Pada hari Minggu malam, 19 Februari 2023, sekitar pukul 21.00 WITA, sempat mengakses laman FB keponakanku yang berdomisili di Lewoleba, Paulina Tokan, yang melakukan perjalanan tugas di kecamatan Atadei Kabupaten Lembata. Dalam video dan foto yang diupload pada beberapa jam sebelumnya, Paulina begitu terkesima, terkagum-kagum dan sangat berkesan atas kampung tersebut. Di pelataran halaman gereja, ia membentangkan kedua tangan sambil melemparkan senyum sumringah seraya berucap,
“Kini kami menginjakan kaki di
Bakannnnnnnn alias desa Ile Kerbau” lalu
jalan menuju gereja dan sempat berfoto dengan latar papan nama yang terbuat dari semen, Gereja Kristus Raja Bakan. Pada video
lainnya, begitu takjubnya akan keadaan lingkungan pedesaan, ia berujar kagum
‘Nogo Doniiiiiiiiiiiiii, I am coming’.
Forografer pun mengarahkan kamera video pada pohon rambutan dan advokat dengan
buah begitu lebat, hasil budidaya penduduk di pekarangan/kintal rumah dan
ketika berjalan menyusuri lorong-lorong semenisasi menuju pada titik-titik lain,
tertampak kabut-kabut putih merayap perlahan-manja mencumbui kaki-kaki
bukit yang menghijau, menyuguhkan landscape alam yang begitu indah mempesona,
sehingga secara spontan ia berujar, ‘waoooooooooo’.Pada unggahan foto lainnya,
saat menjalankan tugas dengan berkunjung ke rumah-rumah penduduk, disuguhi
buah-buahan berupa rambutan dan buah naga dan bisa diduga adalah produksi kampong itu
sendiri.
Paulina Tokan bersama suaminya Hubertus B. Holo
Melihat postingan ini, memantik naluri hobi menulis, kira-kira keistimewaan apa, sehingga membuat Paulina begitu terkesima? Paulina Y.B. Tokan, demikian nama lengkapnya, adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Lembata NTT, yang pada saat itu melakukan perjalanan tugas di Bakan desa Ile Kerbau dan desa Nogo Doni kecamatan Atadei untuk kegiatan monitoring pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih Pemilu tahun 2024.
Perlu dicatat bahwa dulu, desa gaya baru, Ile Kerbau terdiri dari tiga kampung yaitu Bakan, Lewaji dan Muda Lerek dan Lewaji, namun dengan perkembangan penduduk maka dimekarkan menjadi tiga desa yaitu Bakan menjadi desa Ile Kerbau, Muda Lerek menjadi desa Nogo Doni dan Lewaji menjadi Dori Pewut.
Lebih jauh, Paulina menjelaskan, Ile kerbau merupakan desa kecil yang dikelilingi bukit,
seperti dalam kuali, berada di lembah, kabut, dingin, hijau, desa kecil yang sejuk dan nyaman sekali serta air melimpah
dari tiga sumber mata air, Waiuja,
Waimiki dan Loros Sedangkan Nogo Doni, juga berada di lembah dan dingin
juga. Demikian penuturan Paulina, yang pada saat itu bersama suami, Hubertus B. Holo,
Staf Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Lembata melaksanakan kegiatan
yang berbeda yaitu pengkapasitasan perangkat desa. Saat bertugas Paulina didampingi Panwas Kecamatan Atadei, Paul Djuang dan Panwas Desa Wilfridus Petrus Lagar Blikon (Ile Kerbau) dan Bartolomeus Enga Blikon (Nogo Doni). -
Kedua
desa ini, mempunyai potensi pertanian yang hampir sama, menghasilkan buah naga,
papaya, nenas, rambutan, sawo, salak, cengkeh, advokat, pala, aneka sayuran dan
tanaman umum khas Flores Timur dan Lembata yaitu jagung, ubi, kacang dan
sayuran dan yang paling dominan adakah sayur labu jepang. Saya mencoba berselancar di dunia maya, ada
satu informasi, yaitu Bakan sangat kesohor
dengan aroma kopi Bakan yang tercium sentero kabupaten Lembata.
Kini,
seorang pemuda kampong, Kristoforus Yosef Bawa, yang menempuh kuliah di Makasar
dan pernah bekerja di Kota Batam, bertekad bale nagi dengan mengurai mimpinya
dan menabur obsesi, ekspansi kopi Bakan untuk mendunia (Pos Kupang, com, 18
Oktober 2020).
Dengan demikian, kita bisa berkesimpulan bahwa
Bakan, desa Ile Kerbau (juga Nogo Doni) merupakan daerah yang subur, persis
sesuai namanya, Bakan, berarti (tanah yang) subur. Berada pada ketinggian,
dikelilingi perbukitan dan banyak awan yang bergelantungan pada kaki-kali
langit, mengindikasikan bahwa Bakan memiliki curah hujan mencukupi, juga memiliki
hawa yang dingin, sejuk-menyegarkan, sehingga sangat mendukung pengembangan
potensi pertanian plus perkebunan, seperti yang ditampilkan pada
ungahan-ungahan vidio dan foto tadi.
