Unordered List

6/recent/ticker-posts

Langit Duka

 

Dalam kurun waktu sembilan bulan, keluarga kami kehilangan dua orang yang sangat kami sayangi. Kehilangan ini menyisahkan luka dan duka yang mendalam. Tetapi dalam kedukaan itu, ada pertanyaan menggantung di langit duka. Mengapa Tuhan mengambil orang-orang yang kami kasihi, di saat kami sangat mencintai dan membutuhkan mereka? Pertanyaan ini sepertinya menguap begitu saja di tengah lara membara itu. Di langit duka itu, kami gantungkan harap pada yang Mahakuasa sambil mempertanyakan kecintaan Tuhan. Apakah cinta Tuhan semakin sirna untuk keluarga kami sehingga tega mengambil orang-orang kepunyaan yang masih kami cintai ini? 

Merenung tentang kepergian Opuk Agan Raran yang sembilan bulan lalu harus pamit dari dunia ini. Duka yang masih tertumpuk pada gundukan tanah pusara itu semakin menambah ketika anaknya, Arnold Janssen Boro Tupen dipanggil di tengah keluarganya. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, saya sendiri masih berkesempatan berkomunikasi dengan keluarga yang tengah merawatnya di RSUD Maumere. Setelah menjalani operasi, Yance terlihat mulai ada perubahan tetapi seiring berjalannya waktu, ia mengalami drop dan mengalami kritis. Tanggal 2 Januari 2023 ketika sedang mengikuti kegiatan gerak jalan kerukunan untuk memperingati Hari Amal Bakti Kementerian Agama ke 77, saya menerima telpon dari keluarga di Maumere bahwa Yance sudah pergi untuk selamanya.

Memang, kepergian Yance menyisahkan duka panjang tetapi pada bentangan duka itu, saya mencoba untuk melihat kembali kisah hidup bersamanya. Masih segar dalam ingatanku, ketika itu bulan Juli 2004. Yance datang dari kampung bersama mamaku dengan tujuan ke Tangerang dan selanjutnya ke Yogyakarta, mengikuti prosesi pernikahanku. Yance dan mamaku mengenakan pakaian adat Jawa untuk bisa menemani saya pada saat kami melangsungkan pernikahan suci di Paroki Jetis – Yogyakarta. Kehadirannya sebagai pengganti bapak saya yang tidak bisa hadir karena ada urusan adat di kampung.


Kepribadian Yance memang khas. Ia humoris dan mempunyai teman yang begitu banyak. Karena itu tidak mengherankan bila ketika ia menghembuskan nafas terakhir, begitu banyak orang memberikan perhatian pada keluarga. Ketika jenazah diberangkatkan dari Maumere sampai Larantuka, begitu banyak orang memberikan perhatian padanya walau dalam kondisi hujan angin. Pada malam itu juga, jenazah diberangkatkan dari Larantuka menuju Adonara melalui pelabuhan Tobilota. Begitu banyak pelayat sudah menunggu di pelabuhan dan beriringan, mengantarkan ke kampung halaman, Kwaelaga. Duka ini masih terasa tetapi dalam rentang kedukaan itu, saya teringat akan makna hidup ini. Bahwa hidup ini hanyalah sementara dan setelah kemah kediaman kita dibongkar, kita akan beralih ke kemah hidup abadi yang sudah disiapkan oleh Tuhan. Opu, bolak tuberem lali sika nian tanah. Lolak naim lali sika la krowe. Peteno nai gosuk hala, peteno nawa naen, sampai ulan mola kowa bahe.***(Valery Kopong)  

Posting Komentar

0 Komentar