Ketika melihat dinding-dinding media sosial dan juga status-status pada Whatsapp milik teman-teman Kristiani, hampir setiap hari penuh dengan kutipan ayat-ayat kitab suci. Tak ada yang salah dalam mengutip ayat-ayat suci itu. Beberapa dari teman yang pernah saya tanyain tentang alasan, mengapa mengutip ayat-ayat kitab suci dan menempatkan pada media sosial pribadinya, dengan gamblang, mereka mengatakan bahwa ayat-ayat kitab suci memberikan spirit pada mereka untuk melakukan aktivitas.
Bagi orang Kristiani, Sabda memiliki kewibaan dan daya ubah bagi setiap orang yang menggeluti Sabda itu. Dalam Perjanjian Lama terutama terkait dengan kisah penciptaan, Allah berfirman maka jadilah. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Firman itu telah menjadi manusia. Dalam prolog Injil Yohanes, “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah sendiri.” Prolog Injil Yohanes ini menekankan peristiwa inkarnasi, Allah menjelma menjadi manusia. Oleh penjelmaan Allah menjadi manusia inilah yang memungkinkan kita untuk memahami perjumpaan Allah dengan manusia. Allah yang dahulunya dilihat sebagai Allah yang transenden, tetapi melalui peristiwa inkarnasi ini, Allah menjadi Allah yang imanen, menetap dan ada bersama dengan manusia.
Yesus sebagai Firman yang telah menjadi manusia, memiliki kewibaan. Ada beberapa peristiwa yang menunjukkan kewibawaan Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, seperti Ia memanggil murid-murid yang pertama. “Mari ikutilah Aku!” Dengan kata-kata ini, murid-murid langsung meninggalkan segala-galanya demi panggilan Yesus. Jala yang menjadi urat nadi mata pencaharian mereka sebagai nelayan, harus ditinggalkan. Namun Yesus mengalihkan profesi mereka yang baru, yakni sebagai penjala manusia. Selain jala, para murid juga meninggalkan orang tua dan keluarga mereka. Dari kisah panggilan murid-murid, kitab suci tak pernah memunculkan sikap berontak dari para murid. Tak ada perdebatan dan bahkan tidak mempertanyakan tentang berapa gaji yang harus diterima sebagai murid Yesus. Di sini, bisa terlihat ruang ketergantungan yang utuh pada Yesus sebagai sumber harapan bagi para murid.
Kewibawaan
kata-kata Yesus juga ditunjukkan pada saat bersama murid-murid-Nya di atas
perahu. Perahu yang mereka tumpangi dihantami oleh gelombang yang dahsyat, ada
kepanikan dari para murid yang ada di perahu itu. Mereka segera membangunkan
Yesus yang saat itu masih tidur pada buritan kapal. Yesus segera bangun dan
menghardik ombak dan gelombang yang begitu besar. Pada seketika, angin, ombak
dan gelombang menjadi tenang. Kondisi alam ini tunduk pada Sang Mesias. Yesus
memiliki kewibawaan dan Sabda-Nya penuh daya ubah. ***(Valery Kopong)
0 Komentar