Beberapa
waktu lalu, saya bertemu dengan seorang anak yang saat ini mengenyam pendidikan
di bangku SMA Kelas XII. Selangkah lagi ia mau masuk ke perguruan tinggi. Ia
ingin kuliah di Yogyakarta dan mengambil fakultas kedokteran. Saya sendiri
kaget karena cita-citanya tinggi, melampaui teman-teman seangkatannya.
Teman-teman seangkatannya lebih banyak memilih program kuliah, seperti bisnis
manajemen, atau juga memilih akuntansi. Memang, pemilihan program jurusan ini
tentu merujuk pada kemampuan ekonomi keluarga (finansial) dan juga kemampuan
akademik anak yang bersangkutan.
Mendengar
apa yang dikatakan oleh anak muda ini tentang cita-citanya menjadi dokter, saya
mencoba memberikan pertanyaan lanjut. Mengapa Anda memilih kedokteran dan
bukannya fakultas lain? Dengan santai ia menjawab bahwa sejak ibunya masih
hidup, ia didorong oleh ibunya untuk kuliah di kedokteran. Namun ibunya saat
ini sudah tiada. Hampir dua tahun ini ibunya telah meninggal, menghadap sang
pemilik kehidupan ini.
Dua
tahun lalu, ibunya meninggal dunia karena mengidap penyakit kanker yang ada di
perutnya. Menurut cerita anak muda yang mau kuliah kedokteran ini bahwa sejak
merawat ibunya, memang dideteksi penderita kanker dan di sekeliling penyakit
kanker itu, ada cairan putih. Penyakit kanker dan cairan putih yang mengantar
ibunya sampai sakratul maut, tak satu dokter pun tahu, apa sesungguhnya cairan
putih itu. Cairan dalam tubuh ibunya dan menawarkan maut itu, menjadi
pertanyaan sepanjang hidup pada anaknya yang mau kuliah kedokteran ini.
Motivasi
awal kuliah kedokteran adalah mempelajari dan mau ingin tahu tentang penyakit
yang mematikan dan apa penyebab utama dari munculnya penyakit itu. Dengan memahami kondisi ibunya selama mengidap
penyakit yang mematikan itu, mendorong anaknya untuk belajar dan lebih tahu
tentang sebab-sebab yang menimbulkan serta membawa kematian. Memilih jalan
pendidikan di dunia kedokteran, mendorongnya untuk lebih tahu tentang anatomi
tubuh dan penyakit-penyakit yang dengan mudah menghinggapi tubuh manusia. Rahasia
tentang hidup dan kematian, hanya Tuhan yang tahu. Tuhan sebagai tabib sejati
mampu menyembuhkan segala penyakit, namun dalam batas usia yang ditentukan
Allah untuk mengakhiri hidup di dunia ini, tak satu pun yang tahu.***(Valery
Kopong)
0 Komentar