Beberapa waktu yang lalu, ada berita tentang hengkangnya umat dari Stasi Santo Petrus – Pasar Kemis ke paroki Kutabumi- Gereja Gregorius. Peristiwa ini sampai diketahui oleh pengurus stasi dan juga romo kepala paroki Agustinus. Melihat kondisi di mana pemetaan wilayah paroki yang berdampingan semakin tidak jelas, membuat umat juga menjadi bingung. Namun ini kenyataan yang terjadi di sekitar kita, yang walaupun sesama Katolik yang hidup berdampingan tetapi secara administratif berlainan paroki. Dalam catatan perjalanan Stasi Santo Petrus, cukup banyak umat yang bermigrasi ke Paroki Kutabumi sejak paroki ini berdiri sebagai paroki mandiri tahun 2012.
Terhadap peristiwa hengkangnya umat ini memunculkan pertanyaan bagi kita. Mengapa orang-orang Stasi Santo Petrus cenderung beralih ke Paroki Kutabumi? Pertanyaan sederhana ini perlu dikaji secara mendalam. Alasan pertama adalah umat Stasi Santo Petrus jauh dari Paroki Karawaci – Gereja Agustinus. Bagi mereka yang punya kendaraan motor, bisa dengan mudah menjangkau gereja Agustinus. Namun bagi mereka yang tidak mempunyai kendaraan pribadi maka butuh pengeluaran transportasi untuk bisa mengikuti perayaan Ekaristi atau kegiatan-kegiatan lain di paroki Karawaci.
Apakah masih ada alasan lain, mengapa mereka berpindah paroki? Dari penelusuran ke beberapa orang yang saat ini berdiam di wilayah Stasi Santo Petrus, secara gamblang mengatakan bahwa jarang sekali ada kunjungan romo ke lingkungan-lingkungan mereka. Di sini bisa dilihat bahwa pendekatan pastoral dan kunjungan rutin menjadi bentuk penyapaan seorang gembala pada umatnya. Kunjungan pastoral perlu dilakukan secara rutin ke semua lingkungan agar umat semakin tersapa dan sekaligus membangkitkan iman umat untuk terus semangat dalam menjalani hari-hari hidup, baik kegiatan sosial maupun kegiatan-kegiatan gerejani.
Menilik kisah perjalanan hidup Yesus saat masih ada dunia ini, Ia terus melakukan pewartaan dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia berjalan sambil berbuat baik, menjadi kekhasan gaya pastoral Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah dan melakukan tindakan untuk berpihak pada mereka yang miskin dan lemah. Kelihatan sederhana apa yang dilakukan oleh Yesus ini namun jika direfleksikan secara mendalam, Yesus berusaha untuk membaur, ada bersama dengan yang lain, terutama pada kelompok orang-orang kecil, miskin dan tersisihkan. Pola pendekatan yang dilakukan oleh Yesus hendaknya terus dilakukan oleh seorang gembala untuk melakukan perjumpaan dengan mereka yang jauh dari paroki.
Memang,
terkadang orang berasumsi bahwa penyapaan seorang imam di atas mimbar sudahlah
cukup dan tidak perlu lagi turun ke lingkungan-lingkungan. Asumsi ini keliru
dan harus dibangun adalah upaya untuk terus melakukan kunjungan. Dalam kunjungan
itu, seorang pastor bisa mendengarkan keluhan, usul dan saran yang pada
akhirnya bisa digodok menjadi sebuah program yang berpihak dan menyapa seluruh umat***(Valery Kopong)
0 Komentar