Blasius Haryadi atau lebih dikenal
Harry Van Yogya. Begitulah pria ini
dikenal, tidak hanya di kalangan tukang
becak yang mangkal di Malioboro-Yogyakarta tetapi juga di dunia maya.
Profesinya sebagai tukang becak. Setiap hari, sambil menunggu penumpang ia
berkesempatan untuk mengunjungi warnet yang ada di sekitarnya. Ia menyapa
sahabat-sahabat dunia maya lewat facebook dan juga menulis tentang Yogyakarta,
kota wisata bagi turis mancanegara dan diupload
pada blog pribadinya. Teman-temannya di dunia maya kebanyakan orang-orang asing,
turis mancanegara. Karena itu ia melihat peluang ini untuk mempromosikan
Yogyakarta sekaligus menawarkan jasa becak pada turis-turis asing yang hendak ke Yogyakarta.
Suatu ketika beberapa turis berkebangsaan Inggris datang ke
Yogyakarta, pertama-tama ia cari adalah Harry Van Yogya. Pertemanan di dunia
maya menjadikan mereka semakin akrab di dunia nyata saat turis itu datang ke
Yogyakarta. Kemampuan berbahasa asing, menjadikan si tukang becak ini (Harry
Van Yogya) sanggup berkomunikasi dengan turis asing. Berkeliling Yogya bersama
turis, Mas Harry bertindak sebagai pemandu (guide) dan becak-becak milik
teman-temannya menjadi kendaraan favorit buat para turis. Kelompok tukang becak merasa senang karena
salah satu di antara mereka bisa berbahasa asing dan dengannya mereka berani menawarkan
jasa kepada para turis.
Keterbatasan ekonomi yang dimiliki
oleh Harry Van Yogya, mengantarnya untuk menggeluti kehidupan tukang becak. Namun di sisi lain, ia memiliki
kemampuan berbahasa asing (bahasa Inggris dan Belanda) dengan baik maka ia
memanfaatkan media sosial untuk membuka sebuah “jalan baru” untuk memperluas
jaringan dengan orang-orang asing yang sering mengunjungi Malioboro dan
Yogyakarta secara keseluruhan. Harry Van Yogya, lulusan SMA De Brito-Yogyakarta
ini memang dikenal memiliki kemampuan berbahasa asing secara baik. Sebagai
orang yang memiliki cita-cita, tentu Mas Harry pasti memiliki cita-cita lain,
namun apa daya pilihan terakhir sebagai tukang becak dijalani dengan tekun
punuh syukur.
Kehadiran media sosial membuatnya
melek teknologi dan membantunya untuk menawarkan jasa, sekaligus juga bisa
menambah penghasilan. Ketekunannya di dunia tukang becak dan dipadu dengan
media sosial, seolah mengangkat martabat
tukang becak ke atas permukaan hidup untuk mengatakan bahwa tukang becak juga
bisa menembus dunia maya. Si tukang becak, barangkali memiliki “mimpi-mimpi”
baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Meraih cita-cita yang diimpikan
tidak harus memiliki modal uang yang banyak, tetapi hanya bermodal ketekunan,
seperti Mas Harry yang berani melampaui keterbatasannya. Meminjam kata-kata
Anies Baswedan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa “kita tidak hanya
berusaha untuk meraih mimpi tetapi berusaha untuk melampaui mimpi itu.” Mimpi
tidak hanya menjadi bunga tidur tetapi menyadarkan kita juga setelah kita
terjaga dari mimpi. Teruslah meraih mimpi itu karena hanya orang yang berani
bermimpi, ia punya hak untuk menikmati masa depan yang lebih cerah.***(Valery
Kopong)
0 Komentar