang-orang Katolik yang sudah hidup dalam paguyuban iman umumnya menolak nama Zakheus yang hendak saya jadikan sebagai nama pelindung lingkungan. Alasan penolakan adalah karena Zakheus orangnya pendek, seorang  pemungut cukai yang serakah dan apabila nama ini digunakan maka akan menjadi bahan tertawaan orang di paroki kita. Nama Zakheus akhirnya tidak diterima dan saya carikan nama orang kudus lain sebagai pelindung.
Generasi yang hidup saat ini, walaupun tidak melihat secara langsung tentang Zakheus dan perilakunya tetapi sangat tegas menolak sosok Zakheus yang dikenalnya melalui bacaan Injil. Tulisan dalam Injil ini terus membuka ingatan kolektif umat tentang sosok yang dikenal karena perilaku ketidak-jujuran ketika menagih dan mengelola pajak serta bersekongkol dengan kaum penjajah untuk memeras warga. Ingatan kolektif tentang sosok dan tingkah Zakheus ini tak akan sirna dari permukaan bumi. Generasi yang satu muncul dan generasi yang lain mengakhiri hidup ini tetapi nama Zakheus tetap abadi dikenang melalui Injil.  Dikenang karena pendek orangnya dan jelek perilakunya. Tetapi satu hal yang bisa kita pelajari adalah pertobatan total seorang Zakheus menjadi sebuah pembelajaran bagi kita yang mau mengikuti Kristus. Mengapa pertobatan Zakheus menjadi menarik untuk ditelusuri sepanjang sejarah? Mengapa sosok  Zakheus tidak disukai oleh orang-orang tetapi perilaku koruptif yang pernah dilakoni oleh Zakheus tetap dihidupkan oleh orang-orang zaman dulu sampai saat ini?


Zakheus dan Kegelisahan Zaman
Bicara tentang Zakheus berarti berbicara tentang perilaku jelek dan upaya membangun radikalisme pertobatan. Ketika kita sedang membaca Injil yang mengurai kehidupan Zakheus, pada saat yang sama muncul sebuah kegelisahan yang mendera zaman ini. Korupsi merajalela, tidak hanya menerpa instansi pemerintah tetapi secara kasat mata sedang mendera beberapa Gereja.  Memang, mengguritanya kasus korupsi yang mengakar dalam kehidupan masyarakat, mau menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sedang menghidupkan praktek-praktek korupsi yang pernah melanda kehidupan Zahkeus pada masa lampau. Karena keserakahan ini maka publik memberikan vonis baginya sebagai manusia serakah dan perlu disingkirkan dari pergaulan umum. Hanya saja kita tidak seimbang mengadosi makna Injil yang berbicara tentang Zakheus bahwa yang disingkirkan adalah sosok Zakheus sedangkan nilai pertobatan yang menjadi landasan utama membuka diri terhadap kehadiran Yesus, tidak kita adopsi dan menjadikannya sebagai bagian integral dalam  kehidupan kita.  
Pertobatan Zakheus telah menginjak usia ratusan tahun dan dalam rentang waktu tersebut kita bisa menghitung, berapa banyak orang yang mengikuti jejak Zahkeus yang membuka “ruang keheningan” dan mengalami Yesus di dalam rumah pribadi. Kehadiran Yesus dalam rumahnya semata-mata karena belas kasih Tuhan yang melampaui perhitungan utang dosa masa lampaunya. Sikap tobat dalam kesadaran yang sempurna telah menjadikan Zakheus sebagai model petobat sejati di mata Yesus.  Sebuah pertobatan lepas-bebas dan dengannya menghadirkan Yesus sebagai pengampun tanpa pamrih. Zakheus tak pernah malu memperlihatkan diri sebagai pendosa di hadapan Yesus. Pengakuan tulus ini dalam mengungkapkan sisi lemah kehidupan Zakheus  telah menghilangkan rasa malu dalam dirinya.  "Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Markus 8:38).
Menjadi Katolik saja tidak cukup untuk menyelami cinta dan belas kasih dari  Tuhan. Tuhan menuntut dari kita sikap terbuka dan penyerahan diri secara total kepada-Nya. Zakheus telah memperlihatkan jalan liku penuh tobat pada diri setiap orang yang mengikuti Yesus. Bahkan Zahkeus sendiri seakan memperlihatkan diri sebagai “sampah” di hadapan Yesus dan meminta-Nya untuk dibuang pada “kotak sampah” yang tepat. Yesus telah mendaur ulang kehidupan Zakheus dan memperlihatkan bahwa karena belas kasih Tuhan maka Zakheus boleh bermegah diri setelah mengalami purifikasi. Cinta, kata Muder Teresa ibarat pohon yang menghasilkan buah pada setiap musim dan kita berhak untuk memetiknya. Karena cinta Tuhan kepada Zakheus maka ada pertobatan. Cinta Tuhan yang sama sedang bekerja untuk menobatkan kita, asalkan kita membuka cakrawala batin bagi Tuhan.*** (Valery Kopong)


Posting Komentar

0 Komentar