Perhelatan demokrasi masih jauh, namun partai-partai politik sedang membangun penjajakan untuk koalisi dan bahkan ada partai yang sudah mendeklarasikan calon presiden. Peristiwa-peristiwa politis ini memberikan gambaran tentang nilai demokrasi di mana masyarakat diajak untuk menilai secara dini figur-figur yang akan bertarung. Memang belum waktunya berkampanye namun Anies Baswedan yang telah dideklarasikan sebagai capres, bermodal percaya diri untuk berkeliling ke beberapa wilayah di Indonesia. Safari politik ini dinilai tidak etis karena mencuri start kampanye. Nilai apa yang mau dijual kepada publik dalam safari politik itu?
Sejak dideklarasikan oleh Nasdem sebagai capres, elektabilitas Anies memang naik dan hal ini berbanding terbalik dengan partai pengusungnya. Nasdem mengalami kemerosotan elektabilitasnya dan bahkan politisi kawakan yang sudah lama berkecimpung di Nasdem harus pamit sebagai bentuk ketidaksetujuannya dengan figur Anies. Sudah beberapa bulan dideklarasikan sebagai capres, sepertinya belum ada titik temu koalisi antara Nasdem, PKS dan Demokrat. Banyak pengamat menilai bahwa agak sulit tiga partai ini menemukan kata sepakat dan pada akhirnya mengusung seorang cawapres.
Mengapa sulit mencari cawapres untuk mendampingi Anies? Jawabannya sederhana bahwa antara PKS dan Demokrat, masing-masing menggadang seorang calon wakil presiden. Bisa dilihat bahwa koalisi ini tidak berjalan secara normatif karena dua partai lain tidak menunjukkan keseriusan dalam membangun koalisi. Tetapi secara sederhana bisa dikatakan bahwa dua partai ini (PKS dan Demokrat) masih menunggu pengaruh positif dari dampak pencalonan Anies, terutama terhadap Nasdem. Jika Nasdem mendapat sambutan baik dari publik dengan mengusung Anies maka hal ini akan mendorong dua partai lain bisa menyepakati seorang figur calon wakil presiden.
Para
pengamat politik bahkan pengamat jalanan menilai bahwa proses pencalonan Anies,
kemungkinan besar mengalami kegagalan. Kegagalan ini tidak hanya karena belum
ada koalisi permanen tetapi juga merujuk pada persoalan bansos beras di DKI Jakarta
yang mencuat pada hari-hari terakhir ini. Banyak pihak menduga bahwa Anies yang
pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta harus bertanggung jawab atas
persoalan bansos dan juga formula E yang dinilai merugikan negara. Jika ini
terus diusut maka masa depan Anies semakin redup.***(Valery Kopong)
0 Komentar