Unordered List

6/recent/ticker-posts

Memangku Derita

 

Ketika berada di samping orang yang dalam keadaan sakratul maut, apalagi orang itu sangat dikasihi oleh keluarga, rasanya hati ini teriris oleh kesedihan yang mendalam. Kisah yang saya tulis ini merupakan catatan saat mengunjungi orang yang sedang berada dalam sakratul maut. Orang yang sakit itu tak mengenal para pengunjung yang datang menjenguknya. Suami dan anak bungsunya yang masih kecil berada di sampingnya juga tidak dikenalnya. Kami yang mengunjungi turut larut dalam kesedihan dan rasa harap-harap cemas. Memang sudah tujuh tahun lebih, si ibu ini mengalami sakit bagian punggung yang pada akhirnya mengharuskannya untuk berbaring di tempat tidur.

Tujuh tahun berjalan bersama derita, namun si ibu ini mencoba untuk menampilkan diri sepertinya tidak merasakan sakit yang sedang dideritanya. Mengapa ibu ini jarang sekali mengeluh dan berteriak sakit? Menurut kisah sang suami, dia berusaha untuk tegar menghadapi cobaan hidup ini dan sekaligus memperlihatkan hal yang baik di hadapan anak-anaknya yang masih kecil. Semakin hari ia mencoba untuk menampakkan diri sebagai orang yang tegar, tapi penyakit itu terus menggerogotinya sehingga pada puncak penderitaannya, ia rela berpasrah di hadapan Allah.

“Andaikan aku punya kuasa untuk memulihkan ibu maka hari ini juga aku menyembuhkannya,” tutur anak sulungnya padaku. Memang manusia punya hak untuk merencanakan segala sesuatu dalam hidup tetapi di balik semua rencana itu, Tuhanlah yang menentukan arah gerak perjalanan hidup manusia. Desain kehidupan rumah tangga mereka sudah diatur sedemikian rupa, termasuk persiapan pendidikan untuk masa depan anak-anaknya. Anaknya yang sulung baru duduk di bangku SMA kelas XII, sementara adiknya yang bungsu masih mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar. Memang terasa berat bila melihat anaknya yang kecil, masih membutuhkan perhatian dari ibunya.

Sore itu kami mengunjungi si ibu yang sakit itu. Ia terlihat sangat kurus karena asupan makanan tidak ada yang masuk ke tubuhnya. Ia hanya dikasih minum air, itu pun hanya satu atau dua tetes sekedar membasahi kerongkongan. Kakinya membengkak dan ini menunjukkan bahwa seluruh organ tubuhnya tidak berfungsi secara baik. Memang beberapa hari yang lalu sebelum kami menjenguk di rumah, keluarganya membawa pulang dari rumah sakit. Para dokter yang menangani penyakitnya sudah “angkat tangan.” Artinya bahwa upaya yang dilakukan dokter selama ini dalam proses penyembuhan itu mengalami kebuntuan.


Setelah dokter tak sanggup lagi menanganinya maka keluarga diperkenankan untuk membawa pulang ke rumah. Merawat di saat-saat terakhir menjelang ajal menjemputnya merupakan pengalaman traumatik bagi anak-anaknya yang masih butuh perhatian dari sang ibu. Hampir semalaman penuh ia bergulat dengan maut. Mulutnya terlihat komat-kamit, tapi engga tahu, ia berkata apa. Menjelang jam 12 siang itu, ia menghembuskan nafas terakhir dan mengakhiri penderitaannya. Derita panjangmu sudah berakhir. Tuhan memberikan istirahat kekal padamu.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar