Unordered List

6/recent/ticker-posts

Mencari Figur Ayah

 


Di tengah perkembangan arus komunikasi  digital yang kian pesat, ternyata menimbulkan komunikasi personal yang kian rapuh. Komunikasi antarpersonal dalam keluarga menjadi bagian penting dalam membangun image tentang figur, baik sebagai ibu ataupun sebagai ayah. Intensitas pertemuan dan dialog yang bersahabat antara anak-anak dan orang tuanya, perlahan tapi pasti akan membentuk figur-figur orang tua dalam diri anak-anak. Pada ujungnya, seorang anak akan menilai secara jernih, seperti apakah figur bapak dan ibu di matanya?

Menjadi ayah Katolik dan orang tua secara umum,  perlu menampilkan diri sebagai figur ayah yang selalu memahami dunia anak-anak dan dalam pola pembentukan karakter itu, menghindari tindakan-tindakan represif terhadap anak-anak karena tindakan-tindakan tersebut sangat mengganggu perkembangan psikis seorang anak. Perilaku-perilaku seorang ayah yang cenderung represif menjadi bentukan image yang sangat kuat dalam diri seorang anak. Anak menjadi begitu dekat apabila diperlakukan secara baik oleh orang tuanya sendiri. Sebaliknya, apabila orang tua berlaku kasar terhadap anaknya maka besar kemungkinan, ditemukan renggangnya  relasi antara orang tua dengan anak, bahkan seorang anak memunculkan rasa benci yang berkepanjangan terhadap figur seorang ayah.

Ayah menjadi tipe “algoju” di mata seorang anak karena perlakuan terhadapnya melampaui batas-batas kemanusiaan. Seperti apa, figur seorang ayah Katolik? Apakah setiap orang Katolik belajar tentang cinta kasih sehingga  tidak pernah melakukan tindakan kekerasan terutama terhadap anaknya sendiri? Kenyataan berbicara lain.  Sita, seperti yang dilukiskan dalam buku ini, menampilkan sosok anak perempuan yang benci terhadap bapaknya sendiri. Sita selalu merasa tidak aman ketika ayahnya berada di rumah setelah pulang bekerja. Sosok ayah dan perlakuan seperti ini menjadi momok yang menakutkan dalam keluarga. Sita tumbuh sebagai seorang perempuan yang baik, namun selalu berpikir negatif terhadap figur seorang ayah. Baginya, perlakuan yang keras dari ayah terhadapnya, membuatnya selalu curiga dan terbentuk opini bahwa setiap laki-laki yang berada di luar keluarganya juga berperilaku demikian.

Sita, dalam kondisi jiwa yang kecewa selalu membawa permasalahan ini dalam doa-doanya. Doa yang paling digemari adalah doa rosario. Dengan memanjatkan doa-doa rosario, Sita terarah untuk mendekatkan diri dengan figur ibu yang ada dalam diri Bunda Maria. Sita, tidak mau mendaraskan doa “Bapa  Kami” karena terdapat kata Bapa yang ada dalam doa itu. Figur ayah yang menakutkan dalam keluarga, juga menghantarnya untuk tidak bisa memahami figur Allah sebagai Bapa yang baik. Melalui buku ini, membuka wawasan, baik bapak maupun ibu,  untuk piawai dalam menjalani fungsinya sebagai orang tua yang mengarahkan anak untuk memahami figur Allah sebagai Bapa yang baik.***(Valery Kopong)

 

Posting Komentar

0 Komentar