Hal ini, menunjukkan bahwa pada daerah-daerah tertentu di wilayah propinsi NTT, sebenarnya bisa dikembangkan potensi pertanian dan perkebunan, yang lebih khusus lagi buah-buahan yang dapat memenuhi konsumsi penduduk. Pada waktu dahulu wilayah, Kapan ( Timor Tengah Selatan ) sangat terkenal dengan buah apel, yang mirip dengan apel Batu Malang, juga jeruk kapan, namun sekarang apel Soe sudah menghilang. Demikian juga daerah lain di NTT, dengan kesadaran sendiri, masyarakat membudidayakan buah-buahan dalam skala kecil.
Di Adonara
ada juga salak, rambutan, durian dan buah-buahan jenis lainnya. Di Honihama
Adonara, (Andreas) Ola Angin mencoba menanam anggur, walau cuma beberapa pohon,
namun pada postingan di FBnya menunjukan hasil buahnya yang lumayan. Di Kecamatan Adonara, Rahman Sabon Kedang, mengembangkan
buah papaya jenis thailand yang cukup menjanjikan (Kisah Pepaya Demi Masa Depan
Anak, Gagasindonesiasatu,com, 22 Mei 2022), demikian juga, Simon Lake, warga
Kelurahan Tubu Hue Kefanemenau-TTU, ‘Budidaya Pepaya California Tuai Omzet
Jutaan Rupiah per Bulan’ (Kompas.TV, 2 Juni 2022). Apalagi di kabupaten Ende,
Ngada, Nagekeo, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Manggarai Raya, didukung oleh
tanah yang subur dan lahan yang masih mencukupi, maka sangatlah potensial untuk
budidaya buah-buahan. Namun, dikhususkan yang masih jarang di NTT, seperti
apel, anggur, salak, rambutan dan lain-lain.
Paulina Tokan di Desa Ile Kerbau
Pada suatu kesempatan berkunjung ke Manggarai, dan bersama Bapa Kornelis Wayan Arnaya, menikmati makan malam di sebuah restoran yang dibangun di bilangan Karot, Ruteng. Restoran tersebut terletak agak di sudut kampung, sehingga ketika menikmati makan, khususnya pagi dan siang, seraya menikmati suguhan panorama alam persawahan mulai dari Lawir dan Kampung Ka-Redong.
Dari
situ, munculah diskusi singkat, Manggarai merupakan daerah yang sangat subur,
air melimpah dan menjadi salah satu lumbung pangan buat NTT. Diskusi pun
berlanjut. Teman yang tidak mau disebutkan namanya, menceritakan bahwa di
Malang, dibudidayakan tanaman buah apel dan direkayasa sebagai destinasi
wisata, sehingga masyarakat pengunjung langsung membelinya di lokasi bahkan
bisa memetik sendiri buah sesuai pilihannya. Dan itu sangat prospektif bagi
pengembangan ekonomi masyarakat.
Harapannya, pemerintah dari berbagai tingkat, mulai dari
desa sampai pada propinsi, bisa
merancang program dan memberikan motivasi kepada penduduk setempat untuk
bisa mengembangkan budi daya buah-buahan guna kepentigan ekonomi masyarakat.
Tentu, pengembangan budi daya buah-buahan disesuaikan dengan karakteristik
tanah dan daya dukung lainnya. Disadari pula bahwa dengan keterbatasan lahan,
maka jangan juga berpikir bahwa budi
daya mestinya membutuhkan lahan yang
luas. Dalam kunjungan ke keluarga di Batu Malang Desember 2022 lalu, saya
melihat di desa Wonorejo Batu Malang,
pemilik lahan yang membudidayakan apel Malang yang sangat kesohor itu,
paling-paling lahan berukuran maksimal 50 x 50 m2.
Selama ini, kebutuhan buah-buahan selalu dipasok dari luar NTT. Namun kita perlu berpikir untuk mengembangkan dengan terprogram secara baik untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk. Tentu, tidak semua kebutuhan akan buah-buahan terpenuhi tanpa menggantung harapan dari luar NTT, namun paling tidak, walau dalam omzet kecil agar bisa membangkitkan ekonomi mikro masyarakat, labih khsususnya di desa-desa dan pelosok-pelosok nun jauh di sana.
Anggur dikembangkan di Honihama
Sederhananya, tidak perlu berangan tinggi agar buah naga, salak dan rambutan hasil produksi dari Bakan Ile Kerbau Lembata (atau dari kampong lainnya di NTT) bisa masuk di supermarket Lippo, Hiper Mart dan lain-lain. Meskipun hanya dijajakan di pasar-pasar tradisional di Lewoleba, Wulandoni, Kalikasa, Karangora dan pasar tradisional lainnya di Lembata, syukur-syukur bisa dikirim ke Kupang, Adonara dan Larantuka karena telah didukung akses transportasi yang sangat mudah. Jika semua faktor pendukung menjamin dilakukan penanaman jenis buah tertentu, maka layak NTT menjadi provinsi 'buah-buahn' di masa mendatang karena komoiditi ini sungguh menjanjikan. Semoga.
` (Simon K. Seran, Alumni SMAN Lewoleba, 1990).
0 Komentar